Rayakan Ultah Bareng Wayang Orang Sriwedari, Moeldoko Ingatkan Filosofi Padi

Minggu, 09 Juli 2017 – 00:06 WIB
Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Moeldoko (tengah) bernyanyi di peringatan HUT ke-170 Wayang Orang Sriwedari di GWO Sriwedari. Foto: Istimewa for JPNN

jpnn.com, SOLO - Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-107 Wayang Orang Sriwedari di Gedung Wayang Orang (GWO) Sriwedari, Solo, Sabtu (8/7) berlangsung sangat meriah.

Beberapa pejabat penting tampak menghadiri acara itu. Salah satunya adalah Wali Kota Solo F.X. Hadi Rudyatmo.

BACA JUGA: Moeldoko: Indonesia Butuh Gerakan Inovasi Kebangsaan

Ada pula Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Moeldoko dan istrinya, Koesni Harningsih.

Kebetulan, HUT Wayang Orang Sriwedari bertepatan dengan hari pertambahan usia ke-60 Moeldoko.  

BACA JUGA: Sejahterakan Petani, Moeldoko Gandeng Pemkab Sragen

Peringatan HUT Wayang Orang Sriwedari ditandai dengan pertunjukan wayang orang dengan lakon Srikandhi-Larasati Kembar.

Pagelaran itu dimainkan gabungan seniman maestro dan mahasiswa Institut Seni Surakarta (ISI). Sebelum pertunjukan dimulai, terlebih dahulu digelar kirab tumpeng diiringi gamelan jawa.

BACA JUGA: Moeldoko Bawa Harapan untuk Petani Sumbawa

Kirab dipimpin koordinator Wayang Orang Sriwedari Agus Prasetyo dengan pakaian beskap jawa.

Dia diiringi prajurit dan tokoh pewayangan memanggul dua tumpeng, lengkap dengan lauk pauk sebagai ubo rampe tasyakuran.

Sampai di atas panggung, tumpeng lantas dipotong FX Rudy yang didampingi Moeldoko dan Koesni.

”Wayang Orang dan Gedung Wayang Orang Sriwedari tidak akan punah dan tetap lestari. Ini jadi tanggung jawab kita bersama. Terima kasih kepada para donatur atas terselenggaranya acara ini. Ini semua karena kecintaan terhadap kesenian wayang orang,” kata FX Rudy.

Sementara itu, Moeldoko turut senang dengan pertunjukan itu.

”Sebelumnya, saya ucapkan selamat kepada seluruh pengurus dan pemain GWO Sriwedari yang sudah berusia 107 tahun. Ini usia yang luar biasa. Kebetulan tanggalnya sama dengan ulang tahun saya. Untuk itulah saya hadir di sini,” ungkap Moeldoko.

Moeldoko berkisah, suatu pagi, dirinya dan Koesni berkunjung ke Museum Sasmita Loka Ahmad Yani Jakarta.

Dia menyebut Ahmad Yani merupakan seorang jenderal yang di usia 43 tahun meninggal dunia dalam mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

”Di situ saya merenung. Beliau (Ahmad Yani) di usia 43 tahun sudah meninggal dunia. Berkorban jiwa dan raga. Saat itu saya berkontemplasi. Dikaruniai usia sampai 60 tahun, apa yang sudah Moeldoko berikan untuk negara?” sambungnya.

Karena itu, Moeldoko ingin mangayu bagyo bersama teman-teman Wayang Orang Sriwedari. Menurutnya, kesenian wayang orang adalah budaya Indonesia yang wajib dilestarikan.

”Tidak perlu merayakan ulang tahun di hotel bintang lima. Lebih baik kita bersenang-senang bersama menyaksikan wayang orang di Sriwedari,” ujarnya yang disambut tepuk tangan riuh ribuan penonton.

Selain itu, Moeldoko mengingatkan semua yang hadir tentang filosofi pari alias padi. Menurut Moeldoko, hidup harus menghidupi. Dalam Bahasa Jawa, ucapan Moeldoko berarti urip iku urup.

Secafa khusus,  Moeldoko meminta pemuda menjadi seperti padi yang matang.

"Padi yang matang tersebut mampu memberi harapan bagi kaum petani dan kehidupan kita semua," kata Moeldoko.

Da berharap padi tidak terserang hama. Dia juga tak ingin pemuda menjadi seperti padi yang matang tetapi keropos atau tak berbuah.

Tidak mengagetkan ketika Moeldoko memahami filosofi padi.  Sebab,  pria murah senyum itu memang menjabat sebagai ketua umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI).

"Padi atau pari yang kebetulan saat ini jadi bagian hidup saya bersama rekan-rekan petani yang tergabung di HKTI sejatinya adalah memang filosofis pegangan hidup saya," kata peraih Bintang Adhi Makayasa 1981 itu.

Moeldoko menambahkan, pari juga memiliki makna piweling adi romo lan ibu.

"Piweling yang adi atau ajaran luhur yang selalu saya ingat dari ayah dan ibu saya adalah tentang hidup yang menghidupi seperti pari yang saya selalu pegang sampai saat ini," imbuh Moeldoko.

Dia mengatakan,  padi juga memiliki arti pitutur ayah dan ibu.  Artinya,  nasihat dari kedua orang tua.

"Tidak ada yang jelek pitutur kedua orang tua kita tentang bagaimana mengarungi dan memaknai hidup," kata pria yang sangat getol menyejahterakan petani itu.

Menurut Moeldoko, filosofi itu juga bisa diterapkan semua pihak yang bergelut di dunia pertanian.

"Jadi marilah bersama kita mengambil hikmah dari pari atau padi dalam hidup yang menghidupi. Dengan varietas M 70 D atau M 400 tentunya akan lebih afdal," imbuhnya.

"Seperti malam ini, kita bisa merayakan 107 tahun hidupnya Wayang Orang Sriwedari sekaligus menghidupinya dengan penonton yang saya harapkan semakin lama semakin berlimpah. Dengan begitu, kesejahteraan dan harapan para personelnya di masa depan akan lebih baik dan mulia," kata Moeldoko.

Kejadian menarik tersaji saat Moeldoko naik ke atas panggung ketika goro-goro.

Bersama Punakawan, Moeldoko menyanyikan lagu campursari berjudul Perahu Layar. Suara merdu Moeldoko cukup menghibur penonton yang hadir.  (jos/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kenangan Menteri Amran soal Sosok Jenderal Moeldoko Ini Bikin Ketawa


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler