jpnn.com, SURABAYA - Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI) Soelaeman Soemawinata mengungkapkan, hingga Juli lalu, pihaknya merealisasikan 108 ribu rumah.
Rumah tersebut terdiri atas 94 ribu rumah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan 14 ribu rumah susun sederhana sewa (rusunawa) di DKI Jakarta.
BACA JUGA: Apersi Dorong Pembangunan Perumahan di Kota Penyangga
”Tahun lalu 120 ribu, tahun ini target kami 200 ribu rumah,” ungkapnya seusai pembukaan musyawarah daerah XIV REI Jatim, Rabu (30/8).
Tahun lalu, Indonesia hanya bisa merealisasikan 870 ribu rumah.
BACA JUGA: Hunian di Wilayah Bogor dan Bekasi jadi Lokasi Paling Diburu
Karena itu, REI sebagai salah satu penyumbang terbesar, terutama untuk rumah nonsubsidi, menyatakan akan terus meningkatkan target realisasi pembangunan rumah setiap tahun.
Menurut Soelaeman, banyak hambatan yang masih dihadapi pengembang untuk membangun rumah MBR.
BACA JUGA: Ini Kata Tina Toon Soal Rumah Ideal Generasi Milenial
Hambatan pertama adalah perizinan yang terlalu lama di beberapa daerah.
Hal tersebut terjadi karena belum semua daerah merespons dengan baik Peraturan Pemerintah No 64 Tahun 2016 tentang Pembangunan Perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah.
”Beberapa sudah ada yang merespons dengan baik, tapi tidak banyak. Contohnya, Jambi, Bandung, dan Manado,” ungkapnya.
Hambatan selanjutnya ialah penyediaan listrik dan air bersih. Tidak semua daerah memiliki penyedia air bersih.
Bahkan, di beberapa tempat, ada yang mengalami hambatan listrik.
Realisasi pembangunan menjadi terhambat jika fasilitas itu tidak mendukung, sesuai dengan peraturan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
”Hal tersebut bukan tanggung jawab pengembang. Tapi, pengembang justru terkena imbasnya,” imbuh Soelaeman.
Sementara itu, hambatan terbesar untuk rumah nonsubsidi adalah rendahnya aliran dana ke industri properti.
Sebab, banyak uang masyarakat yang diendapkan di perbankan dan disimpan sendiri.
”Kami ingin mendobraknya agar uang masyarakat ini bisa diinvestasikan ke industri properti. Bagaimanapun, industri properti ini memiliki multiple effect sehingga bisa menaikkan pertumbuhan ekonomi secara cepat,” jelasnya.
Salah satu penyebab utama masalah tersebut adalah suku bunga konstruksi yang masih tinggi, yaitu antara 12 dan 13 persen.
Padahal, BI sudah memangkas suku bunga acuan (BI rate) menjadi 4,5 persen.
”Inflasi juga sudah berada di kisaran tiga persen. Seharusnya suku bunga konstruksi bisa turun, paling tidak sembilan persen,” katanya. (pus/c24/sof)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jokowi Resmikan Proyek Rumah DP Satu Persen di Kaltim
Redaktur & Reporter : Ragil