Rekrutmen PPPK Memang Kacau, Bermasalah sejak Awal

Sabtu, 28 September 2019 – 05:34 WIB
Tenaga honorer K2 yang tidak lulus tes PPPK mendatangi Kantor Bupati Tabanan untuk meminta Bupati Eka Wiryastuti perjuangkan nasibnya ke pemerintah pusat. Foto: Ist for Radar Bali/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Koordinator Honorer K2 Bondowoso Jufri mengaku sudah menduga sejak awal bahwa kebijakan pemerintah tentang pengadaan PPPK (pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja) bakal banyak masalah.

Indikasinya, pelaksanaan pengadaan PPPK tahap I tahun 2019 terkesan dikebut, mengejar target sebelum Pemilu 2019. Padahal saat itu belum jelas mekanisme penggajiannya.

BACA JUGA: Wahai Pemerintah, Honorer K2 Juga Bisa Marah seperti Mahasiswa

Terbukti hingga saat ini honorer K2 yang lulus seleksi PPPK tidak jelas kapan akan mengantongi NIP. Alasannya, pemberkasan PPPK terkendala anggaran.

"Seharusnya honorer K2 yang dinyatakan lulus PPPK dan telah diajukan pemda dengan menyertakan kesanggupan penyediaan anggaran yang diambilkan dari DAU APBD segera dilakukan proses pemberkasan dan penetapan NIP, sama halnya dengan honorer K2 yang dinyatakan lulus CPNS. Mereka langsung melakukan proses pemberkasan dan penetapan NIP sesuai Perka BKN 14/2018," beber Jufri kepada JPNN.com, Jumat (27/9).

BACA JUGA: Revisi UU ASN Sulit Diharapkan, Saatnya Honorer K2 Fokus Perjuangkan Keppres

Dia melanjutkan, secara teknis anggaran penggajian PPPK di daerah sudah beres ketika pemda sudah mengajukan usulan pemberkasan ke pusat. Artinya pemda sudah siap dana untuk penggajian.

Selain itu pemberkasan dan penetapan NIP PPPK sudah diatur dengan jelas dalam Perka BKN 1/2019 tentang Petunjuk Teknis Pengadaan PPPK.

BACA JUGA: Mulai Putus Asa, Sebagian Honorer K2 Alih Profesi

Kemudian, pengadaan PPPK Tahap II yang ditunda sampai 2020. Pemda akan berpikir dua kali untuk mengadakan rekrutmen PPPK jika penggajiannya masih diambilkan dari DAU APBD.

"Pemda akan bermain aman hanya dengan mengajukan kekurangan PNS karena anggarannya telah disediakan di pusat," ucapnya.

Dia juga memertanyakan berapa sebenarnya kebutuhan PNS dan PPPK jika dilihat melalui analisa jabatan (Anjab) dan analisa beban kerja (ABK) yang dikirim Pemda ke pusat sesuai implementasi PP 11/2017 dan PP 49/2018.

"Jika sesuai aturan alokasi ASN di daerah harus 30 persen PNS dan PPPK 70 persen. Apakah PPPK di daerah sudah 70 persen, kok rekrutmen CPNS yang dibuka? Apa karena anggaran penggajian PPPK masih belum ada titik temu?," sergahnya.

Jufri menambahkan, terlihat jelas dari Surat Menpan-RB dan tindak lanjutnya di daerah, semua mengerucut pada pengadaan CPNS, bukan pengadaan PPPK. Di antaranya, Surat Menpan-RB, Nomor : B/617/M.SM.01.00/2019, tanggal 17 Mei 2019, perihal Pengadaan ASN tahun 2019 yang dijadikan rujukan UU 5/2014, PP 11/2017, PP 49/2018 tentang kewajiban Pemda melakukan Anjab dan ABK.

Kemudian surat Menpan-RB, Nomor : B /846/SM.01 00/2019, tanggal 26 Juli 2019, perihal Pembaruan Data E-Formasi yang dijadikan dasar adalah PP 11 2017.

Surat BKD Kabupaten Bondowoso, Nomor : 813/224/430.10.1/2019, tanggal 25 September 2019, perihal Permintaan Data Bezetting ASN Tahun 2019, yang dijadikan dasar rujukan adalah PP 11/2017.

"Artinya pemerintah tidak serius menjalankan amanat PP 49/2018 bahwa pengadaan PPPK harus 70 persen di daerah. Pemda pun akan bermain aman dengan hanya merekrut PNS baru," tutupnya. (esy/jpnn)

 


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler