Revisi UU ITE Masuk Prolegnas Prioritas 2022, Hemi Lavour Febrinandez Merespons

Jumat, 10 Desember 2021 – 10:26 WIB
Peneliti Bidang Hukum di The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII) Hemi Lavour Febrinandez. Foto: Dokumentasi pribadi for JPNN

jpnn.com, JAKARTA - DPR RI memutuskan empat puluh rancangan undang-undang (RUU) masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2022.

Keputusan tersebut diambil pada Rapat Paripurna DPR, Selasa (7/12). Salah satu usulan dari pemerintah adalah Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

BACA JUGA: Pemerintah Ingin Revisi UU ITE, Begini Sikap NasDem

Hemi Lavour Febrinandez, Peneliti Bidang Hukum di The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII) menjelaskan revisi UU ITE memang menjadi hal yang perlu dilakukan.

Menurut Hemi, masuknya rancangan perubahan UU ITE dalam Prolegnas Prioritas tahun 2022 menjadi satu harapan untuk menghapuskan pasal-pasal karet dalam undang-undang tersebut. Hal ini dibutuhkan untuk menyelesaikan pelanggaran HAM akibat keberadaan regulasi hukum bermasalah dalam UU ITE.

BACA JUGA: Revisi UU ITE Tak Masuk Prolegnas Prioritas 2021, PB HMI-MPO Bilang Begini

“Hingga saat ini, Presiden Jokowi telah memberikan amnesti kepada dua orang korban UU ITE,” ungkap Hemi. 

Lebih lanjut, Hemi menjelaskan pemberian amnesti ini merupakan bukti kuat bahwa pasal karet dalam UU ITE rentan menjerat dan memenjarakan masyarakat yang sebenarnya tidak bersalah.

BACA JUGA: Keren, TNI AL Memodernisasi Helikopter Latih Puspenerbal

Seharusnya, menurut Hemi, UU ITE mampu untuk memberikan perlindungan bagi masyarakat yang beraktivitas di ruang digital, bukannya mengancam untuk mempidana hal-hal yang tidak subtansial.

“Contohnya adalah Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang menjerat Saiful Mahdi atas dakwaan penghinaan dan pencemaran nama baik. Pasal ini seringkali digunakan untuk memenjarakan kebebasan berekspresi masyarakat di ruang digital. Padahal banyak persoalan yang seharusnya menjadi fokus dari implementasi UU ITE,” jelas Hemi.

Hemi menjelaskan salah satu persoalan krusial yang seharusnya bisa diatasi oleh UU ITE adalah masalah pinjaman online (pinjol) ilegal. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat aduan dari korban pinjol ilegal mencapai 19.711 kasus selama kurun waktu 2019-2021.

“Seharusnya ketika pemerintahan Presiden Jokowi memiliki prioritas untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat di ruang digital, maka tidak akan ada pemenjaraan atas kebebasan berekspresi di ruang digital hingga tidak ada lagi masyarakat yang menjadi korban pinjol ilegal,” tegas Hemi.

Menurut Hemi, kembali masuknya rencana perubahan UU ITE pada Prolegnas Prioritas 2022 dapat menjadi hal yang sia-sia ketika pasal karet dalam undang-undang tersebut tidak dihapus pada perubahan kali ini.

Pemerintah harus menampung aspirasi dan suara masyarakat untuk meniadakan pasal-pasal yang telah terbukti memberikan mudarat pada implementasi UU ITE.

“Pada peringatan Hari HAM Sedunia kali ini, Pemerintahan Presiden Jokowi harus menunjukkan komitmennya atas perlindungan masyarakat di ruang digital. Ketika pasal-pasal karet ini tetap dipertahankan, maka akan makin banyak orang-orang tidak bersalah yang dipenjara atas ekspresi dan pendapatnya di internet,” pungkas Hemi.(fri/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler