jpnn.com - JAKARTA - Presiden Negarawan Center, Johan O Silalahi menilai pergantian 3 menteri koordinator (menko), yang jelas-jelas bukan pelaksana lapangan dan bukan pengambil kebijakan langsung dengan publik adalah reshuffle prematur.
Tiga menko yang dimaksud, Perekonomian (Sofyan Djalil ke Darmin Nasution), Kemaritiman (Indroyono Susilo ke Rizal Ramli) dan Polhukam (Tedjo E. Purdijatno ke Luhut Panjaitan) hanya hanya melakukan koordinasi, memberikan pengaturan atau arahan.
BACA JUGA: Panglima Pastikan Merah Putih Tetap Berkibar di Merauke
Sedangkan menteri yang diganti lainnya Menteri PPN/Bappenas Andrinof Chaniago Menteri Perdagangan Rachmat Gobel hanya menjadi tumbal karena kebetulan sosok yang ditempatkan jadi menteri melanggar asas the right man, at the right place.
"Anehnya, sebagai gula-gula bagi PDIP sebagai 'the ruling party', Sekretaris Kabinet juga diganti sedangkan fungsinya hanya sebagai dinamisator dalam lingkungan internal Kabinet Kerja serta lingkungan istana," kata Johan O Silalahi di Jakarta, Sabtu (15/8).
BACA JUGA: Jokowi-JK Dicap tak Berpihak ke Industri Strategis
Sementara menteri-menteri yang bermasalah yang kerjanya hanya melakukan pencitraan semu dan tidak mampu menjadi aset, motor dan integrator bagi pemerintahan Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla ujar Johan, malah dipertahankan.
"Secara de facto, bisa dikatakan yang dilakukan Jokowi-JK adalah reshuffle yang prematur, reshuffle kabinet setengah hati. Ini dalam waktu dekat pasti akan dilanjutkan dengan reshuffle kabinet jilid dua yang harus dilakukan dengan sungguh-sungguh," tegasnya.
BACA JUGA: Buat Anggota Paskibraka, 16 Agustus Tak Kalah Penting dibanding 17 Agustus
Johan menilai Jokowi cukup berani mempertaruhkan jabatan kepresidenannya dan nasib serta masa depan Bangsa Indonesia dengan memilih mempertahankan menteri-menteri yang sudah jelas terbukti tidak mampu menyelesaikan berbagai permasalahan kompleks yang diwariskan pemerintahan terdahulu.
"Bahkan ditambah lagi dengan ancaman badai ekonomi yang mengancam Tiongkok dan dunia. Ibarat bermain catur, maka langkah 'buying time' dengan reshuffle kabinet setengah hati yang dilakukan oleh Presiden Jokowi dan Wapres JK ini beresiko 'skak mat' bagi Jokowi-JK," jelasnya.
Reshuffle prematur ini lanjut Johan, bukan saja tidak menyelesaikan masalah, malah akan menimbulkan masalah baru yang membuat semakin ruwet dan kompleks masalah bangsa dan negara.
"Jika semangatnya para menko baru adalah menjadi motor dan integrator yang berkualitas, tetapi mereka memimpin para menteri pengambil kebijakan lapangan yang memang tidak mampu menjadi motor dan integrator, maka sesungguhnya Jokowi-JK mencoba mencampurkan minyak dengan air," ungkapnya.
Minyak kata Johan, tetaplah minyak, air tetaplah air. Hukum besi kehidupan ini akan segera diuji dalam beberapa waktu ke depan. Jika memang benar 3 orang Menko yang baru dilantik adalah orang hebat, apakah mereka mampu merubah seketika para menteri dibawahnya untuk juga menjadi hebat seperti mereka?
"Atau sebaliknya, yang terjadi adalah kesimpangsiuran kebijakan, miskomunikasi dan mismanajemen karena memang kelemahannya adalah para menteri pelaksana lapangan, sehingga arahan dan koordinasi dari menko akan dilaksanakan berbeda di lapangan oleh para menteri karena memang keterbatasan kapabilitas para menteri tersebut," ujarnya.
Seperti kata pepatah imbuh Johan, emas tetaplah emas, loyang tetaplah loyang. "Presiden Jokowi dan Wapres JK mulai menghitung hari, melakukan reshuffle kabinet secara total atau mempertaruhkan jabatan kepresidenan dan nasib seluruh bangsa Indonesia," pungkasnya. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PDIP Anggap RAPBN 2016 Realitistis
Redaktur : Tim Redaksi