Reshuffle Jangan Sekadar Politik Akomodir, Rombak Total Pos Ekonomi

Jumat, 11 Agustus 2017 – 11:11 WIB
Presiden Joko Widodo. Foto: dokumen JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Isu perombakan Kabinet Kerja pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla kembali menguat. Terbaru, Presiden Jokowi dikabarkan akan mengumumkan perombakan kabinet 16 Agustus 2017, atau sehari sebelum peringatan HUT ke-72 RI.

Salah satu wajah baru yang disebut bakal masuk kabinet adalah presenter Najwa Shihab, yang akan menggantikan posisi Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menjadi menteri BUMN menggantikan Rini Soemarno.

BACA JUGA: Pengamat: Dua Menteri Sering Didemo Layak Diganti

Sekjen Partai Golkar Idrus Marham disebut menggantikan Sofyan Djalil, menjadi menteri agraria dan tata ruang atau badan pertanahan nasional. Archandra Tahar akan naik menjadi menteri ESDM menggantikan Ignasius Jonan.

Selain itu, ada sejumlah nama baru yang masuk, hingga pergeseran pos menteri. Kabar ini memang ditepis Istana Negara lewat Juru Bicara Kepresidenan Johan Budi Sapto Prabowo.

BACA JUGA: Jokowi Diprediksi Pertahankan Menteri asal PAN, nih Alasannya

Merespons ini, Ketua Presidium Perhimpunan Masyarakat Madani (Prima) Sya'roni mengatakan, memang domain reshuffle merupakan wilayah prerogatif presiden.

Dia mengatakan, presiden tentu memiliki pertimbangan tersendiri dalam mengangkat dan memberhentikan para menteri.

BACA JUGA: Reshuffle 16 Agustus, Najwa Shihab jadi Menteri?

"Keputusan pengangkatan menteri akan berdampak terhadap kinerja presiden dalam memenuhi janji-janji politiknya," kata Sya'roni kepada JPNN.com, Jumat (11/8).

Dia berharap, jika benar masuknya Najwa Shihab, Idrus Marham ke kabinet, serta pergeseran Budi Karya, bisa meningkatkan kinerja pemerintahan.

Menurut Sya'roni, yang terpenting adalah Jokowi merombak pos ekonomi yang saat ini terlihat paling kedodoran. Indikasinya, pertumbuhan ekonomi stagnan, utang makin menumpuk dan daya beli yang makin melemah.

"Maka harus dilakukan perombakan total yakni dengan mengganti pos menteri koordinator perekonomian dan menteri keuangan dengan figur yang lebih visioner dan pro ekonomi kerakyatan," paparnya.

Lantas apakah reshuffle kali ini hanya sekadar politik akomodir untuk kelompok pendukung, bukan karena ingin perbaikan kinerja? Sya'roni mengatakan sejak awal Kabinet Kerja Jokowi-JK sudah kabinet akomodir.

Padahal, janji Jokowi dulu tidak akan memasukkan gerbong politik. Namun nyatanya itu diingkari oleh Jokowi sehingga sampai kapan pun tidak akan lepas dari stigma politik akomodir. "Kecuali bila Jokowi berani mereshuffle titipan partai politik, terutama yang hingga kini tidak berprestasi," tegasnya.

Namun, kata dia, bila dilihat kalender pemilu 2019 yang sudah sangat dekat sekali tampaknya inilah perombakan kabinet terakhir dalam rangka menggenjot kinerja pemerintahan. Itu pun dengan catatan jika rehusffle ini benar-benar terjadi.

Hanya saja Sya'roni berujar jika terjadi "tsunami politik" jelang pilpres 2019 tidak menutup kemungkinan akan ada reshuffle lagi. "Setuju sekali...misalnya tiba-tiba Puan Maharani mau maju capres, atau gerbong PKB mau menarik dukungan karena kecewa dengan kebijakan full day school," tuntasnya. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tinggalkan Metro TV, Najwa Shihab Tidak Jauh-Jauh Dari Dunia Jurnalis


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler