Reformasi Perpajakan, Megawati Ingatkan Pentingnya Single Identification Number

Jumat, 28 Mei 2021 – 17:14 WIB
Presiden Kelima RI Megawati Soekarnoputri dalam webinar bertema Optimalisasi Penerimaan Pajak Melalui Penerapan SIN Pajak Demi Kemandirian Fiskal Indonesia, Jumat (28/5). Screenshot akun UPH di Zoom

jpnn.com, JAKARTA - Presiden Kelima RI Megawati Soekarnoputri mengingatkan optimalisasi penerimaan negara bisa dilaksanakan dengan memperkuat program Single Identification Number (SIN) atau Nomor Identitas Tunggal Perpajakan.

Menurut dia, program itu pernah berhasil saat era pemerintahannya.

Megawati mencatat pada 2001 sampai 2004, target penerimaan pajak tercapai, dan rasio pajak 12,3 persen.

"Pada 2001 penerimaan pajak mengalami surplus Rp1,7 triliun, dan 2002 kembali surplus, serta membukukan penerimaan pajak lebih dari Rp 180 triliun," kata Megawati dalam webinar Optimalisasi Penerimaan Pajak Melalui Penerapan SIN Pajak Demi Kemandirian Fiskal Indonesia, Jumat (28/5).

BACA JUGA: Kritisi Rencana Kenaikan Tarif Pajak, Fraksi PAN: Pemerintah Mencari Jalan Pintas

"Bahkan, pada 2002 dan 2003, penerimaan pajak mampu menutupi pengeluaran rutin negara."

Megawati lantas menjelaskan soal dasar filosofis dari program tersebut.

Awalnya adalah perspektif ideologis Bung Karno yang menegaskan jalan Trisakti, yaitu berdaulat di bidang politik, berdiri di atas kaki sendiri (berdikari) di bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang kebudayaan.

BACA JUGA: Orang Tua Yuliana Hanya Bisa Menangis Pijar di Atas Bak Mobil Polisi

Dalam konteks itu, sektor keuangan dilihat sebagai pilar penting bagi Indonesia yang berdaulat.

Megawati mengaku saat menjadi presiden, situasi tak mudah.

Dia harus bekerja membangun kedaulatan perekonomian Indonesia di tengah berbagai krisis multidimensi pada saat itu.

BACA JUGA: Sri Mulyani Beberkan Penerimaan Pajak hingga Akhir April, Capai 30,94 Persen

Megawati menyatakan, tugas menyelesaikan krisis moneter dan ekonomi sebagai akar persoalan politik dan sosial yang terjadi.

"Bayangkan, lebih dari 300 ribu kasus kredit macet dapat diselesaikan sesuai dengan perintah TAP MPR pada saat itu," kata Megawati.

Putri Bung Karno itu menambahkan, dirinya menyentuh soal reformasi perpajakan pada prosesnya.

Megawati mengaku beruntung bisa bertemu sosok Hadi Purnomo, yang waktu itu sebagai Dirjen Pajak.

Menurut Megawati, Hadi adalah sosok teknokrat, sangat memahami kebijakan fiskal melalui reformasi perpajakan.

Yang bersangkutan juga sekaligus menghadirkan sistem perpajakan sebagai sebuah instrumen keadilan sosial.

Bersama Hadi, Megawati lalu bisa memahami pentingnya SIN Pajak. Semangatnya ialah konsep transparansi perpajakan.

Megawati menjelaskan pada 31 Desember 1965, Bung Karno mengeluarkan Perppu Nomor 2 tahun 1965, mengenai Peniadaan Rahasia bagi aparat pajak.

Melalui Perppu tersebut, maka seluruh bank wajib memberikan semua keterangan yang dianggap perlu oleh Menteri Iuran Negara.

"Jadi, kalau orang sekarang menggembar-gemborkan transparansi, sebenarnya Bung Karno sudah terlebih dahulu mengenalkan konsep transparansi dalam sistem perpajakan kita dari 1965," kata Megawati.

Dalam 100 hari kepemimpinannya sebagai presiden, Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) itu berusaha merealisasikan proposal SIN Pajak kepada DPR.

Hasilnya, SIN Pajak tercantum dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2001 tentang APBN 2002.

Selain UU itu, disahkan pula Keppres Nomor 72 Tahun 2004 yang salah satu tujuannya yaitu meningkatkan pendapatan negara dari perpajakan melalui SIN Pajak.

Saat itu, konsep perubahan Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan juga telah dirampungkan, tentunya dengan memasukkan konsep SIN Pajak ke dalamnya.

Akhirnya undang-undang tersebut disahkan oleh DPR RI melalui Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007.

Namun, lanjut Megawati, ternyata undang-undang tersebut masih ada hambatannya.

Yakni, adanya undang-undang lain yang masih mengatur mengenai kerahasiaan, seperti contohnya Undang-undang Perbankan.

Masalah-masalah itu akhirnya diselesaikan Presiden Joko Widodo dengan Perppu Nomor 1 tahun 2017, yang disahkan DPR melalui Undang-undang Nomor 9 Tahun 2017 sebagai penyempurnaan dari Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007.
 
"Maka Perppu Nomor 2 Tahun 1965, lalu Undang-undang Nomor 19 Tahun 2001, dan Keppres Nomor 72 Tahun 2004, serta Undang-undang Nomor 9 Tahun 2017, saya kira merupakan sebuah rangkaian dalam satu garis lurus sebagaimana pengelolaan perpajakan yang seharusnya dilakukan," beber Megawati.

Rektor Universitas Pelita Harapan, Dr (HC) Jonathan L Parapak menyatakan, apresiasi atas pernyataan Megawati tersebut.

Sebab, pajak memang hal yang sangat penting bagi kemajuan Indonesia.

"Kiranya apa yang disampaikan ini diharapkan mampu membawa kemandirian bagi ekonomi negara dan kemajuan Indonesia," kata Parapak. (tan/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Megawati: Semua Harus Membuka Mata Batin, Pikiran, Jiwa, Sungguh-sungguh Menjalankan Pancasila


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler