jpnn.com - Di era canggih seperti sekarang, bullying bisa terjadi tanpa pelaku dan korban harus bertatap muka. Melalui internet, pelaku bisa leluasa melancarkan serangan mereka kepada target yang berada di lokasi terpisah. Dampak teror mental jarak jauh itu sama dahsyatnya dengan bullying secara langsung.
---
BACA JUGA: Senat AS, Akhirnya Setujui RUU Anggaran Obama
SELAMA hampir setahun, Rebecca Sedwick alias Becca menjadi bulan-bulanan sekelompok gadis remaja, teman sekolahnya. Tidak kuat menanggung beban mental yang kadang juga memunculkan siksaan fisik, gadis 12 tahun itu lantas mengadu kepada sang ibu, Tricia Norman. ''Saat itu, setiap kali pulang sekolah, dia mengatakan kepada saya bahwa dia adalah gadis yang tidak berguna, buruk rupa, dan bodoh,'' kenangnya.
Keluh kesah Becca tersebut menyadarkan Norman bahwa sang putri menjadi korban bullying atau teror mental dan verbal di sekolahnya, Crystal Lake Middle School. ''Saya selalu berusaha membesarkan hatinya dan mengatakan bahwa dia adalah gadis paling cantik dan paling pintar yang pernah saya temui,'' ungkap Norman. Tapi, kalimat sang ibu itu tidak mampu membuat Becca bertahan. Apalagi, dia mulai menerima gangguan fisik.
BACA JUGA: Pesawat Jatuh ke Sungai, Seluruh Penumpang Tewas
Puncaknya terjadi saat geng pelaku bullying tersebut mendorong Becca di lorong sekolah. Salah seorang di antara mereka bahkan menantang duel gadis berambut panjang itu. Demi melindungi sang putri, Norman pun lantas menarik anaknya dari sekolah. Sejak saat itu, Becca menjadi siswa homeschooling. Baru pada musim gugur lalu, dia terdaftar sebagai siswa baru pada Lawton Chiles Middle Academy.
Ironisnya, meski pindah sekolah, Becca tetap menjadi bulan-bulanan geng sekolah lamanya. Bullying terhadap gadis lemah tersebut berlanjut secara online. Yakni, melalui Facebook, Kik Messenger, Instagram, dan Ask.fm. Bullying jarak jauh itulah yang luput dari pengamatan Norman.
BACA JUGA: Disuap Perusahaan Susu Formula, 13 Dokter China Dipecat
Karena itu, dia menyatakan sangat terkejut ketika mengetahui bahwa Becca beberapa kali mencoba bunuh diri. Desember lalu, dia terpaksa dirawat intensif di rumah sakit setelah mengiris pergelangan tangannya.
Ketika itu, Norman tidak menyangka bahwa beban mental yang ditanggung Becca sedemikian besar. Dia tidak mengira putri keduanya tersebut akan kembali berusaha mengakhiri hidupnya hanya gara-gara perlakuan buruk rekan-rekannya. Sampai akhirnya, Becca yang selalu disebut sebagai gadis buruk rupa dan tidak berguna itu bunuh diri dengan cara melompat dari sebuah menara pada 9 September lalu.
Setelah Becca meninggal, polisi mulai menyelidiki. Melalui penelusuran internet, diketahui bahwa remaja berwajah manis tersebut depresi karena perlakuan buruk sekitar 15 gadis seusianya. Beberapa kali dia bertanya pada situs Ask.fm mengenai kelebihan berat badan. Sebab, geng pelaku bullying itu sering mencela postur tubuhnya.
Sheriff Polk County Grady Judd menyatakan telah menahan dua remaja putri berusia 12 dan 14 tahun yang diduga sebagai pentolan geng pelaku bullying terhadap Becca itu. Kini Katelyn Roman dan Guadalupe Shaw diperiksa polisi secara intensif. Secara tertulis, Shaw yang berusia dua tahun lebih tua daripada Roman mengaku telah mem-bully Becca. Pengakuan tersebut dia tulis pada akun Facebook Sabtu lalu (12/10).
''Ya, saya mem-bully Rebecca dan dia kemudian bunuh diri. Tapi, apa peduli saya. Persetan,'' tulis remaja berambut hitam itu sebagaimana dipaparkan Judd.
Beberapa saksi mengungkapkan bahwa Shaw mulai melancarkan serangan setelah berpacaran dengan seorang bocah lelaki yang dulu adalah teman dekat Becca. Entah apa penyebabnya. Selama sekitar dua tahun terakhir, dia selalu mengata-ngatai Becca. Baik secara langsung maupun melalui SMS dan komentar di Facebook. Dia menyebut Becca jelek dan bahkan menyarankannya untuk minum racun supaya mati. (AP/dailymail/hep/c16/dos)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Masyarakat Tiongkok Keranjingan Beternak Kecoa
Redaktur : Tim Redaksi