Regulasi Longgar, Jalankan Usaha Masih di Tempat Tinggal

Rabu, 28 September 2016 – 02:38 WIB
Ilustrasi. Foto: Radar Semarang

jpnn.com - SURABAYA  - Proyek perkantoran di Surabaya menunjukkan pertumbuhan yang cukup bagus.

Namun, banyak usaha di Kota Pahlawan yang masih dijalankan di rumah tinggal.

BACA JUGA: Kualitas Rendah, Garam Lokal Kalah Bersaing

Hal itu disebabkan regulasi pemerintah daerah tentang tempat usaha di Surabaya belum seketat di Jakarta.

Senior Associate Director Research Colliers International Ferry Salanto menyatakan, kebanyakan pengembang di Jakarta berupaya memaksimalkan koefisien lantai bangunan (KLB) dan koefisien dasar bangunan (KDB).

BACA JUGA: Sektor Migas Paling Siap Bentuk Holding BUMN

Dengan demikian, mereka membangun proyek baru yang disesuaikan KLB dan KDB.

”Banyak pengembang yang memaksimalkan KLB dan KDB di Jakarta karena ketentuan membuka usaha harus di tempat yang memang diperuntukkan bagi perkantoran. Berbeda di Surabaya, membuka usaha di dalam gedung perkantoran belum diharuskan,” ujarnya kemarin (26/9).

BACA JUGA: Dukung Riset Pangan, Pupuk Indonesia Kucurkan Rp 30 Miliar

Sepanjang 2015, tidak ada penambahan suplai perkantoran. Namum, pada 2016 sejumlah proyek perkantoran baru mulai berdiri.

Diproyeksikan, sepanjang 2016–2018, suplai meningkat rata-rata sekitar 30 persen per tahun.

”Tiga gedung perkantoran menambah suplai 72.821 meter persegi pada semester kedua tahun ini. Sementara itu, suplai pada 2017–2018 bisa mencatatkan tambahan 238.592 meter persegi,” katanya.

Industri yang bergerak di bidang infrastruktur, termasuk pembangunan jalan dan pembangkit listrik, bisa menjadi tenant utama di gedung-gedung perkantoran.

Kemudian, ditunjang sektor industri asuransi, perbankan, dan sektor keuangan terkait.

”Kami memperkirakan ada peningkatan penyerapan pada 2016. Antara lain, komitmen tenant terhadap pengoperasian gedung perkantoran baru dan kecenderungan para pengusaha di Jakarta melakukan ekspansi usaha ke Surabaya. Sekarang harga sewa dan service charge cenderung stabil,” urainya.

Sementara itu, tingkat okupansi pada 2010–2015 tumbuh moderat. Hanya, pertumbuhan okupansi perkantoran yang baru beroperasi turun menjadi 81,1 persen.

Di sisi lain, rata-rata okupansi gedung perkantoran mencapai 80 persen. Tahun lalu okupansi sempat turun.

Apalagi, beroperasinya perkantoran baru membuat okupansi turun sembilan persen.

Sementara itu, pada semester pertama tahun ini, rata-rata service charge dikenakan Rp 69 ribu per meter persegi.

Kebanyakan gedung perkantoran meninjau kembali service charge setiap dua tahun sekali.

Secara rata-rata, pertumbuhan service charge adalah 10–11 persen per tahun.

Tarif service charge sendiri berbeda-beda dengan rentang mulai Rp 25–95 ribu per meter persegi tiap bulan dengan tarif sewa mulai Rp 50 ribu hingga Rp 80 ribu per meter persegi per bulan. (res/c21/sof/jos/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Target E-Commerce Indonesia, Transaksi USD 130 Miliar


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler