jpnn.com, LAMPUNG UTARA - Ratusan ton ikan yang dibudidayakan petani Keramba Jaring Apung (KJA) di Bendungan Wayrarem Desa Pekurun Kecamatan Abung Pekurun, Kabupaten Lampung Utara (Lampura) mati mendadak.
Akibat peristiwa tersebut, sekitar 200 ton ikan mas itu mabok dan mati mendadak. Sementara, para pengelola ikan kerambah mengalami kerugian sekitar Rp4 miliar.
BACA JUGA: Maaf, Tahun Ini Belum Ada Penerimaan CPNS di Provinsi Lampung
Inca Pradika (37) salah seorang pemilik keramba di Desa Pekurun, mengatakan, penyebab kematian ratusan ton ikan tersebut dikarenakan buruknya cuaca beberapa hari terakhir.
"Ikan mulai mabuk Sabtu malam, sekitar pukul 20.00 Wib. Penyebabnya faktor cuaca yang sering berubah-ubah dan tidak menentu. Hujan panas, membuat ikan mabok dan akhirnya mati," ujar Incha seperti dilansir Radar Lampung (Jawa Pos Group) hari ini.
BACA JUGA: Ridho Ficardo Jadi Cagub Pendaftar Pertama ke PAN
Dia menerangkan, ikan mas miliknya berjumlah 25 keramba, berisikan 20 ton ikan mas siap panen mati sehingga dirinya mengalami kerugian sekitar sekitar Rp1,5 miliar. Selain itu, benih ikan yang baru ditebarnya juga ikut mati, sehingga menambah kerugian.
“Setiap kerambah, terdapat lima ton lebih. Seluruhya mati dan tidak ada yang di selamatka. Padahal, selama ini seluruh petani mengharapkan panen ikan tersebut, guna menunjang perekonomian keluarga," kata Incha, seraya mengatakan ikan mas yang mati sudah berusia 3-4 bulan.
BACA JUGA: Hamdalah, WNI asal Lampung yang Ditahan Polisi Mesir sudah Bersama Keluarga
Senada dikatakan Tami (43) pengelola kerambah lainnya. Menurutnya, akibat kejadian itu pihaknya menjual Rp5-10 ribu per kilogramnya. Sementara hari normalnya, ikan tersebut dibandrol Rp21-22 ribu perkilogram.
"Harga murah seperti itu saja, tidak keseluruhannya laku. Makanya, dari pada busuk, ikan itu saya bagikan di tetangga yang berada di kampung," keluh Tami, seraya membungkus ikan dengan kantung plastik diberikan kepada warga yang datang ke lokasi kerambah.
Dia menerangkan, peristiwa serupa sudah sering terjadi di wilayahnya. Namun, untuk kali ini, yang terbesar sepanjang tahun 2006 hingga saat ini.
"Seluruh pemilik kerambah, rata-rata mengalami kerugian puluhan juta. Sementara, terdapat 300 lebih pengelola ikan air tawar berada di bendungan Way Rarem ini. Untuk data sementara, sekitar Rp4 miliar lebih pengelola kerambah, mengalami kerugian," bebernya.
Yuli Yanti, 39, salah seorang warga setempat mengaku senang, dapat membeli ikan mas dengan harga relatif lebih murah dari harga normalnya.
"Momen seperti yang ditunggu, sebab ikan dijul dengan harga murah. Harga normal dijual Rp32 ribu, sementara kalau keadaan seperti ini, ikan dijul dengan harga Rp5 ribu. Tidak sedikit juga, pemilik kerambah memberi dengan cuma-cuma alis geratis," ujar ibu tiga anak tersebut.
Sementara Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Lampura, Paswani Hasyim SH., membenarkan peristiwa tersebut.
Pihaknya, telah melalakukan koordinasi dengan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi pada bagian karantinanya.
Diterangkan Paswani, dugaan sementara kematian ratusan ton ikan air tawar itu, disebabkan "Apwelling" atau terjadinya endapan debit air hujan yang turun dari darat ingin turun ke waduk, sementara air dibawah naik ke atas.
Sehingga ada endapan di bawah naik ke permukaan, yang membuat sisa pakan ikan menjadi racun.
"Tindakan pertama, dinas perikanan akan melakukan penyelidikan penyebab kematian ikan tersebut. Tentunya dengan cara menerjunkan tim ahli dan akan di uji lab. Dengan begitu, akan mengetahui penyebab kematian ikan-ikan tersebut," kata dia.(ozy)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Presiden Bakal Hadiri Harganas, Pemprov Lampung Mulai Sterilisasi PKOR
Redaktur & Reporter : Budi