Rela Lepas Masker 1 Menit Hanya untuk Foto Bersama? Bahaya!

Sabtu, 07 Agustus 2021 – 15:45 WIB
Ilustrasi - Komunitas Aku Badut Indonesia (ABI) mengampanyekan pemakaian masker di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan, Senin (12/7/2021). Foto: Ricardo/jpnn.com

jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah mengingatkan kecenderungan orang mulai rela melapas masker sesaat demi foto bersama.

Menurut Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi, hal tersebut tidak baik untuk dilakukan.

BACA JUGA: Program Bantuan Kuota Belajar Kembali Hadir, Begini Cara Mendapatkannya

"Foto bersama cuma 1 menit buka masker, padahal ada satu hal yang selalu mengintai kalau lengah," ujar Nadia dalam acara webinar bertajuk 'Hoaks, Fakta, Sains, Pejuang Isoman COVID-19', Sabtu (7/8).

Nadia kemudian mengingatkan, taat mengenakan masker penting saat berada di luar rumah.

BACA JUGA: Stafsus Presiden Puji Program Pelatihan 1 Juta Petani Milenial Kementan

Selain itu, sebaiknya tetap rajin mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan dan mengurangi mobilitas demi mencegah terkena COVID-19 dan tidak berkontribusi pada peningkatan kasus di masyarakat.

Menurut Nadia, lonjakan kasus COVID-19 beberapa bulan lalu antara lain akibat tingginya mobilitas orang-orang dan mulai lengah pada prokotol kesehatan.

BACA JUGA: 10 Penyakit Bablas dengan Menggunakan Daun Pisang

Seperti tak lagi menjaga jarak satu meter dalam berkegiatan seperti rapat, berkerumun di pesta pernikahan yang tidak terdapat aturan pembatasan jumlah tamu dan makan di restoran beramai-ramai.

"Peningkatan kasus yang sangat signfikan yakni akibat lengahnya protokol kesehatan ditambah mobilitas yang tinggi."

"Masyarakat kendor dengan protokol kesehatan. Restoran ramai kembali, mulai makan bukan hanya bersama keluarga tetapi bersama teman-teman, rapat tanpa protokol kesehatan jaraknya sudah tidak 1 meter lagi," kata dia.

Nadia kemudian mengingatkan bahwa kondisi saat ini berbeda dari tahun lalu.

Saat ini muncul berbagai varian virus akibat mutasi yang terjadi, salah satunya varian Delta.

Varian ini lebih cepat menular dengan risiko penularan 60 persen lebih tinggi dari varian Alfa atau virus aslinya (yang berasal dari Wuhan, Tiongkok).

Varian Delta juga meningkatkan jumlah kasus yang membutuhkan perawatan, menurunkan efektivitas vaksin walau sampai saat ini vaksin-vaksin yang ada masih efektif melawan virus termasuk varian Delta.

"Varian Delta juga lebih cepat menular di antara anak-anak sekolah, CT Value lebih rendah kalau positif 16, 20 padahal sebelumnya 25, 30, 32," tutur Nadia.

Munculnya varian baru SARS-CoV-2 ini akibat makin banyaknya infeksi pada suatu populasi yang kemudian meningkatkan kejadian mutasi virus.

"Perlu diperhatikan juga, kalau makin banyak infeksi yang muncul, maka mutasi virus akan makin meningkat."

"Makanya varian Delta muncul karena begitu banyak infeksi yang terjadi di India, akhirnya menimbulkan varian atau virus baru yang berbeda dari virus aslinya," kata Nadia.

Seseorang yang terkena COVID-19 umumnya mengalami gejala infeksi saluran pernapasan, seperti batuk, pilek, demam, sakit seluruh badan, hilang indera penciuman dan perasa, bahkan sering juga didahului dengan diare.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) menyatakan, dalam dua penelitian berbeda dari Kanada dan Skotlandia, bahwa pasien yang terinfeksi varian Delta lebih mungkin dirawat di rumah sakit daripada pasien yang terinfeksi Alfa atau strain virus asli.(Antara/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler