Respons Terbaru Megawati Setelah Muncul Polemik soal Jangan Manjakan Milenial

Minggu, 01 November 2020 – 06:15 WIB
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri saat memberikan arahan secara virtual di dalam Rapat Koordinasi Bidang DPP PDIP dengan tema Gerakan Menanam dan Politik Anggaran: Kebijakan Terobosan Investasi, Sabtu (31/10). dokumen DPP PDIP.

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri santai menanggapi pro-kontra setelah dirinya meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak terlalu memanjakan kalangan milenial.

Sikap tersebut disampaikan Megawati saat memberikan arahan secara virtual di dalam Rapat Koordinasi Bidang DPP PDIP dengan tema Gerakan Menanam dan Politik Anggaran: Kebijakan Terobosan Investasi, Sabtu (31/10).

BACA JUGA: PDIP Perintahkan Kepala Daerah Atasi Krisis Pangan Akibat Pandemi Covid-19

Megawati mengaku terus memantau pernyataannya yang meminta tidak memanjakan milenial. Tidak sedikit diskusi publik digelar untuk sekadar membahas pernyataan dirinya.

"Terus kalau sudah disebut generasi milenial, saya nanya, apa baktinya bagi negeri ini? Lalu jadi malah ada talkshow dan sebagainya. Saya senang saja. Tentu sifatnya pro dan kontra," kata Megawati.

BACA JUGA: Survei Y-Publica: Elektabilitas Gerindra Mentok, PDIP dan PSI Luar Biasa

Presiden kelima RI itu pun menjelaskan, pernyataan yang memunculkan pro-kontra. Megawati lantas menyinggung alasan kader PDIP terus mengangkat dirinya sebagai ketua umum.

Menurut Megawati, pilihan dirinya terus memimpin karena disadari sepenuhnya partai butuh pemimpin yang mengarahkan ke arah kebaikan.

BACA JUGA: Lagi, Kapal Patroli Bakamla Menangkap 2 Kapal Ikan Vietnam

Namun, kata Megawati, sebagai pemimpin tertinggi, dirinya belum merasa puas dengan para kader partai yang mayoritas adalah kalangan milenial. Bagi Megawati, kalangan milenial adalah yang lahir mulai tahun 1980-an.

Misalnya, Megawati cukup sering melihat kader yang tak serius mendengarkan Indonesia Raya, mengheningkan cipta, dan menaikkan bendera merah putih. Di sisi lain, langkah itu ialah bentuk protokol kenegaraan.

"Kalau di Amerika. Saya tak mau bilang di RRC, nanti saya dibilang komunis pula. Di Amerika itu, rakyatnya itu kalau dengar lagu kebangsaannya, itu langsung berdiri," tambah Megawati.

"Saya butuh kader yang punya jiwa raga, fighting spirit. Makanya saya bilang jangan manjakan milenial. Apa baktinya bagi negeri ini. Bagi saya milenial ini kan itu lahir sekitar tahun 1980-an. Ya kalian ini banyak juga. Jangan mejeng saja. Harus berbuat. Jangan ada di partai ini kalau tidak (berbuat, red)," beber Megawati.

Megawati kemudian berbicara tentang masus likuifaksi di Sulawesi Tengah beberapa waktu lalu. Para pemimpin daerah dan milenial kurang mempelajari fenomena itu dan mencari jalan keluarnya.

Justru, Megawati mengaku sudah belajar dari China dan di Jepang soal metode menghadapi bencana alam. Dari situ, Indonesia memang jauh tertinggal menghadapi bencana.

"Kalian mungkin heran kenapa ketua umum bisa tahu? Sebab, saya belajar. Saya juga ingin kalian itu belajar, jangan mejeng doang," imbuhnya.

Dalam arahannya itu, Megawati juga menyinggung bahwa banyak kalangan milenial yang sukses. Namun, tidak sedikit milenial yang belum memiliki catatan positif untuk bangsa.

"Gara-gara omongan saya, sampai banyak talkshow. Wah, keren saya, sampai dibawa talkshow. Padahal rakyat Indonesia memang harus digembleng untuk punya fighting spirit. Tahu membawa Indonesia maju ke depan, membawa rakyat sejahtera," tukasnya.

Sementara itu, Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto menambahkan bahwa apa yang disampaikan Megawati adalah pesan bagi kader muda partai. Termasuk bagi milenial untuk bisa berjuang keras memberikan darma baktinya buat bangsa dan negara.

"Apa yang disampaikan ibu ketua umum adalah tantangan menggembleng diri, agar menguasai ilmu pengetahuan dan yeknologi, demi memajukan bangsa dan negara," katanya.

Menurut Hasto, sejarah para pendiri Indonesia sudah membuktikannya. Bung Karno pada usia 16 tahun, sudah menggembleng diri dengan membaca banyak buku, berkontemplasi, dan menuliskan berbagai artikel.

"Itu usia 16 tahun. Itu yang harusnya kita refleksikan. Di masa sulit saja Bung Karno mampu melaksanakan itu, Bung Karno bisa melakukan itu. Begitu pun Ibu Megawati, di usia 14 tahun menjadi peserta termuda delegasi Gerakan nonblok di Yugoslavia," urai Hasto.(ast/jpnn)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?


Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler