jpnn.com, JAKARTA - Wacana mengenai pentingnya partai politik mendapatkan bantuan dana dari APBN secara signifikan, terus menggelinding.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali merekomendasikan negara memberikan kontribusi 50 persen dari dana kebutuhan partai. Hitungan KPK, kontribusi itu bisa tembus lebih dari Rp 9 triliun untuk satu tahun anggaran.
BACA JUGA: Bos KPK Usul Parpol Dibiayai Negara, Fadli Setuju 100 Persen
Besaran kontribusi itu kembali disampaikan KPK sejalan dengan momen tahun politik pilpres dan pileg tahun depan. Besaran itu merupakan akumulasi dari perolehan suara yang diperoleh parpol baik di tingkat pusat, provinsi hingga kabupaten atau kota yang kemudian dikalikan angka Rp 10.706 per suara. Angka itu naik sedikit dari rekomendasi KPK sebelumnya Rp 10 ribu per suara.
”Pembagian (bantuan keuangan parpol, Red) sesuai jumlah suara yang berbeda,” kata Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat (Dikyanmas) KPK Giri Suprapdiono kepada Jawa Pos.
BACA JUGA: Bamsoet Apresiasi Usulan KPK soal Parpol Dibiayai Negara
Menurut Giri, dari Rp 9 triliun, Rp 2,4 triliun diantaranya dialokasikan untuk pendanaan parpol di tingkat pusat. ”Kalau untuk daerah nilainya tentu lebih besar,” ujarnya.
Sampai saat ini, isu mengenai bantuan keuangan parpol masih terus berkembang. Belum ada kata sepakat. Baik dari DPR, pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang mengawal isu tersebut. Pembahasan penambahan dana parpol selalu diwarnai perdebatan pro dan kontra. Nah, KPK dalam hal ini berada di posisi tengah.
BACA JUGA: Bahtiar: Dana Merupakan Hal Vital dalam Partai Politik
Sejauh ini, berdasar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5/2009 tentang Bantuan Keuangan kepada Partai Politik telah mengatur besaran bantuan. Yakni, Rp 1.000 per suara. Merujuk penelitian Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), bantuan itu hanya berkontribusi sebesar 13 persen terhadap keuangan parpol.
Giri menjelaskan, penambahan bantuan parpol merupakan bagian dari upaya mewujudkan sistem integritas partai politik (SIPP). Merujuk kajian KPK, para politikus yang menjabat kepala daerah dan legislator mengeluh dengan tingginya biaya politik. Beban itu yang kemudian cenderung menjadi akar korupsi kepala daerah dan anggota dewan.
”Maka sebenarnya korupsi menjadi sumber pendanaan politik itu sendiri. Kita harus mengganti dengan sumber pendanaan (politik, Red) yang legal,” jelas Giri. Bantuan parpol itu nantinya diharapkan meng-cover biaya kontestasi dan kampanye. Serta, biaya operasional partai lain, seperti sewa gedung, atribut, kaderisasi, sampai pendidikan politik.
Bila kajian KPK mendapat perhatian serius dari pihak terkait, racikan angka kontribusi bantuan parpol yang telah disusun sejak 2016 itu bisa saja diterapkan tahun depan. Dengan catatan, seluruh parpol sepakat dengan hitungan itu. ”Ini butuh kesepakatan politik,” kata Giri.
Meski demikian, Giri menyebut gagasan itu memiliki tantangan besar. Sebab, saat ini banyak pemilik parpol yang berlatar belakang pengusaha. Latar belakang itu tentu mempengaruhi sikap parpol. ”Saat ini kita sedang melawan oligarki (kelompok elit kecil yang berkuasa, Red) politik,” sindir mantan Direktur Gratifikasi KPK tersebut.
Tantangan kedua, pendanaan politik yang menyesuaikan jumlah perolehan suara itu dikhawatirkan hanya akan menguntungkan partai-partai besar.
”Pendanaan itu (parpol) sesuatu keniscayaan. Jadi, ada tidaknya seorang pemilik modal, ada atau tidak yang memegang kekuasaan, partai politik itu harus berjalan dengan pendanaan yang ideal,” imbuh dia. (tyo)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dana 23 Miliar Digelontorkan untuk Parpol
Redaktur & Reporter : Soetomo