jpnn.com, JAKARTA - Dewan Periklanan Indonesia (DPI) mempertanyakan rencana pelarangan iklan produk tembakau di ruang publik maupun internet di dalam draft Peraturan Pemerintah (PP), yang sedang disusun Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Sebagai salah satu pihak yang berkaitan erat dengan industri hasil tembakau, DPI mengaku belum pernah dilibatkan dalam pembahasan aturan turunan Undang-Undang (UU) Kesehatan tersebut.
BACA JUGA: Produk Tembakau Alternatif Minim Risiko Dibanding Rokok
Padahal, dampak aturan soal tembakau pada periklanan nasional sangat besar, seperti dalam aspek tenaga kerja hingga pemasukan.
“Pihak periklanan seharusnya dilibatkan dalam perumusan aturan turunan iklan produk tembakau tersebut. Dewan Periklanan Indonesia juga layak didengarkan pertimbangannya. Minimal adalah Persaturan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) juga dilibatkan. Ini kami belum mengetahui sama sekali informasinya,” ujar Ketua Badan Musyawarah Regulasi DPI, Herry Margono.
BACA JUGA: SIG Ajak Vlogger & Masyarakat Rembang Bijak Berekspresi di Medsos
Selain itu, disebutkan bahwa Rancangan PP turunan UU Kesehatan tersebut turut menyertakan pelarangan mengiklankan produk tembakau di tempat penjualan dan ruang publik.
“Ini juga perlu diperjuangkan. Kenapa kok enggak boleh sama sekali ada promosi rokok di ruang publik? tanya Herry.
BACA JUGA: Jadi Tuan Rumah PIQI 2023, Pupuk Kaltim Perkuat Inovasi
Herry melanjutkan, draft PP ini perlu disosialisasikan kepada publik, terutama mengenai wacana pelarangan-pelarangan tersebut.
Dia juga mengingatkan pemerintah bahwa wacana pelarangan iklan produk tembakau akan berdampak buruk tidak hanya bagi industri hasil tembakau, tapi juga termasuk industri ekonomi kreatif, termasuk di dalamnya industri periklanan, pertunjukan, media, dan hiburan.
Padahal, menurutnya, saat ini mayoritas industri tersebut sedang berupaya pulih pascaterdampak pandemi COVID-19 yang imbasnya berlangsung cukup lama.
“Pembatasannya sudah baik selama ini. Jadi, kenapa harus ada pengetatan lagi? Ini perlu dijelaskan kepada publik,” kata Herry.
Selain itu, Herry juga menekankan bahwa di draft PP terbaru ini, aturan mengenai periklanan produk tembakau di media penyiaran hanya membolehkan iklan rokok mulai dari jam 23.00 sampai jam 03.00.
Herry menambahkan pihaknya bahkan belum mendapatkan pemberitahuan tentang rencana bentuk aturan turunan UU Kesehatan yang semula akan terdiri dari 108 PP terpisah, tetapi akan diringkas menjadi satu PP.
“Yang penting adalah harmonisasi regulasi saja. PP-nya tidak bertentangan dengan UU-nya, sehingga kalau di UU-nya tidak dilarang, ya semestinya di aturan turunannya juga tidak dilarangnya,” tegasnya.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy Artada