jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merespons pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD tentang Presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah melaporkan kasus rasuah ke lembaga pemburu koruptor itu. Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menyatakan, pihaknya tak pernah menerima laporan dari Presiden Jokowi.
"Dari apa yang disampaikan Menko Polhukam di salah satu acara yang terbuka untuk umum kemarin, kami belum mengetahui kasus apa yang dimaksud, tetapi silakan datang ke KPK jika memang ada yang perlu diketahui pengangannya," kata Syarif saat dihubungi, Selasa (12/11).
BACA JUGA: Cerita Mahfud soal Presiden Jokowi Lapor ke KPK, tetapi Tak Ada Kelanjutannya
Syarif mengatakan, Presiden Jokowi hanya menaruh perhatian pada dua kasus, yaitu korupsi pengadaan helikopter AgustaWestland (AW) 101, serta perkara rasuah di lingkungan Pertamina Energy Service (PES) dan Pertamina Energy Trading Ltd (Petral). Menurutnya, KPK sudah menangani kasus-kasus korupsi yang jadi perhatian Presiden Jokowi itu.
Sebagai contohnya adalah kasus korupsi pembelian helikopter AW 101 untuk TNI AU. Menurut Syarif, KPK menggandeng Polisi Militer (POM) TNI untuk mengusut kasus itu.
BACA JUGA: Sesuai Perintah RI 1, Usut Tuntas Kasus Helikopter AW-101
“KPK menangani satu orang pihak swasta, sedangkan POM TNI menangani tersangka dengan latar belakang militer," kata dia.
Syarif menjelaskan, KPK sedang menunggu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menghitung kerugian keuangan negara dalam pengadaan AW 101. Selain itu, pengungkapan kasus ini juga sangat tergantung pada keterbukaan dan kesungguhan TNI.
BACA JUGA: KPK Jerat Mantan Bos Petral di Kasus Suap Perdagangan Minyak
"Pihak swastanya sudah atau tengah ditangani oleh KPK," ujar Syarif. “Khusus untuk kasus ini kami mengharapkan dukungan penuh presiden dan Menko Polhukam, karena kasusnya sebenarnya tidak susah kalau ada kemauan dari TNI dan BPK.”
Sementara untuk kasus PES dan Petral, kasusnya sudah tahap penyidikan. KPK telah menetapkan tersangka atas nama Bambang Irianto dalam kasus itu.
"Dalam perkara ini, kami membutuhkan penelusuran bukti lintas negara sehingga perlu kerja sama internasional yang kuat. Perlu disampaikan bahwa kasus ini melibatkan beberapa negara, Indonesia, Thailand, United Arab Emirate, Singapore, British Virgin Island.
Hanya saja, KPK juga mengalami kesulitan karena kasus itu melibatkan sejumlah perusahaan cangkang di beberapa negara safe haven seperti British Virgin Island. “Hanya dua negara yang mau membantu, sedang dua negara lain tidak kooperatif," jelas Syarif.(tan/jpnn)
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga