Rhenald Kasali: Tepat! Transformasi Indonesia ke Pariwisata

Senin, 28 November 2016 – 10:10 WIB
Rhenald Kasali. Foto: dokumen JPNN.Com

jpnn.com - JAKARTA - Pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia (UI) yang juga praktisi bisnis ternama di Indonesia, Rhenald Kasali rupanya menjadi salah satu saksi pernyataan Presiden Joko Widodo di 100 CEO Forum di JCC Senayan, Jakarta, 24 November 2016 lalu.

Kata Rhenald, saat itu orang nomer satu di Indonesia itu akan menaikkan alokasi anggaran pariwisata 4 hingga 5 kali lipat. Tujuannya demi mewujudkan target di bidang pariwisata, termasuk mendatangkan 20 juta wisatawan mancanegara pada 2019 mendatang.

BACA JUGA: Tak Ikut Amnesti, Rumah Terancam Disita

”Ini kabar bagus, ibarat ayam dan telur keduanya saling membutuhkan. Pariwisata memang benar sangat butuh biaya yang sangat besar. Keputusan Pak Presiden Jokowi dan Menpar Arief Yahya sudah sangat tepat di tengah transformasi ekonomi yang terjadi di dunia saat ini,” ujar Rhenald.

Kondisi perekonomian saat ini semua dalam keadaan stuck. Manufacturing dunia juga sedang mengalami stagnasi. Hal ini juga terjadi di Amerika Serikat.

BACA JUGA: Fiskal AS Ekspansif, Kemenkeu Tetap Optimistis

Namun, Indonesia dalam hal ini Kementerian Pariwisata punya cara cerdas dengan melakukan lompatan di bidang turisme.  ”Lompatan Kemenpar yakni dengan jasa pariwisata. Transformasi ini sangat efektif, lompatan ini sudah keputusan yang tepat membangkitkan perekonomian masyarakat dengan jasa Pariwisata,” ujarnya.

Yang patut disyukuri lagi, imbuh Rhenald, Indonesia punya produk yang bagus di bidang pariwisata. Jadi, transformasi ekoniomi jasa pariwisata ini dipastikan bisa jalan, apalagi Presiden Jokowi punya komitmen terhadap pariwisata tanah air.

BACA JUGA: Prediksi Pergerakan IHSG Awal Pekan Ini

”Indonesia tepat, punya wisata ketenangan, alam, budaya, bahkan hiburan kita punya semua. Hanya saja, anggaran yang nanti ditambah itu juga harus dialokasikan untuk memperbaiki produk Pariwisata kita. Produk kita juga harus dikemas dengan baik,” kata pria yang juga Ketua Program Pascasarjana Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Rhenald yang juga penulis berbagai buku ekonomi itu menyarankan, anggaran lebih yang nantinya digolkan oleh Presiden Jokowi sebaiknya disiapkan untuk tiga hal. Yang pertama, untuk pengembangan produk pariwisata.

”Pengembangan produk ini juga harus menjadi konsentrasi daerah, pemerintah daerah harus seirama dengan pemerintah pusat dalam mengembangkan pariwisata terutama pengembangan kualitas destinasi atau produk,” ujarnya.

Rhenald mengambil contoh Danau Toba. Saat ini produknya baru berupa danau yang indah yang diberikan Tuhan untuk Indonesia.

”Heritage-nya harus digenjot, paket-paket wisatanya harus diperbaharui, aksesnya, amenitasnya, transportasinya, guide-nya, homestay-nya. Jadi pengembangan produk harus juga jadi prioritas,” ujar Rhenald.

Yang kedua, alokasi anggaran dari pemerintah harus disiapkan juga untuk promosi. Rhenald mengatakan, Presiden Jokowi harus bersyukur karena memiliki menteri sekelas Arief Yahya. Karena promosi di dunia sudah sangat terasa dan memang Arief Yahya jagonya.

Kata dia, pria asal Banyuwangi itu sosok yang tepat karena sangat mengerti dengan pertarungan digital dan persaingan ekonomi. ”Urusan ini saya tahu betul kalau Presiden Jokowi sangat happy. Saya sudah lihat taxi di London, kereta, iklan digital di New York dan sebagainya. Semuanya di-branding Wonderful Indonesia. Pak Arief Yahya tahu betul urusan promosi itu. Dan saya sangat optimistis jika pak Arief Yahya yang mengerjakan ini, semua akan tercapai, karena memang beliau pakarnya untuk urusan pertarungan-pertarungan itu,” katanya.

Dan yang ketiga, masih kata Rhenald, alokasi anggaran yang berikutnya adalah untuk penguatan kelembagaan dalam hal ini Kemenpar dan semua elemen yang terkait. ” Kemenparnya harus semakin kuat, jangan lupa tekhnologi digitalnya disiapkan, penguatan SDM-nya, dan semua yang terkait dalam mengemas pariwisata dari produk hingga promosi. Karena hal itu yang belum kita punya, strory yang mengemas produk menjadi Pariwisata yang sangat menarik,” katanya.

Rhenald mengambil contoh Pulau Komodo di Labuan Bajo yang sebenarnya lebih menarik dibandingkan dengan beruang di Alaska. Namun, kemasan Beruang di Alaska lebih bagus karena didukung SDM yang mengemas destinasi jadi menarik ditambah dengan story.

”Padahal ketemu beruangnya saja tidak. Sedangkan kita, sudah pasti ketemu komodo. Kita produk bagus, namun belum dikemas baik,” katanya.

Seperti diketahui, penambahan alokasi anggaran juga merupakan bagian dari perjuangan Menpar Arief Yahya untuk tanah air. Terkait core business pemerintah Indonesia, mantan Dirut PT Telkom yang kini mengelola Kemenpar dengan model private sector dan ala swasta ini sudah melayangkan usulan tersebut.

Itu karena pariwisata adalah penyumbang PDB, devisa dan lapangan kerja yang paling mudah, murah dan cepat. Karenanya menuntaskan semua bottlenecking di Kemenpar sangat bermakna ekonomis buat masyarakat.

Pertama soal PDB. Pariwisata menyumbangkan 10 persen PDB nasional, dengan nominal tertinggi di ASEAN.

Kedua, PDB pariwisata nasional tumbuh 4,8 persen dengan tren naik sampai 6,9 persen, jauh lebih tinggi daripada industri agrikultur, manufaktur otomotif dan pertambangan. Ketiga, devisa pariwisata USD 1 Juta, menghasilkan PDB USD 1,7 Juta atau 170 persen.

Itu terbilang tertinggi dibanding industri lainnya. Jadi,  kalau selama ini masyarakat mengkategorikan industri itu menjadi migas dan non migas, maka kelak industri itu akan menjadi pariwisata dan non pariwisata.

Bagaimana dengan devisa? Saat ini pariwisata masih menempati posisi ke-4 penyumbang devisa nasional, sebesar 9,3 persen dibandingkan industri lainnya. Tapi, pertumbuhan penerimaan devisa pariwisata itu tertinggi, yaitu 13 persen. Sedangkan industri minyak gas bumi, batubara, dan minyak kelapa sawit yang pertumbuhannya negatif.(adv/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Rumah Terancam Disita jika Tak Ikut Tax Amnesty


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler