Respons Deklarator KAMI soal Pemerintah Pakai Duit Rakyat untuk Biayai Influencer

Jumat, 21 Agustus 2020 – 15:21 WIB
Aplikasi Instagram dan Twitter di ponsel. Foto/ilustrasi: Ayatollah Antoni/JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Edy Mulyadi menilai pemerintah tidak memedulikan kesulitan rakyat.

Penilaian Edy itu didasari temuan Indonesia Corruption Watch (ICW) tentang dana Rp 90,45 miliar yang digelontorkan pemerintah untuk membiayai influencer di media sosial.

BACA JUGA: ICW Anggap BIN Ompong di Bawah Budi Gunawan

"Ini menjadi bukti penguasa tidak peduli dengan beban dan kesulitan rakyat. Ketika sebagian besar rakyat pontang-panting berjuang memenuhi kebutuhan dasar hidup yang harganya makin tak terjangkau, penguasa seenaknya menggelontorkan dana amat besar untuk influencer," kata Edy melalui layanan pesan kepada awak media, Jumat (21/8).

Sebagai rakyat, Edy merasa tidak rela anggaran negara dipakai pemerintah untuk membayar influencer. Sebab, pemerintah memperoleh uang itu dari rakyat.

BACA JUGA: Arief Poyuono Menggugah Tokoh KAMI, Sebut Nama Prabowo

"Tentu saja, sebagai rakyat saya tidak rela uang pajak saya digunakan untuk membiayai rezim humas. Ada pertanggungjawaban atas penggunaan uang rakyat secara ilegal. Bukan hanya di dunia, tetapi hingga akhirat," ungkap Edy.

Sebelumnya peneliti ICW Egi Primayogha mengungkapkan bahwa pemerintah pusat telah menggelontorkan dana Rp 90,45 miliar hanya untuk influencer sejak 2014. ICW mengumpulkan data itu dari Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).

BACA JUGA: Jatah Influencer Lebih Besar dari Dana Riset Vaksin COVID-19, Mulyanto Meradang

Namun, total anggaran belanja pemerintah pusat terkait aktivitas digital sejak 2014 mencapai Rp 1,29 triliun. Kenaikan signifikan terjadi dari 2016 ke 2017.

Pada 2016, anggaran untuk aktivitas digital hanya Rp 606 juta untuk 1 paket pengadaan saja. Namun pada 2017, angkanya melonjak menjadi Rp 535,9 miliar untuk 24 paket pengadaan.

"Karena kami tak lihat dokumen anggaran, dan LPSE itu terbatas, maka tak menutup kemungkinan ini secara jumlah sebenarnya lebih besar. Bisa jadi lebih besar dari Rp 1,29 triliun, apalagi jika ditambah pemerintah daerah," kata Egi.

Egi mengatakan, instansi yang paling melakukan banyak aktivitas digital ialah Kementerian Pariwisata dengan pengadaan 44 paket, disusul Kementerian Keuangan (17 paket), lalu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (14 paket).

Anggaran terbesar untuk aktivitas digital justru adalah Kepolisian RI. Memang jumlah paket pengadaannya lebih sedikit dibanding Kementerian Pariwisata, tetapi nilai pengadaannya mencapai Rp 937 miliar.(ast/jpnn)


Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
Influencer   ICW   KAMI   Edy Mulyadi  

Terpopuler