Revisi PP 109/2012 Berpotensi Bikin Rokok Ilegal Menjamur

Kamis, 15 Juli 2021 – 16:11 WIB
Wakil Ketua Komisi XI DPR Fathan Subchi. Foto: Dok. FPKB DPR

jpnn.com, JAKARTA - Berbagai kalangan mewacanakan untuk dilakukan revisi Peraturan Pemerintah No 109 Tahun 2012 (PP 109/2012) tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan. Revisi PP 109/2012 dinilai DPR akan membawa masalah baru.

Fathan Subchi, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI menilai revisi PP 109/2012 akan memarakkan penyebaran rokok ilegal yang merugikan negara.

BACA JUGA: Tekan Peredaran Rokok Ilegal, Bea Cukai Sosialisasikan Ketentuan Cukai

Salah satu poin revisi PP 109/2012 tentang perluasan gambar peringatan kesehatan hingga 90% pada kemasan rokok akan makin menyamarkan identitas merek sebuah produk. Oleh sebab itu, perbedaan antara rokok legal dan ilegal menjadi tidak jelas. Hal ini berakibat pada rokok ilegal yang tersebar dengan lebih mudah di tengah masyarakat.

“Ini memicu munculnya penyebaran rokok ilegal yang diketahui memiliki harga yang lebih terjangkau,” ujarnya kepada media.

BACA JUGA: Gempur Rokok Ilegal, Bea Cukai Menggencarkan Operasi Pasar dan Pantau HTP

Hal ini tentu menjadi masalah tambahan bagi upaya Pemerintah menurunkan prevalensi perokok. Karena saat rokok legal berupaya ditekan melalui berbagai aturan yang teramat ketat, ruang bagi rokok ilegal menjadi terbuka.

Revisi PP 109/2012 juga mencangkup pelarangan penggunaan bahan tambahan, pengetatan restriksi iklan, serta pelarangan kegiatan sponsor dan promosi oleh Industri Hasil Tembakau (IHT).

BACA JUGA: Terjun ke Masyarakat, Bea Cukai Memberi Edukasi Pemanfaatan DBHCHT dan Bahaya Rokok Ilegal

Fathan yang merupakan anggota DPR Dapil Jawa Tengah menilai revisi tersebut akan berdampak pada menurunnya produksi IHT dan berimbas ke petani, distributor, hingga pedagang.

“(Revisi PP 109/2012) Secara otomatis akan berdampak pada menurunnya produksi IHT, dan juga berdampak dari hulu sampai hilir,” terangnya.

Dia menambahkan revisi PP 109/2012 pada akhirnya akan berdampak pada penerimaan negara secara langsung. Penerimaan cukai ke negara sepanjang 2020 mencapai Rp176,31 triliun. Penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok menyumbang Rp170 triliun.

Seperti diketahui, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menginisiasi dilakukannya revisi PP 109/2012. Revisi peraturan ini ditujukan untuk menurunkan angka perokok anak di bawah 18 tahun menjadi 8,7% di tahun 2024.

Berbagai pihak meragukan perlunya revisi ini, mengingat aturan PP 109/2012 yang ada saat ini tidak dibarengi dengan adanya upaya penegakan di lapangan, dimana masih banyak ditemui anak-anak bebas memiliki akses terhadap rokok.

Sebelumnya Soeprapto Tan, Managing Director IPSOS di Indonesia mengungkapkan hasil riset bahwa 32% pedagang rokok tradisional atau warung sama sekali tidak tahu adanya peraturan larangan penjualan rokok kepada anak-anak, karena mereka tidak pernah mendapat sosialisasi pemerintah tentang aturan tersebut. (dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler