jpnn.com - SERING merasa cepat marah padahal tidak ada penyebab yang jelas, atau bahkan sampai ingin bertindak kasar? Mungkin anda terkena Intermittent Explosive Disorder (IED), atau yang lebih sering disebut sebagai sindrom cepat marah.
Penderita IED biasanya kesulitan mengendalikan amarah. Bahkan kemarahan itu bisa berkembang hingga tidak dapat dikendalikan meski penyebabnya hal sepele. Mereka merasa lega ketika kemarahan itu meledak keluar. Tapi setelahnya, mereka merasa bersalah atas tindakan yang telah dilakukan.
BACA JUGA: Kebiasaan Makan Setelah Berenang Bisa Picu Kegemukan
Untungnya kini para peneliti telah menemukan solusinya. Sebuah riset di Amerika menemukan bahwa obat antiperadangan, salah satunya adalah aspirin, ternyata dapat membantu mengendalikan sindrom lekas marah. Sindrom IED ini didefinisikan sebagai ketidakmampuan dalam mengendalikan impuls untuk bereaksi secara agresif.
Para peneliti menyarankan orang-orang dengan temperamen tinggi untuk mengonsumsi aspirin. Menurut penelitian, sebutir aspirin mampu meredakan kemarahan yang meledak-ledak.
BACA JUGA: Kiat Alami Agar Tubuh Tetap Enerjik Sepanjang Hari
Studi itu juga menemukan bahwa kemarahan yang tidak terkontrol mungkin saja efek dari inflamasi, atau peradangan dalam tubuh. Begitu pula dengan IED yang biasanya menyerang pada akhir masa remaja.
Darah penderita sindrom cepat marah memiliki lebih banyak tanda terjadinya peradangan. Para penderita sindrom lekas marah juga memiliki level protein dua kali lebih tinggi dibanding orang biasa.
BACA JUGA: Wanita Sering Sesak Nafas Saat Olahraga
"Dua tanda itu secara konsisten dihubungkan dengan sikap yang agresif dan impulsif, tetapi tidak berhubungan dengan masalah kejiwaan lain," kata Profesor Emil Coccaro, seperti dilansir laman Telegraph, Jumat (30/1).
Para peneliti belum tahu apakah inflamasi memicu sifat agresif, ataukah sifat agresif yang menyebabkan terjadinya inflamasi. Namun, mereka yakin bahwa sindrom lekas marah berkorelasi kuat dengan inflamasi.
Sindrom cepat marah sering disalahartikan sebagai perilaku yang buruk. Padahal, sindrom tersebut sebenarnya adalah gangguan mental. Meski sering diremehkan, pada tahun 2006 gangguan ini telah menyerang 5 persen orang dewasa.(fny/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Media Sosial Pengaruhi Remaja untuk Merokok dan Mabuk
Redaktur : Tim Redaksi