jpnn.com, JAKARTA - Menko Polhukam Mahfud MD angkat bicara merespons kasus anak pejabat Ditjen Pajak, Mario Dandy Satrio alias MDS (20) terlibat penganiayaan terhadap D (17), anak pengurus GP Ansor hingga korban koma.
Mario Dandy merupakan anak Kepala Bagian Umum Kanwil DJP Jaksel II Rafael Alun Trisambodo.
BACA JUGA: Harta Kekayaan Ayah Mario Dandy Bikin KPK Curiga, Rafael Alun Siap-Siap Saja
Mahfud menyatakan tidak ada perdamaian atau permaafan dalam hukum pidana, meskipun untuk perkara ringan ada istilah restorative justice.
Namun, Mahfud menilai anak pejabat pajak penganiaya David yang masih di bawah umur harus diproses hukum.
BACA JUGA: Rubicon Dandy Satrio Tak Ada di Daftar LHKPN hingga Diduga Menunggak Pajak
"Penganiayaan yang dilakukan oleh anak pejabat ini harus diproses hukum," tulis Mahfud melalui akunnya di Twitter, dikutip Jumat (24/2).
Selain sang anak, mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu juga meminta ayah Mario Dandy yang seorang pejabat Ditjen Pajak juga mesti diproses.
BACA JUGA: Buntut Penganiayaan, Teman Anak Pejabat Ditjen Pajak Terancam Lama di Bui, Sukurin
"Secara hukum administrasi, pejabat yang punya anak dalam tanggungan, hedonis, dan berfoya-foya harus diperiksa," lanjut Mahfud.
Mario Dandy Satrio dan Temannya Jadi Tersangka
Sebelumnya, penyidik Polres Metro Jakarta Selatan sudah menetapkan anak pejabat pajak, Mario Dandy Satrio (MDS) dan temannya, S atau SLRPL (19) jadi tersangka dalam kasus penganiayaan di Pesanggrahan.
"Saat ini tersangka S atau SLRPL sedang menjalani pemeriksaan sebagai tersangka," kata Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Ade Ary Syam Indradi dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Kamis (23/2).
Pengalihan status S yang awalnya saksi menjadi tersangka dilakukan setelah penyidik melakukan pendalaman berdasarkan fakta-fakta hingga barang bukti.
S menjadi tersangka lantaran menyetujui ajakan MDS menemaninya untuk memukuli korban.
Lalu, S juga memberikan pendapat kepada MDS untuk menganiaya korban, merekam tindakan dengan telepon genggam hingga membiarkan terjadi kekerasan dan tidak mencegahnya.
"S juga mencontohkan 'sikap tobat' (sujud dengan lutut, kepala sebagai tumpuan, dan tangan kaki seperti istirahat di pinggang) atas permintaan tersangka MDS agar ditirukan oleh korban," ucap Ade Ary.
Polisi sebelumnya sudah memeriksa lima saksi terkait penganiayaan terjadi pada Senin (20/2) malam pukul 20.30 WIB itu, yakni SL, R, M, AGH, dan paman korban.
Dalam kasus itu, tersangka MDS dijerat Pasal 76c Juncto Pasal 80 UU Perlindungan Anak dengan ancaman pidana maksimal lima tahun subsider dan Pasal 351 Ayat 2 tentang Penganiayaan Berat dengan ancaman pidana maksimal lima tahun.(fat/ant/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam