JAKARTA - Melambatnya laju pertumbuhan ekonomi membuat kinerja sektor pajak tertatih-tatih. Sepanjang hampir delapan bulan tahun ini ini, realisasi penerimaan pajak baru separo lebih sedikit.
Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Fuad Rahmany mengakui, realisasi penerimaan pajak periode Januari sampai 19 Agustus baru Rp 578,72 triliun. atau 54 persen dari target yang dipatok APBN Perubahan 2014 yakni Rp 1.072 triliun. “Penerimaan terbesar masih disumbang oleh PPh (pajak penghasilan) nonmigas,” ujarnya Selasa (26/8).
Data Ditjen Pajak menunjukkan realisasi PPh nonmigas sudah mencapai Rp 293,27 triliun atau 60,35 persen dari target. Kontribusi besar selanjutnya disumbang oleh Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang totalnya mencapai Rp 229,44 triliun atau 48,24 persen dari target.
BACA JUGA: Ini Jawaban Jonan soal Tawaran Jadi Dirut PLN atau Menhub
Berikutnya adalah PPh sektor minyak dan gas bumi (migas) yang menyumbang pundi-pundi ke kas negara sebesar Rp 51,8 triliun atau 61,75 persen dari target. Lalu, pajak lainnya sebesar Rp 3,12 triliun atau 60,27 persen dari target, dan terakhir Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebesar Rp 1,08 triliun.
Menurut Fuad, dengan realisasi yang baru 54 persen sepanjang Januari hingga 19 Agustus, ada kemungkinan jika target penerimaan pajak tahun ini tidak akan tercapai. Meski demikian, pihaknya akan tetap berupaya menggenjot penerimaan pajak. “Upaya intensifikasi dan ekstensifikasi terus kita lakukan,” katanya.
Tahun ini, lanjut Fuad, Ditjen Pajak menjalankan enam strategi optimalisasi penerimaan pajak. Pertama, ekstensifikasi atau menjaring lebih banyak wajib pajak (WP) dari kelompok orang pribadi berpendapatan tinggi dan menengah. “Kita harus mengakui, masih banyak orang kaya yang belum membayar pajak dengan benar,” ucapnya.
BACA JUGA: Sarankan SBY Naikkan BBM untuk Ringankan Beban Pemerintahan Jokowi
Kedua, intensifikasi dan ekstensifikasi ke sektor-sektor yang selama ini belum banyak digali potensinya, yakni properti dan UKM. Untuk UKM, kata Fuad, pemerintah tidak menargetkan terlalu banyak penerimaan karena salah satu tujuan pengenaan pajak UKM adalah mendorong pelaku usaha untuk mendapat nomor pokok wajib pajak (NPWP), sehingga mereka bisa mengakses pendanaan perbankan. “Potensi besar ada di properti,” katanya.
Sebagaimana diketahui, sejak September 2013 lalu, Ditjen Pajak mulai memperketat pengawasan pajak properti. Caranya, dengan menginstruksikan perusahaan properti besar atau developer untuk membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen dari nilai transaksi riil, bukan 10 persen dari nilai jual objek pajak (NJOP) yang nilainya jauh lebih rendah dari harga riil. Hasilnya, tahun lalu realisasi pajak properti mencapai kisaran Rp 60 triliun, naik 28 persen dibanding tahun 2012.
BACA JUGA: Berharap SBY Izinkan Jokowi Koreksi RAPBN 2015
Strategi lainnya, lanjut Fuad, adalah penyempurnaan sistem administrasi perpajakan Untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak, optimalisasi pemanfaatan data dan informasi yang terkait dengan perpajakan dari institusi lain, penguatan penegakan hukum bagi penghindar pajak, serta penyempurnaan peraturan perpajakan untuk lebih memberikan kepastian hukum. (owi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pastikan Program Indonesia Sehat dan Pintar Terealisasi di Awal Pemerintahan Jokowi
Redaktur : Tim Redaksi