jpnn.com - PEKANBARU - Bencana kabut asap di Riau bukan hanya terjadi dalam beberapa tahun ini. Sebab, bencana serupa sudah terjadi sejak tahun 1997.
Selama 17 tahun terakhir, masyarakat Riau rutin menghirup polusi udara kotor dari asap setiap musim kemarau tiba. Bencana yang sama kini kembali dirasakan rakyat Riau dalam kurun waktu sebulan terakhir.
BACA JUGA: Asap Kian Parah, Walikota Ajak Warga Sholat Minta Hujan
Kepala BNPB Syamsul Maarif mengatakan, kondisi kabut asap yang terjadi di Riau saat ini sebenarnya terjadi bukan di puncak puncak kering. Karena faktor anomali cuaca, Riau diperkirakan akan mengalami musim kering hingga September mendatang. Puncaknya diperkirakan terjadi di pertengahan tahun.
Kondisi ini mulai mengkhawatirkan masyarakat. Karena bila melihat kondisi sekarang, masyarakat sudah cukup parah terkena dampaknya lantaran upaya yang dilakukan pemerintah dirasa kurang efektif meredam asap dari kebakaran lahan dan hutan.
BACA JUGA: Makin Sore, Pekanbaru jadi Kota Berasap
"Sekarang saja sudah terasa paling parah setelah kejadian tahun 1997, itu 17 tahun lalu. Kalau disebut belum sampai titik puncak, dahsyat sekali yang akan dialami rakyat Riau nantinya," kata Hakim, warga Rumbai, Pekanbaru Kamis (13/3).
Hakim pun menyayangkan sikap pemerintah pusat yang lamban menyikapi bencana kabut asap di Riau. Padahal, dampak kabut asap membahayakan kesehatan terutama bagi orang tua lanjut usia, wanita hamil, anak-anak dan balita.
BACA JUGA: Akhir Masa Jabatan, Anggota DPRD Majene Bakal Jalan-jalan ke Belanda
"Tahun lalu saat asap sampai ke Malaysia dan Singapura, Presiden SBY langsung menjadikan bencana asap Riau sebagai bencana nasional. Tidak hanya itu, Presiden sampai menyampaikan minta maaf pada negara tetangga. Sekarang saat yang menderita rakyat sendiri, jumlahnya sekitar 6 juta jiwa, Presiden justru cuma menyampaikan rasa prihatin lalu jalan-jalan ke mall di Surabaya," kecam Hakim menyuarakan kekecewaannya.
Semakin tebalnya kabut asap akibat terbakarnya hutan dan lahan di Riau, memang sudah sangat mengganggu aktivitas masyarakat. Bandara SSK II Pekanbaru yang menjadi akses utama transportasi udara, sudah dinyatakan tutup selama tiga hari atau bisa lebih.
Sementara anak sekolah hingga perguruan tinggi sudah diliburkan. Dampak asap juga membuat sekitar 53 ribu jiwa terserang ISPA dan iritasi.
Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan mengatakan kasus kebakaran hutan dan lahan di Riau memang cukup unik. Menurutnya, mengatasi kebakaran di Riau itu lebih sulit karena mayoritas yang terbakar adalah lahan gambut.
"Jadi meski dilakukan bom air, tetap saja apinya tak padam. Karena titik apinya ada di kedalaman 10-20 meter dari atas permukaan tanah gambut. Karena itu kalau gambut di Riau sudah terbakar, memang sulit sekali dipadamkan," kata Zulkifli.(afz/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bandara Pekanbaru Ditutup Hingga 15 Maret
Redaktur : Tim Redaksi