Rebranding Jihad, Indonesia Dipuji

Rabu, 29 Juni 2011 – 10:47 WIB
DUBLIN - Apa yang ada dalam benak para teroris ketika beraksi? Apa yang bisa dirasakan para korbannya? Juga, bagaimana sulitnya kehidupan yang harus dijalani ekstremis yang sudah tobat? Pertanyaan-pertanyaan itu akhirnya terjawab dalam Konferensi Melawan Kekerasan Ekstremisme (Summit Against Violent Extremism/SAVE) yang diadakan Google Ideas di Convention Centre of Dublin (CCD) pada 26 Juni hingga 29 Juni 2011.

Sejumlah pelaku dan korban bisa duduk bersama dalam satu forum, saling berbicara, dan kemudian merumuskan strategi untuk menghentikan kekerasan karena ekstremisme tersebutYang paling menghebohkan pada hari kedua konferensi sekaligus hari terakhir kemarin adalah sesi pertama

BACA JUGA: Tas Jinjing Margaret Thatcher Laku Rp 345 Juta

Yakni, sesi yang menghadirkan presiden Kolombia yang baru lengser, Alvaro Uribe Valez.

Dia disandingkan dalam satu panel dengan Vera Grabe dan Ricardo Ramirez, dua mantan pentolan Fuerzas Armadas Revolucionarias de Colombia (FARC, sayap militer komunis Kolombia yang menjadi pemberontak saat pemerintahan Alvaro, Red).

Pada 1983, ayah Alvaro ditembak mati gerilyawan FARC pimpinan Vera dan Ricardo dalam sebuah upaya penculikan yang gagal
Panel sesi itu juga menghadirkan Mark Henderson, turis AS yang pernah diculik gerilyawan FARC di hutan-hutan Kolombia.

Dengan bahasa Spanyol yang kemudian diterjemahkan, Alvaro menyatakan bahwa dirinya harus bisa memaafkan FARC atas pembunuhan ayahnya

BACA JUGA: Tertangkap, Kadhafi akan Diadili

"Untuk kepentingan rekonsiliasi nasional, saya harus bisa memaafkan
Saya pikir ayah saya pasti akan mengerti," kata Alvaro yang langsung mendapat tepuk tangan audiensi.

Di bagian lain, Vera maupun Ricardo mengungkapkan, setelah belasan tahun bergerilya, mereka merasa seperti kosong

BACA JUGA: Oposisi Syiria Hadiri Politik Perdamaian

"I feel like disillusionment (saya merasakan kekecewaan)Dengan kekerasan, perjuangan yang kami lakukan bertahun-tahun tak membuahkan perdamaian," tuturnyaItulah yang kemudian membuat Vera pada 2002 banting setirDia kemudian mendirikan sebuah LSM bernama Center for Peace.

Selain itu, dalam sesi tersebut dihadirkan Amanda Lindhout, mantan jurnalis yang diculik selama berbulan-bulan oleh gerilyawan Somalia dan baru dibebaskan pada 2009Dalam forum tersebut, dia bertemu Moe Muhamed, salah seorang anggota kelompok militan SomaliaSeperti Alvaro dengan FARC, Amanda menyatakan, kunci untuk melangkah maju dan menghentikan kekerasan adalah dengan cara memaafkannya.

Amanda memang luar biasaSetelah dibebaskan, dia mendirikan LSM bernama Global Enrichment Foundation untuk memberdayakan kelompok militan yang menculik dirinya tersebut.

Tak tertinggal, dari Indonesia ada Ali Fauzi dan Febby Firmansyah IrwanFebby adalah salah seorang survivor bom JW Marriott yang dilakukan Jamaah Islamiyah, tanzhim jihadi, dengan Ali Fauzi sebagai pentolannya.

"Acara ini memang luar biasaSaya merasakan tak ada unsur dendam dari para korbanSeperti saya dengan Febby ini," ujar Ali Fauzi lantas merangkul erat kawannya tersebut.

Febby mengungkapkan, dirinya telah mengikhlaskan semuaKarena itu, dia harus memberikan maaf.

Sesi hari kedua tersebut merupakan sesi panjang terakhir dalam konferensiMenurut Direktur Google Ideas Jared Cohen, hari pertama memang lebih banyak digunakan untuk merumuskan apa yang salah sehingga banyak kaum muda yang bergabung dengan kelompok militan"Pada hari kedua ini, kami lebih banyak bicara tentang konkretisasi program," tutur pria 29 tahun tersebut.

Misalnya, sesi yang masih berlangsung ketika berita ini ditulisYakni, membahas penataan ulang jaringan sosial"Intinya, kami ingin melakukan sesuatu untuk melawan ekstremismeSebab, perbuatan ekstremisme ini berefek terhadap semua aspek kehidupan," ujar pria yang mulai digadang-gadang menjadi presiden AS pada masa mendatang tersebut.

Sementara itu, penampilan delegasi dari Indonesia menuai pujianDalam sesi "menemukan dasar dari semua bentuk ekstremisme", salah seorang delegasi Indonesia, yakni Direktur Yayasan Prasasti Perdamaian Noor Huda Ismail, menjadi salah seorang panelisUraiannya mendapat pujian.

"Saya melakukan rebranding terhadap mereka dan mentransformasikan kawan-kawan jihadi iniSingkatnya, dari yang biasa membuat bom, mereka kini membuat bebek goreng atau membuat iga bakar," katanya yang kemudian disambut tawa dan tepuk tangan peserta.

Jangankan menawarkan deradikalisasi, Noor Huda menyatakan, dirinya mempersilakan bagi mereka yang mau radikal untuk tetap radikal"Tapi, harus benar-benar melihat konteks dan perjuangannyaSebab, jihad, atau apa pun sistem pertahanan, itu dipunyai tradisi mana pun," tegasnya.

Hadirin pun kemudian bertepuk tangan ketika dia menyatakan telah membentuk restoran sebagai wadah bagi para mantan ekstremis untuk memulai hidup baru(ano/iro/ito/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Setengah Jam Ikuti Persidangan, Petinggi Khmer Keluar


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler