jpnn.com, JAKARTA - Senator atau anggota DPD RI Angelius Wake Kako merespons polemik terkait pengecatan ulang pesawat Kepresidenan dari yang semulanya berwarna biru-putih menjadi merah-putih.
Sebelumnya, Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono mengatakan alasan pengecatan ulang adalah agar warna pesawat Kepresidenan sesuai dengan warna bendera RI.
BACA JUGA: Warna Pesawat Kepresidenan Diubah, Pemerintah Dinilai Sibuk Bersolek
Pengecatan ulang ini juga sebagai bagian dari cara memperingati HUT ke-75 RI. Heru mengatakan anggaran pengecatan pesawat tersebut mencapai Rp 2 miliar.
Menanggapi hal itu, Senator Angelo menilai cara memperingati HUT RI dengan menghabiskan anggaran sebesar Rp 2 miliar ini perlu dikritik.
BACA JUGA: Sindiran Halus Sukamta atas Perubahan Warna Pesawat Kepresidenan, Jleb!
“Ya, walau angka Rp 2 miliar tidak sebanding dengan dana total Pemulihan Ekonomi Nasional 2020-2021 yang sudah sebesar 984 triliun (679 triliun per September 2020 dan 305 triliun per Agustus), pilihan waktu pengecatan yang tidak tepat yakni di tengah situasi ekonomi Covid-19 yang lagi terpuruk. Inisiatif ini sebuah pemborosan belaka,” tegas Angelo.
Senator dari Provinsi NTT itu turut menjadi bagian dari deretan tokoh publik yang mengritisi hal ini.
BACA JUGA: Pesawat Kepresidenan Ganti Warna, Roy Suryo: AMBYAR
“Bagi saya pemerintah memang sudah kehilangan sense of crisis. Di tengah situasi masyarakat yang terhimpit oleh beban ekonomi, kok pemerintah pusat malah membuang anggaran. Apa urgensi pesawat Kepresidenan diganti cat menjadi merah-putih? Kalau catnya berubah apa ekonomi rakyat membaik? Kan tidak!" ujar Angelius.
Angelius juga mengritisi bahwa kita kerap terjebak pada nasionalisme semu yang hanya berbasis "ritual" atau "tampilan".
Baginya, kalau ingin memberikan kado ultah terbaik di bulan Kemerdekaan ini, pemerintah harus merapikan birokrasi dan komunikasi agar pengendalian virus Covid-19 dapat teratasi.
Angelius menegaskan pemborosan anggaran sebesar 2 miliar ini jadi ironi di tengah kuatnya tekanan Pusat agar Pemerintah Daerah bertindak cepat dan efisien dalam merealisasikan anggaran.
Menurut dia, selama ini pusat menekan pemerintah daerah untuk berkinerja baik dalam realisasi anggaran.
“Namun, kok malah pusat sekarang yang membuang-buang anggaran. Ini baru yang kelihatan. Jangan sampai selama ini banyak pemborosan juga yang tidak terendus,” kata Angelius mengingatkan.
Angelius menerangkan bahwa dalam penelusurannya di daerah, banyak tenaga kerja (Nakes) yang mengeluh belum mendapat insentif. Banyak juga masyarakat yang meninggal saat isoman.
Di luar Jawa-Bali, masyarakat terkendala ikut vaksin karena pasokan minim.
‘Ini kan tanda ya bahwa situasi kita sedang tidak baik-baik saja. Maka pusat harap setop melakukan aksi yang tidak penting di tengah situasi yang masih genting ini,” tegas Angelius.
Menurut Angelius, memperbaiki fasilitas presiden di tengah situasi masyarakat yang sedang susah bukan keputusan yang tepat. Apalagi presiden cukup jarang melakukan perjalanan ke daerah-daerah atau luar negeri.
Dari keputusan yang tergolong blunder ini dapat dikatakan bahwa pemerintah sedang kehilangan sense of crisis. Kalaupun ada, barang kali kepekaannya sedikit dan cepat puas dengan kinerja yang telah dilakukan.
“Pusat semestinya menjadi teladan. Jangan hanya tahu tekan pemerintah daerah tetapi kepemimpinan nasional masih buruk di sana-sini, baik di level birokrasi maupun komunikasi,” tegas Angelius.(fri/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Friederich