jpnn.com, JAKARTA - Remaja asal Sumatera Utara (Sumut) Ayu Juwita akhirnya menjadi menteri meski hanya sehari.
Dia menggantikan posisi Yohana Yambise sebagai menteri pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.
BACA JUGA: Menteri Yohana Kecam Pemerkosaan Anak Tujuh Tahun di Abepura
Hal itu terjadi dalam program Sehari Jadi Menteri yang digagas Plan International Indonesia, Rabu (11/10).
Acara itu juga untuk memperingati Hari Anak Perempuan Internasional (International Day of the Girls) yang jatuh setiap 11 Oktober.
BACA JUGA: Anak Perempuan Terpilih Jadi Gubernur NTT selama Sehari
“Hari Anak Perempuan Internasional bisa dijadikan momentum bagi semua pihak untuk memperkuat upaya pemberdayaan dan perlindungan anak perempuan, terutama dalam mendukung pencegahan perkawinan anak. Hal ini juga merupakan bentuk dukungan kami untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals/SDGs) poin kelima,” kata Country Director Plan International Indonesia Myrna Remata-Evora di Jakarta, Rabu (11/10).
Melalui kegiatan ini, Plan International Indonesia memberikan kesempatan bagi anak Indonesia khususnya anak perempuan untuk belajar jadi pemimpin.
BACA JUGA: Dorong Raja Ampat jadi Kabupaten Layak Anak Pertama di Papua
Hal ini sesuai dengan komitmen Plan International untuk memastikan anak perempuan di seluruh dunia dapat belajar (learn), memimpin (lead), memutuskan (decide), dan berkembang dengan baik (thrive).
Acara Sehari Jadi Menteri ini diikuti oleh 21 anak dan kaum muda terpilih dari berbagai wilayah Indonesia.
Mereka terpilih setelah mengikuti proses seleksi yang melibatkan Kementerian PPPA, serta didukung oleh UNICEF, dan Aliansi AKSI.
Pada event ini, ke-21 anak muda itu berpartisipasi dalam setiap pengambilan keputusan, terutama menyangkut hal yang berdampak pada kehidupan anak perempuan.
Berkantor di KPPPA, Ayu Juwita menjadi menteri dan memimpin rapat pimpinan bersama sekretaris menteri, deputi, dan asisten deputi, yang juga diisi oleh anak muda.
“Kaum muda adalah pemimpin masa depan. Salah satu masalah yang paling mendesak yang dialami banyak kaum muda di Indonesia saat ini adalah perkawinan usia anak. Fenomena perkawinan usia anak berpotensi mengakhiri pendidikan anak perempuan, merusak kesehatannya dan membuat mereka menghadapi risiko kekerasan yang lebih tinggi,” kata Perwakilan UNICEF Indonesia Lauren Rumble.
Perwakilan Aliansi AKSI Lies Marcoes mengatakan, Rumah Kitab sebagai lembaga riset advokasi pencegahan perkawinan anak sangat mengapresiasi kegiatan Hari Anak Perempuan Internasional.
“AKSI melihat dampak buruk perkawinan usia anak seharusnya dapat dicegah dengan pemberian informasi yang tepat bagi remaja dalam mencegah kawin anak", kata Lies Marcoes. (jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Waspada! Situs Nikah Siri Hanya Kedok Prostitusi
Redaktur & Reporter : Ragil