jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Hadinoto Soedigno sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) mengenai kasus pengadaan mesin pesawat dari Airbus SAS dan Rolls-Royce PLC. Hadinoto langsung dijebloskan ke penjara setelah ditetapkan tersangka.
Deputi Penindakan KPK Irjen Karyoto mengatakan, surat perintah dimulainya penyidikan (Sprindik) kasus TPPU ini sudah diteken pada 20 November 2020.
BACA JUGA: KPK Bantu SFO Inggris Usut Dugaan Suap Bombardier dan Garuda Indonesia
"Setelah menemukan bukti permulaan yang cukup, KPK melakukan penyelidikan dan meningkatkan status perkara ke penyidikan pada 20 November 2020," ujar Karyoto dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (4/12).
Hadinoto selaku Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia periode 2007-2012 sendiri sudah lebih dulu menyandang status tersangka kasus dugaan suap sebelumnya. Kasus TPPU ini membuatnya menjadi tersangka yang kedua kalinya.
BACA JUGA: KPK dan Kejagung Didesak Periksa Keuangan Garuda Indonesia
Dalam melakukan penyidikan perkara, penyidik menemukan fakta-fakta yang signifikan bahwa uang suap yang diberikan.
Direktur Utama PT Mugi Rekso Abadi Soetikno Soedarjo kepada Hadinoto dan eks Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar tidak hanya berasal dari perusahaan Rolls-Royce. Akan tetapi juga berasal dari pihak terkait proyek-proyek yang dilakukan oleh Garuda.
BACA JUGA: Usut Korupsi Garuda, KPK Dapat Dukungan dari Organisasi Internasional
Untuk program peremajaan pesawat, Emirsyah melakukan beberapa kontrak pembelian dengan empat pabrikan pesawat pada 2008-2013 dengan nilai miliaran dolar Amerika.
Di antaranya terkait kontrak pembelian mesin Trent seri 700 dan perawatan mesin (Total Care Program) dengan perusahaan Rolls Royce, kontrak pembelian pesawat Airbus A330 dan Airbus A320 dengan perusahaan Airbus S.A.S, kontrak pembelian pesawat ATR 72-600 dengan perusahaan Avions de Transport Regional (ATR), dan kontrak pembelian pesawat Bombardier CRJ 1000 dengan perusahaan Bombardier Aerospace Commercial Aircraft.
Soetikno selaku konsultan bisnis dari Rolls-Royce, Airbus dan ATR, diduga telah menerima komisi dari tiga pabrikan tersebut. Selain itu, Soetikno juga diduga menerima komisi dari perusahaan Hong Kong bernama Hollingsworth International Ltd (HMI) yang menjadi Sales Representative dari Bombardier.
Sebagian uang tersebut lantas mengalir kepada Emirsyah dan Hadinoto. Emirsyah diduga menerima Rp 5,79 miliar untuk pembayaran rumah di Pondok Indah, USD 680 ribu dan EUR 1,02 juta yang dikirim ke rekening perusahaan miliknya di Singapura, serta SGD 1,2 juta untuk pelunasan apartemen di Singapura.
"Untuk HDS, Soetikno diduga memberi USD 2,3 juta dan EUR 477 ribu yang dikirim ke rekening di Singapura," ucap Karyoto.
Karyoto menerangkan, pihaknya langsung menahan Hadinoto guna kepentingan penyidikan. Hadinoto ditahan di Rumah Tahanan KPK cabang Pomdam Jaya Guntur untuk 20 hari pertama, sampai 23 Desember 2020.
Hadinoto disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dia juga diduga melanggar Pasal 3 dan atau Pasal 4 dan atau pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. (tan/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga