Rebut Simpati, Galang Sumbangan

LAPORAN : AGUNG P. ISKANDAR, Bangkok

Minggu, 18 April 2010 – 00:41 WIB
Sebulan lebih aksi demonstrasi Kaus Merah berlangsung di Bangkok, ThailandSelama itu pula massa demonstran diberi makan dan minuman gratis

BACA JUGA: Jelang Wafat, Berwasiat dengan Tulisan Akar Rumput

Jawa Pos menelusuri dari mana biaya untuk aksi tersebut
Berikut laporannya:

  
Demonstrasi Kaus Merah benar-benar serius

BACA JUGA: Menelusuri Aset Jaksa Cirus Sinaga

Mereka tidak asal berorasi dan berteriak-teriak
Semua peralatan lengkap

BACA JUGA: Tugas Paramedis di UGD Buruh Migran

Mulai sound system (dipasang sepanjang jalan Ratchadamri tiap seratus meter), sejumlah kamera, hingga layar putih untuk menampilkan gambar dari proyektorAda lebih dari lima layar dipasang di sepanjang Jalan RatchadamriSelain itu, ada sejumlah televisi yang dipasang di belakang panggung untuk mengontrol siaran TV di Thailand
  
Itu masih peralatan elektronikUntuk konsumsi, Kaus Merah menyediakan makan siang dan soreMakanan itu dibagi di sejumlah dapur umumBelum lagi buah-buahan, air mineral, dan tenda-tenda yang dipasang mengelilingi areal sekitar panggung di perempatan Ratchaprasong"Kami menghimpun dana sendiri untuk membiayai demonstrasi," kata Arisman Pongruangrong, salah seorang pemimpin Kaus Merah, saat ditemui Jawa Pos di belakang panggung Ratchaprasong.
  
Pernyataan Arisman itu bukan pepesan kosongJawa Pos melihat sendiri, di belakang panggung Ratchaprasong terdapat meja khusus untuk semacam "kasir"Di meja itu tiga wanita duduk sambil membawa tumpukan kertas seperti kuitansiDipisahkan oleh pagar besi, mereka bertugas menerima duit donasi dari masyarakatSaat menerima sumbangan, tiga wanita itu memberi mereka semacam tanda terima dan menulis jumlah sumbangan di buku rekap.
  
Suthasinee Jittragamthai, wartawan harian Matichon (koran berbahasa Thailand), mengatakan bahwa para penyumbang biasanya berasal dari kalangan kelas menengahMereka, antara lian, pedagang, pengusaha, birokrat, dan petani kaya"Pokoknya kelas menengah lah," kata cewek yang akrab dipanggil Yim itu.
  
Jawa Pos sempat mengamati pengumpulan duit ituMasyarakat yang menyumbang begitu banyakTidak sampai antre, tapi yang menyumbang terus berdatanganMereka tidak hanya orang dewasa dan para warga seniorBeberapa anak juga ikut menyerahkan duit sumbangan
  
Jumlahnya pun beragamYang dewasa rata-rata memberikan 1.000 baht (sekitar Rp 300 ribu) hingga 3.000 baht (sekitar Rp 900 ribu)Yang anak-anak biasanya hanya 100 baht (sekitar Rp 30 ribu)
  
Niphada, salah seorang "bendahara" Kaus Merah, menunjukkan sebuah celengan berbentuk babiCelengan transparan itu hanya berisi duit koin bahtJumlahnya memang tak banyakTak sampai 500 baht"Yang memberikan tadi anak usia 6 tahunIni celengan dia," kata wanita yang tinggal di kawasan Pachaautit itu.
  
Jawa Pos lantas teringat ketika masyarakat Indonesia berbondong-bondong menyumbangkan koin untuk Prita MulyasariSaat itu juga ada anak-anak yang merelakan celengannya untuk disumbangkan kepada Prita.
  
Wanita yang akrab dipanggil Mui itu mengatakan, sehari rata-rata uang yang terkumpul 40.000"50.000 baht (sekitar Rp 12 juta hingga Rp 15 juta)Kalau buka sejak sebulan lalu, Kaus Merah paling tidak sudah mempunyai duit sekitar Rp 450 jutaItu baru dari satu mejaPaling tidak ada empat meja di sekitar panggungBelum termasuk sumbangan dari Thaksin, mantan perdana menteri Thailand, yang menurut Arisman ikut menyumbang walau tidak banyak.
  
Yim mengatakan, sumbangan tak hanya dalam bentuk uangBeberapa pemilik toko dan petani menyumbang dalam bentuk barang daganganMulai buah-buahan, air mineral, hingga berasSumbangan yang diterima tidak tanggung-tanggungKadang sumbangan air mineral dan makanan instan itu diangkut truk boks besar.
  
Apa alasan mendukung Thaksin" Imron Dengni, salah seorang warga Thailand dari daerah selatan, menuturkan bahwa Thaksin didukung lantaran kebijakannyaMantan PM Thailand yang tersingkir karena kudeta pada 2006 itu dinilai berpihak kepada rakyat miskin"Orang bisa meninggal di rumah sakit dengan hanya 30 baht (sekitar Rp 9.000)," kata Imron.
  
Meninggal di rumah sakit, bagi orang Thailand, adalah wujud kesejahteraanArtinya, mereka meninggal setelah menjalani perawatan di rumah sakitTidak meninggal di rumah tanpa perawatan"Kalau di zaman Abhisit, memiliki 30 baht tidak bisa masuk rumah sakit," ujar Imron bernada kesal(c4/kum)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kenangan Manis saat Masih Rukun dengan SBY


Redaktur : Auri Jaya

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler