Rencana Pembentukan Dewan Keamanan Nasional Dinilai Minim Partisipasi Publik

Senin, 12 Desember 2022 – 21:28 WIB
Diskusi publik bertema Quo Vadis Pembentukan Dewan Keamanan Nasional di Kampus FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Senin (12/12). Foto: source for JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Rencana pembentukan Dewan Keamanan Nasional (DKN) melalui peraturan presiden atau perpres masih menuai kritikan dari akademisi lantaran dianggap minim pelibatan masyarakat.

Kaprodi HI FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Faisal Nurdin Idris menyebut rencana pembentukan DKN perlu diteliti dari aspek politik.

BACA JUGA: Pembentukan DKN Dianggap Upaya Mengembalikan Militerisasi Sipil Era Orba

Menurut Faisal, jika melihat proses pembentukannya, penyusunan Rancangan Perpres DKN tidak melibatkan masyarakat secara luas, bahkan cenderung menghindari debat panjang di DPR.

Sementara, dia menilai dalam pembuatan aturan atau legislasi sangat penting melibatkan masyarakat. Namun, belakangan hal tersebut seolah-olah diabaikan.

BACA JUGA: Soal Kendala Kasus Formula E, Ferdinand: KPK Jangan Cemen

"Berkaca pada kasus pembentukan Omnibus Law Cipta Kerja misalnya, atau RKUHP yang baru saja disahkan, termasuk soal Ranperpres DKN ini sepertinya belum ada pelibatan masyarakat yang bermakna dalam prosesnya," ucap Faisal.

Hal itu disampaikan Faisal dalam diskusi publik bertema Quo Vadis Pembentukan Dewan Keamanan Nasional di Kampus FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sebagaimana siaran pers, Senin (12/12).

BACA JUGA: Anies Mencuri Start Kampanye? Pernyataan Ketua Bawaslu Tegas Sekali

Sementara itu, dosen FH Universitas Brawijaya Milda Istiqomah menyebut belakangan ini ada upaya peningkatan kekuatan militer di Indonesia, seperti militerisasi sipil melalui pembentukan Komponen Cadangan (Komcad).

Upaya itu juga dilakukan melalui revisi UU Terorisme yang memberikan kewenangan luas kepada TNI dalam penanganan terorisme, serta rencana pembentukan DKN melalui rancangan Perpres yang diajukan pada Agustus lalu.

Secara garis besar, kata Milda, ada beberapa pola yang berulang dilakukan pemerintah, yakni membuat kebijakan terburu-buru, serta tanpa ada meaningful participation dari masyarakat.

Hal itu menurutnya mengulang cerita pembentukan UU Ciptaker, revisi UU KPK, RKUHP dan regulasi lainnya, di mana pemerintah tidak menggubris pendapat publik.

"Pembentukan DKN ini seharusnya dibentuk melalui UU, bukan Perpres. Dengan demikian ada pola untuk mengambil jalan pintas dengan mengajukan Ranperpres soal DKN ini," ujar Milda.

Dia juga berpendapat Ranperpres DKN yang konon telah diusulkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Agustus lalu tidak memiliki landasan atau cantelan hukum, sehingga secara normatif tidak tepat dibentuk melalui perpres.

Selain itu, dia menyebut tidak ada catatan evaluasi terhadap Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas), sehingga membuat wacana pembentukan DKN makin tidak jelas.

Milda mengatakan konsekuensi dari pembentukan DKN melalui perpres nantinya antara lain terjadinya tumpang tindih kewenangan antarlembaga.

"Kenapa tidak menguatkan lembaga yang sudah ada saja," kata Milda menyarankan. (fat/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler