jpnn.com, JAKARTA - Ketentuan presidential threshold atau ambang batas syarat mengusung calon presiden yang tertera dalam UU Pemilu yang baru disetujui DPR dan pemerintah akhirnya digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pihak pertama yang mengajukan uji materi atau judicial review atas presidential threshold adalah Advokat Cinta Tanah Air (ACTA).
Sedangkan ketentuan di UU Pemilu yang dipersoalkan adalah pasal 222 yang mengatur presidential threshold berupa 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah hasil Pemilu Legislatif 2014. Menurut Wakil Ketua ACTA Hendarsam Marantoko, ketentuan itu bertentangan dengan UUD 1945, terutama Pasal 4, Pasal 6A dan Pasal 28D ayat 1.
BACA JUGA: Soal Presidential Threshold, Direktur Poldagri: Ingat, Ada Putusan MK Nomor 51 Tahun 2013
"Ketentuan ini mempermudah presiden tersandera partai-Partai politik hingga akhirnya melakukan bagi-bagi jabatan kepada partai pendukung," ujarnya di Gedung MK, Jakarta Senin (24/7).
Merujuk Pasal 6A UUD 1945, lanjutnya, semestinya mencalonkan presiden tidak perlu menyertakan embel-embel perolehan kursi DPR atau perolehan suara nasional. Sebab, UUD hanya menyebut capres diusung oleh partai politik atau gabungan partai politik.
BACA JUGA: PP Muhammadiyah: Yakinlah, Rakyat jadi Penentu
"Kami memohon agar majelis hakim MK dapat menyatakan pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," pungkasnya.(far/JPK)
BACA JUGA: Warga Muhammadiyah Tolak Rencana Boikot Pilpres 2019
BACA ARTIKEL LAINNYA... Yusril Gugat UU Pemilu demi Cegah Jokowi Jadi Capres Tunggal
Redaktur : Tim Redaksi