jpnn.com - MOSKOW - Seperti prediksi, Republik Crimea lepas dari pangkuan Ukraina. Hasil referendum Minggu (16/3) menunjukkan bahwa sekitar 97 persen pemilih di semenanjung Laut Hitam lebih memilih bergabung dengan Rusia. Kemarin (17/3) Kremlin pun menyambut baik hasil referendum kontroversial tersebut.
“Sebanyak 96,8 persen pemilih memberikan suara mereka untuk Rusia dalam pemungutan suara Minggu lalu,” ujar Mikhail Malyshev, ketua komisi referendum, dalam jumpa pers kemarin.
BACA JUGA: Pangeran Harry Tipu Pengusaha
Dia juga menyatakan, referendum yang memantik ketegangan Rusia dan negara-negara Barat itu berlangsung sangat lancar. Sejauh ini, menurut Malyshev, tidak ada satu keluhan pun yang masuk soal referendum tersebut.
Pendapat senada dipaparkan Valery Ryazantsev, kepala tim pengawas Rusia di Crimea. Politikus perempuan yang menjadi anggota majelis tinggi Rusia itu menuturkan, hasil referendum tersebut tidak perlu diragukan lagi. “Tidak ada alasan untuk menyebut hasil referendum itu tidak sah,” jelasnya dalam wawancara dengan kantor berita Interfax.
BACA JUGA: Suriah Rusuh, Lebanon Kirim Pasukan ke Perbatasan
Para politisi senior Rusia di Moskow menyebutkan, kembalinya Crimea ke wilayahnya merupakan sesuatu yang tidak bisa dihindarkan lagi. Sejak parlemen Crimea memutuskan bergabung dengan Rusia awal bulan ini, Kremlin optimistis wilayah otonomi khusus Ukraina yang dulu merupakan bagian dari Negeri Beruang Merah itu akan kembali ke pangkuan mereka.
Jika Rusia bersorak menyambut Crimea, tidak demikian dengan Ukraina dan negara-negara Barat. Kemarin Amerika Serikat (AS) dan negara-negara anggota Uni Eropa (UE) langsung merumuskan sanksi untuk Rusia. Menurut kabar, negara-negara pendukung Ukraina tersebut akan menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap Rusia.
BACA JUGA: Bill Gates: Snowden Bukan Pahlawan
Sementara itu, Ukraina yang harus kehilangan sekitar 2 juta penduduk di Crimea mengungkapkan referendum tersebut sebagai sirkus. Perdana Menteri (PM) Arseniy Yatsenyuk menyalahkan Rusia sebagai dalang lahirnya referendum. Kini krisis yang bermula dari kemelut politik Ukraina itu telah melebar menjadi isu regional. Apalagi setelah Crimea memutuskan bergabung dengan Rusia.
Tanda-tanda “kemenangan” Rusia sudah muncul sekitar dua pekan lalu. Tepatnya sejak pasukan Putin semakin berani menunjukkan eksistensi mereka di semenanjung yang sebagian besar penduduknya menggunakan bahasa Rusia tersebut. Dengan dalih melindungi kepentingan Moskow di Crimea, Kremlin mengerahkan sejumlah besar pasukannya di kawasan tersebut.
Kehadiran pasukan Rusia sempat memicu protes negara-negara Barat. Di mata mereka, kebijakan Moskow tersebut merupakan salah satu bentuk pelanggaran kedaulatan Ukraina. (AP/AFP/hep/c15/dos)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Rekor Perceraian di Inggris, Bagi Harta Dekati Rp 1 Triliun
Redaktur : Tim Redaksi