Revisi PP 109 Dinilai tak Memenuhi Aspek Penyusunan Kebijakan

Jumat, 10 September 2021 – 21:41 WIB
Tembakau kering yang menjadi bahan baku rokok. Foto/ilustrasi: Ara Antoni/JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Akademisi dari Universitas Trisakti mendorong pemerintah untuk tidak melanjutkan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012, tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan (PP 109/2012), karena dinilai tidak efektif dilakukan.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti Ali Ridho mengatakan ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam melihat sebuah undang-undang dan dikatakan efektif.

BACA JUGA: Menko Airlangga Ajak Alumni Prakerja di Medan Manfaatkan KUR

Pertama, legal substance (substansi hukum) yang berkaitan dengan isi atau substansi.

Kedua, legal structure (struktur hukum) yang berkaitan dengan pelaku penegak yang menjalankan undang-undang tersebut.

BACA JUGA: Hasil Survei RISED Tentang Pola Kemitraan Transportasi Online

Terakhir, legal culture (budaya hukum) atau pemahaman masyarakat terhadap peraturan.

“PP 109/2012 sudah baik dari sisi substansinya, namun implementasinya masih perlu ditingkatkan. Kalau hanya satu saja yang kurang tidak bisa langsung direvisi. Sesungguhnya pada struktur hukum masih ada permasalahan. Maka yang perlu dibenahi bukan substansinya, tapi struktur dan budayanya,” ujar Ali Ridho.

BACA JUGA: Ini 5 Hal yang Perlu Anda Tahu Tentang Robot Trading Forex

Dia menjelaskan pemerintah juga perlu membangun budaya hukum masyarakat terutama para petani agar dapat memahami PP 109/2012 ini.

“Kalau petani tidak tahu soal PP 109/2012, berarti tidak memenuhi budaya hukumnya,” ujar Ali Ridho.

Ali Ridho menegaskan revisi PP 109/2012 tidak berkesinambungan dengan peraturan lainnya.

Contohnya salah satu poin yang akan direvisi pada PP 109/2012 ini adalah terkait gambar peringatan akan diperbesar menjadi 90%.

Menurut Ali Ridho hal ini akan melanggar Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016, tentang Merek dan Indikasi Geografis.

“Kalau merek itu hilang, semua menghilangkan identitas dia sepenuhnya, ini produk apa. Tidak boleh ditutupi, kalau ditutupi hilang esensinya. Maka konsep gambar peringatan diperbesar 90% ini berlebihan karena tidak memperhitungkan UU tersebut,” tegasnya.

Dia menambahkan rencana revisi PP 109/2012 ini tidak memenuhi aspek partisipatif dan akomodatif.

Padahal dalam sebuah undang-undang ditinjau dari dua aspek yaitu formil dan materiil.

Dari sisi aspek formil harus memenuhi syarat partisipatif yang diikuti dengan akomodatif dan melibatkan semua stakeholder.

“Ini sering dilupakan dan tidak dibarengi dengan akomodatif, semuanya ditampung tapi tidak diakomodasi. Ini jadi penyakit perundangan di Indonesia, sehingga bukan hanya menggugurkan formalitas, tetapi sense of crisis yang dialami dalam pembentukan peraturan perundangan. Ini harus dipecahkan sehingga implementasinya jadi baik,” ucap Ali.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler