Rencana Wiranto untuk Keamanan Papua itu Keliru Besar

Rabu, 21 Agustus 2019 – 19:15 WIB
Ali Mochtar Ngabalin mendampingi Menkopolhukam Wiranto menyampaikan keterangan pers terkait kerusuhan di Manokwari. Foto: Humas Kemendagri

jpnn.com, JAKARTA - Peneliti HAM dan sektor Keamanan SETARA Institute Ikhsan Yosarie menilai, sikap pemerintah atas menguatnya rasisme terhadap warga Papua dan aksi unjuk rasa di Papua dan Papua Barat, menggambarkan ketidakmampuan atau keengganan memahami Papua secara utuh dan mengatasi persoalan secara mendasar.

"Anjuran bersabar dan saling memaafkan serta seremoni pertemuan elite daerah bisa saja mendinginkan suasana dan membangun kondusivitas sementara di Papua. Tetapi, sepanjang persoalan mendasar Papua tidak diatasi, potensi kekerasan, pelanggaran HAM dan ketidakadilan akan terus dialami warga Papua," ujar Ikhsan di Jakarta, Kamis (21/8).

BACA JUGA: Arief Poyuono Cerita Kisah Anak Papua Terdiam saat Ditanya soal Cita-cita

BACA JUGA : Pengakuan Mahasiswi asal Papua, Oh Ternyata

Persoalan mendasar yang dimaksud Ikhsan meliputi ketidakadilan politik, ekonomi dan sosial. Selain itu, klaritas sejarah integrasi yang masih dipersoalkan sebagian warga Papua.

BACA JUGA: Papua Barat Masih Memanas, Kemendagri Analisis Pemicu Konflik

Ikhsan menambahkan, rencana Menkopulhukam Wiranto untuk menambah pasukan TNI/Polri di Papua, adalah gambaran kekeliruan dalam memahami Papua, yang justru berpotensi membuat kondisi semakin tidak kondusif.

Dia menilai perspektif keamanan dan stabilitas negara yang dikedepankan pemerintah merupakan bentuk upaya pemantapan stabilitas melalui daya paksa dan tata keamanan yang membatasi kebebasan warga.

BACA JUGA: Fahri Hamzah Ingatkan Jokowi Jangan Hanya Bilang Sabar

"Pilihan melindungi objek vital negara dibanding melindungi hak asasi warga Papua sama sekali tidak menunjukkan upaya pengutamaan keamanan manusia," katanya.

BACA JUGA : Warga Papua Terluka, Fahri Heran Jokowi Tidak Marah

Ikhsan juga menilai, rasisme dan stereotip pemberontak yang mengendap di kepala para pejabat Indonesia sangatlah destruktif, sehingga upaya-upaya yang dilakukan dalam rangka pemulihan seharusnya berbasis pada keamanan manusia baik dari segi perspektif, pendekatan maupun praksis penyikapan.

Dalam human security, subjek atas keamanan bukan semata-mata negara, melainkan manusia yang ditujukan untuk memastikan pemenuhan HAM, rasa aman dan keamanan warga Papua.

"Untuk itu, SETARA Institute mendorong Presiden Jokowi meretas politik rekognisi kemanusiaan dan politik bagi warga Papua, sebagai basis penanganan Papua secara holistik," tuturnya.

Ikhsan menilai langkah yang dimaksud bisa dimulai dengan membentuk dan mengutus utusan khusus presiden ke Papua untuk membangun komunikasi konstruktif, membangun sikap saling percaya dan memahami sebagai basis dialog Jakarta-Papua.

Jalan dialog dinilai akan mengurangi konflik bersenjata antara Organisasi Papua Merdeka (OPM) sekaligus meletakkan warga Papua sebagai subjek utama pengutamaan keadilan pembangunan berkelanjutan.(gir/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Persaudaraan PENA: Kasus Mahasiswa Papua, Mengusik Jati Diri Bangsa


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler