Revisi PP 109 Tahun 2012 Batal, Pemberantasan Perokok Anak Makin Sulit

Sabtu, 22 Januari 2022 – 12:36 WIB
Masyarakat Sipil Untuk Pengendalian Tembakau menilai pembatalan revisi Peraturan Pemerintah 109 Tahun 2012 membuat jalan pemberantasan perokok anak Indonesia makin terjal. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Masyarakat Sipil Untuk Pengendalian Tembakau menilai pembatalan revisi Peraturan Pemerintah 109 Tahun 2012 membuat jalan pemberantasan perokok anak Indonesia makin terjal.

Koordinator nasional Masyarakat Sipil Untuk Pengendalian Tembakau Ifdhal Kasim batalnya revisi peraturan itu menimbulkan kekecewaan.

BACA JUGA: 3 Langkah Penting Cegah Perokok Anak

"Kegagalan revisi PP 109 tahun 2012 dianggap tidak sesuai dengan visi Indonesia Sehat yang dibawa oleh Presiden Joko Widodo," ujar Ifdhal dalam keterangan yang diterima, di Jakarta, Sabtu (22/1).

Pemerintahan Jokowi-Amin batal merevisi PP 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.

BACA JUGA: Kampanye Cegah Perokok Anak, GAPRINDO Panen Dukungan Masyarakat

Revisi peraturan yang rencananya akan mengatur mengenai pelarangan penjualan rokok secara eceran; meregulasi rokok elektronik; melarang iklan dan promosi rokok; hingga memperluas peringatan bergambar pada bungkus rokok tersebut telah dikembalikan oleh Sekretariat Negara ke Kementerian Kesehatan RI.

"Padahal, semula proses revisi tersebut dijadwalkan akan dibahas di dalam Rapat Terbatas Kabinet yang dipimpin langsung oleh Presiden Joko Widodo," kata dia.

BACA JUGA: Anak-anak Paling Rentan jadi Perokok Pasif Sejak Pandemi Covid-19, Menkes Harus Bertindak

Ifdhal menyebut revisi peraturan tersebut sangat penting dilakukan karena tingginya angka perokok anak di Indonesia.

"Presiden perlu memberikan penjelasan ke publik, apakah keputusan tidak melanjutkan pembahasan revisi PP 109 Tahun 2012 merupakan keputusan yang sejalan dengan komitmen membangun Indonesia Sehat? Kami pandang pemerintah perlu transparan mengenai kelanjutan revisi tersebut," tegas Ifdhal.

Masyarakat sipil juga menyoroti pemerintahan Jokowi-Amin yang terkesan hanya basi-basi dalam upaya pengendalian epidemik penggunaan produk tembakau, baik rokok konvensional maupun rokok elektronik di Indonesia.

Ifdhal menilai praktis tidak banyak gebrakan berarti dari pemerintahan Jokowi-Amin untuk menyelesaikan persoalan di atas.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan keputusan pemerintah yang tidak merevisi peraturan tersebut kian memperkuat persepsi publik bahwa pemerintahan Jokowi-Amin hanya berwacana dalam menurunkan prevalensi perokok anak di Indonesia.

“Jangan sekedar berkata-kata," tegasnya.

Menurutnya, salah satu target di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024 adalah merevisi PP 109 Tahun 2012 agar lebih komprehensif dalam mengatur pengendalian zat adiktif rokok.

Kegagalan revisi aturan ini menyimpang dari target RPJMN pemerintahan Jokowi-Amin sendiri.

"Perlu diingat, negara khususnya pemerintah bertanggung jawab dalam memberikan hak kesehatan tertinggi bagi warga negaranya, khususnya bagi anak-anak kita,” ungkap Usman.

Kepala Divisi Pengawasan Monitoring dan Evaluasi KPAI, Dr. Jasra Putra juga merasa kecewa terkait pembatalan revisi PP 109 Tahun 2012.

Dia menganggap dengan pembatalan tersebut, maka akan makin sulit menurunkan angka perokok anak dari 9,1 persen menjadi 8,7 persen pada 2024.

“Kami menyesalkan pengembalian Izin Prakarsa Revisi PP 109 Tahun 2012 dari Istana ke Kementerian Kesehatan," ujar Jasra.

Ke depan, lanjut dia, upaya negara untuk menjauhkan dan melindungi anak-anak Indonesia dari bahaya paparan rokok.

"Pada periode pertama Presiden Jokowi, pemerintah tidak berhasil dalam menurunkan angka perokok anak di Indonesia. Hal yang sama dapat terjadi lagi pada periode kedua Pak Jokowi, jika tidak segera merevisi PP 109 Tahun 2012. Kami harap Pak Presiden mempertimbangkan dengan sangat serius hal tersebut,” tegas Jasra. (mcr10/jpnn)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur & Reporter : Elvi Robia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler