jpnn.com, JAKARTA - Politikus Demokrat Ferdinand Hutahaean menilai positif temuan Indonesia Corruption Watch (ICW), terkait gelontoran dana hampir Rp 90,45 miliar dari pemerintah, untuk keperluan sosialisasi kebijakan melalui jasa influencer atau tokoh berpengaruh.
Menurut dia, upaya sosialisasi kebijakan melalui influencer ialah cara baru.
BACA JUGA: Respons Deklarator KAMI soal Pemerintah Pakai Duit Rakyat untuk Biayai Influencer
Dengan begitu, setiap kebijakan bisa diketahui oleh khalayak.
"Bagi saya justru ini sebuah terobosan baru dalam menyampaikan pesan pemerintah kepada masyarakat," kata Ferdinand dalam pesan singkatnya kepada awak media, Jumat (21/8).
BACA JUGA: Jatah Influencer Lebih Besar dari Dana Riset Vaksin COVID-19, Mulyanto Meradang
Dalam pandangan Ferdinand, anggaran sosialisasi untuk influencer tergolong murah.
Anggaran Rp 90,45 miliar itu dari 2014 hingga 2020 atau selama enam tahun di beberapa lembaga negara.
BACA JUGA: Ferdinand Demokrat Komentari Upaya Mengintimidasi Para Pentolan KAMI
"Jadi sesungguhnya penggunaan influencer ini bagus, dan ini bukan buzzer," ucap dia.
Namun, Ferdinand menggarisbawahi, pemerintah jangan asal menggunakan jasa influencer untuk menyosialisasikan kebijakan.
Setidaknya, kata dia, influencer itu mampu berdiskusi atau berdebat dengan publik jika ada pertanyaan.
Mereka juga harus menguasai kebijakan yang disampaikan, supaya tidak sia-sia negara mengeluarkan uang.
"Jika hanya menebar begitu saja di lapak media sosialnnya misalnya, setelah itu ditinggal tak ada diskusi itu tidak baik," ungkap dia.
"Maka syarat influencer ini harus ketat, menguasai program dan siap debat atau diskusi. Istilahnya mereka jadi juru bicara atas program yang disampaikan," tutur dia.
"Jika tidak bisa seperti itu, sebaiknya dihentikan atau diganti influencer-nya supaya tujuan tercapai, dan uang negara bermanfaat jelas untuk suksesnya program pemerintah," tutur dia.
Sebelumnya, peneliti ICW Egi Primayogha mengatakan pemerintah pusat telah menggelontorkan dana mencapai Rp 90,45 miliar hanya untuk influencer sejak 2014.
Data itu diambil ICW dari Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).
Namun, total anggaran belanja pemerintah pusat terkait aktivitas digital adalah Rp 1,29 triliun sejak 2014. Kenaikan signifikan terjadi dari 2016 ke 2017.
Pada 2016, anggaran untuk aktivitas digital hanya Rp 606 juta untuk 1 paket pengadaan saja.
Namun pada 2017, angka paketnya melonjak menjadi 24 dengan total anggaran Rp 535,9 miliar.
"Karena kami tak lihat dokumen anggaran, dan LPSE itu terbatas, maka tak menutup kemungkinan ini secara jumlah sebenarnya lebih besar. Bisa jadi lebih besar dari Rp 1,29 triliun, apalagi jika ditambah pemerintah daerah," kata Egi.
Egi mengatakan, instansi yang paling banyak melakukan aktivitas digital ialah Kementerian Pariwisata dengan pengadaan 44 paket, disusul oleh Kementerian Keuangan dengan 17 paket, lalu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan 14 paket.
Anggaran terbesar untuk aktivitas digital justru ialah Kepolisian RI.
Memang jumlah paket pengadaannya lebih sedikit dibanding Kementerian Pariwisata, tetapi nilai pengadaan mencapai Rp 937 miliar. (ast/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan