Dewan Kehormatan (DK) Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Ilham Bintang mengomentari surat telegram (ST) Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo terkait peliputan media terhadap kegiatan kepolisian.
Ilham menyebut ST tersebut salah alamat bilamana ditujukan ke pers.
BACA JUGA: Ada Poin di Surat Telegram Kapolri yang Dianggap Membatasi Kebebasan Pers
"Saya pikir telegram Kapolri itu salah alamat kalau ditujukan kepada media pers," ujar Ilham dalam keterangan tertulisnya, Selasa (6/4).
Menurut Ilham, ST itu mungkin ditujukan kepada media Polri.
BACA JUGA: GMNI Nilai Surat Telegram Kapolri Berpotensi Mengancam Demokrasi
"Mungkin itu memang buat media-media Polri yang selama ini bekerja sama dengan stasiun TV, membuat program "Buser" dan kawan-kawannya," kata Ilham.
Dasar hukum Pers di Indonesia, kata dia adalah UU Nomor 40 Tahun 1999 yang merupakan produk Reformasi. Sedangkan, telegram itu jauh di bawah UU Pers.
BACA JUGA: GMNI Malang Kecam Aksi Bom Bunuh Diri di Depan Gereja Katedral Makassar
Menurtut dia, mustahil peraturan yang berada di bawah, seperti Telegram Kapolri, mengalahkan UU yang berada di atasnya.
"Tidak ada salahnya wartawan atau organisasi media pers mengklarifikasi telegram itu kepada pihak polisi," ujar dia.
Ilham menyatakan, sebagai pengetahuan masyarakat UU Pers itu tidak memiliki PP dan Permen yang bisa ditasirkan oleh eksekutif.
Berbeda dengan UU Pers sebelumnya yaitu UU Pokok Pers yang ditafsirkan sesuai kehendak penguasa. Pasalnya, desain UU Pers itu dibuat agar media mengatur dirinya sendiri.
"Pengaturannya ditangani oleh Dewan Pers," ucap Ilham.
Ilham lantas menyinggung salah satu butir di telegram itu yang menyatakan dilarang menyiarkan tindakan polisi yang arogan.
Bagi pers, kata dia, justru itu penting diberitakan sebagai koreksi kepada polisi. Artinya, Kapolri harus melarang polisi bersikap arogan dalam melaksanakan tugas.
"Sudah pasti tidak ada video yang merekam peristiwa itu untuk disiarkan," kata Ilham Bintang.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengeluarkan perintah terbaru yang ditembuskan ke seluruh kapolda dan kabid humas di wilayah.
Perintah ini berkaitan peliputan media terhadap kegiatan kepolisian.
Dalam telegram bernomor ST/750/IV/HUM.3.4.5./2021 dan ditandatangani Kadiv Humas Polri Irjen Raden Prabowo Argo Yuwono itu, ada sebelas perintah kapolri.
Poin utamanya yakni media tidak boleh menyiarkan tindakan kekerasan atau arogansi kepolisian. Contohnya saat penangkapan pelaku kejahatan.
Adapun yang boleh ditayangkan di media hanya kegiatan polisi yang humanis saja. (cr3/jpnn)
Redaktur & Reporter : Fransiskus Adryanto Pratama