Revisi UU KPK Hingga Akali Aturan MK, Jokowi Dinilai Rakus Kekuasaan

Selasa, 06 Februari 2024 – 14:05 WIB
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan surat Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 20/P Tahun 2024 terkait pemberhentian dengan hormat Mahfud MD dari jabatan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam). Foto/Arsip: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) terus mendapatkan sorotan dari berbagai lapisan masyarakat, terutama dari kelompok akademisi dan aktivis demokrasi.

Pasalnya, tingginya tensi Pemilu 2024 disebabkan karena adanya rekayasa hukum di Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai upaya meluluskan putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka untuk bisa maju sebagai calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto di Pilpres 2024.

BACA JUGA: Pengamat Minta Jokowi Hentikan Cawe-Cawe atau Paslon 02 Didiskualifikasi

Lulusnya Gibran sebagai cawapres di Pemilu 2024 berdampak pada Anwar Usman yang juga paman Gibran Rakabuming Raka, dipecat dari jabatan Ketua MK.

Demikian pula dengan Ketua KPU Hasyim Asy’ari yang diberikan sanksi berupa teguran keras dari Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Baik Anwar Usman maupun Hasyim Asy’ari, keduanya terbukti melanggar kode etik yang melekat pada jabatannya.

BACA JUGA: Petrus Sentil Jokowi saat Peluncuran Buku Kasus Penculikan Bukan untuk Diputihkan

Akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta Gugun El-Guyanie mengatakan rezim Jokowi lebih parah dari rezim Soeharto.

Hal ini didasarkan pada sikap Jokowi yang rakus akan kekuasaan, bahkan melebihi rakusnya Presiden Soeharto yang dikenal otoriter.

BACA JUGA: Anies Baswedan Singgung Artikel yang Ditulis Pak Jokowi, Oalah

“Kalau Soeharto wajar, dia tidak dibatasi oleh konstitusi, karena konstitusi sebelum amendemen. Karena tidak pernah ada batasan, tidak pernah ada norma yang membatasi Presiden berapa periode, hanya menyebut Presiden dipilih setiap 5 tahun sekali, tetapi tidak lupa konstitusi itu membatasi beberapa kali,” kata Gugun El-Guyanie dalam Diskusi Daring bertajuk Seruan Moral Bergema: Dejavu 98 Apakah Terulang? yang digelar Forum Intelektual Muda, Senin (5/2/2024) malam.

Sementara Jokowi, lanjut Gugun, karena lahir dari UU pasca-amandemen, aturannya tegas bahwa Presiden dipilih lima tahun sekali dan tidak dapat dipilih kembali setelah menjabat dua periode.

Namun, karena Jokowi haus kekuasaan, akhirnya aturan tersebut diotak-atik dimulai dari upaya amendemen UUD 1945, menambah jabatan presiden menjadi 3 periode, mantan presiden bisa maju sebagai wakil presiden.

Kemudian yang lebih vulgar adalah mengabulkan batas usia capres menjadi di bawah 40 tahun bagi kepala daerah yang dipilih melalui Pemilu di MK.

“Ketiga dengan cara yang vulgar juga, yakni mengakali agar anak Jokowi bisa menjadi Cawapres dengan cara minta pendapat MK atau memaksakan MK  agar membatalkan syarat usia cawapres. Itu dilakukan dengan cara meruntuhkan lembaga atau the garden of konstitusi,” ujar Sekretaris Prodi Hukum Tata Negara di UIN Yogya ini.

Gugun menegaskan bahwa Jokowi rakus kekuasaan melebihi Presiden Soeharto, dia mengorbankan Anwar Usman dan Ketua KPU Hasyim Asy’ari yang disidang karena etik imbas dari permainan politik Jokowi.

Tak hanya soal Pemilu, Jokowi juga secara nyata telah merusak muruah KPK dengan merevisi UU tentang pemberantasan korupsi. Padahal, kata dia, KPK adalah salah satu lembaga yang mendapatkan kepercayaan tinggi dari masyarakat.

“Sikap Jokowi ini jelas merusak muruah KPK,” pungkasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Co-Founder Forum Intelektual Muda Muhammad Sutisna mengatakan bahwa demokrasi di Indonesia diambang kehancuran, akibat segelintir orang. Mereka berupaya menekan kekuatan rakyat agar tidak mengambil peranan di Pemilu 2024.

“Padahal kita tahu bahwa demokrasi itu ya dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Rasanya itu jauh dari semangat penguasa saat ini,” ujarnya.

Melalui diskusi bersama kelompok pemuda dan mahasiswa, Sutisna ingin mendorong agar ikhtiar menjaga demokrasi terus dilakukan.

Baginya, akal sehat dan idealisme harus terus dipertahankan agar kemajuan Indonesia tidak terhambat oleh praktik KKN, yang mulai terlihat di negeri ini.

“Kami akan terus berdiskusi mengkritisi yang salah dari perjalanan demorkasi kita,” pungkasnya.

Diketahui, Diskusi Daring bertajuk Seruan Moral Bergema: Dejavu 98 Apakah Terulang? yang digelar Forum Intelektual Muda menghadirkan Pemerhati Sosial Politik Surya Fermana, Akademisi UIN Sunan Kalijaga El Guyanie dan Aktivis 98 Prijo Wasono sebagai narasumber.

Hadir pula puluhan pemuda dan mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia sebagai peserta dalam diskusi tersebut.(fri/jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler