Ribuan Desa di Indonesia Timur Masih Gelap Gulita

Pemerintah Canangkan Indonesia Terang

Senin, 29 Februari 2016 – 07:49 WIB

jpnn.com - JAKARTA –  Pemerintah terus berupaya melistriki kawasan Indonesia Timur. Salah satu program yang dicanangkan adalah dengan meluncurkan program Indonesia Terang untuk meningkatkan rasio elektrifikasi dari 85 persen menjadi 97 persen pada 2019.

Untuk tahap awal, 6 provinsi Indonesia Timur akan diikat menjadi satu wilayah kerja. Menurut Menteri ESDM Sudirman Said, ada 12.659 desa tertinggal yang belum merasakan listrik dari PLN. Kalau pun ada, biasanya menggunakan genset.

BACA JUGA: Bank Mandiri Kucurkan Rp 1,6 Triliun untuk Blue Bird

Malah, dari jumlah tersebut ada 2.519 desa yang terlistriki sama sekali. “Di sana, ada sekitar sembilan juta jiwa yang butuh aliran listrik,” ujarnya dalam jumpa pers rencana peluncuran program Indonesia Terang di Jakarta, Minggu (28/2)

Enam provinsi yang menjadi prioritas itu adalah, Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Namun, Pulau Papua diakui medan yang paling terjal untuk dilalui. Kondisi demografis membuat 18 kabupaten sama sekali belum tersentuh listrik.

BACA JUGA: BTN Mirip Agen Properti

’’Tahun ini programnya dimulai. Targetnya, menerangi 10.300 desa sampai 2019 di Indonesia Timur,’’ imbuh Sudirman.

Dia menyadari, menerangi kawasan timur bukan perkara mudah. Yang sudah diidentifikasi kementerian, masalah itu ada dari sarana dan prasarana moda transportasi, lantas populasi penduduk yang sedikit.

BACA JUGA: Program Tapera Hanya untuk Buruh Bergaji Rendah

Dua hal itu disebutnya membuat pembangunan jaringan listrik menjadi sangat mahal. Tidak ekonomisnya pembangun membuat PLN menjadi rugi kalau terus dipaksakan.

Itulah kenapa, pemerintah harus ambil alih agar desa-desa terpencil bisa ikut merasakan listrik. “Nanti akan diselesaikan melalui Energi Baru Terbarukan (EBT), karena itu yang paling memungkinkan,” tuturnya.

Strategi untuk memuluskan program itu, melalui pemanfaatan energi setempat yang punya kaitan dengan EBT. Misalnya, tenaga surya, air, angin sampai arus laut.

Dia optimistis, dalam lima tahun ke depan EBT bisa menyelesaikan masalah. Alasannya, memanfaatkan energi setempat berarti tidak perlu menunggu jaringan listrik dari pusat. Jadi, pembangkit dan transmisi bisa dibangun secara local atau off-grid.

“Untuk bisa mempercepat, polanya harus diubah. Tidak lagi selalu dari pusat,” tegasnya.

Apalagi, Indonesia punya potensi EBT sampai 300 ribu MW. Namun, pemanfaatannya saat ini masih terlalu minim. Hanya tiga persen saja. Tapi, itu dimaklumi karena harga teknologi EBT yang kelewat mahal.

Untuk mengatasi hal itu, Pusat Keunggulan Energi Bersih (Clean Energy Center of Excellence/CoE) yang dikembangkan di Bali diharapkan bisa menjadi solusi. Pusat itu yang disebutnya akan menjadi ujung tombal pelatihan untuk menjadi tenaga ahli program Indonesia Terang.

“Listrik itu sumber kebahagiaan. Selain penerangan, ekonomi dan kesehatan juga dapat. Lantas, meningkatan ekonomi, sampai pertahanan negara juga. Jadi, jangan sampai gagal,” tegasnya.

Supaya program itu sukses, Sudirman menyebut angka tentang anggaran untuk membiayainya yang mencapai Rp 30 triliun. Dana yang sangat banyak itu akan dikumpulkan melalui banyak cara. Selain lewat APBN, dan Penyertaan Modal Negara (PMN), akan dicari dana hibah. Tidak lupa, kalangan swasta juga diajak untuk mensukseskan program itu.

Kementerian ESDM juga melengkapi diri dengan timeline pengerjaan program. Pada Maret misalnya, mereka menargetkan bisa konsolidasi data dan sinkronisasi perencanaan di tingkat pusat. Lantas, sampai Juni 2016 ada pelatihan perencanaan kelistrikan desa.

Sedangkan sampai akhir tahun, tim akan melakukan perencanaan kelistrikan desa. “Implimentasi program dimulai tahun ini dengan sejumlah lokasi percontohan, dan dilanjutkan realisasi sampai 2019,’’ jelasnya.

Lebih lanjut Sudirman menjelaskan, ada strategi inklusif dengan mengajak berbagai pihak untuk aktif dalam perencanaan. Dalam waktu dekat, menteri asal Brebes, Jawa Tengah itu akan mengajak Bappenas dan Kementerian BUMN untuk duduk bareng membahas program.

Selain itu, kementerian juga menggodok regulasi agar harga listrik EBT tidak mahal. Harga peralatan yang lebih mahal, dipastikan berdampak pada harga listrik juga. Padahal, masyarakat di Indonesia Timur punya daya beli yang tidak besar.

’’Pemerintah harus memberikan support dengan memberikan subsidi,’’ jelasnya. Selain itu, Sudirman juga ingin agar pelaksanaan bisa transparans dan akuntabel.

Saat disinggung tentang besaran listrik yang dibutuhkan, Sudirman menyebut kementerian sudah mengkalkulasi. Misalnya, kalau proyek itu hanya memberikan kebutuhan listrik dasar. Melingkupi penerangan, radio, dan kipas angin, maka kebutuhannya 500 MW.

Kalau bisa digunakan untuk menonton televisi, berarti tambah jadi 750 MW. Kementerian juga tidak menutup mata kalau ada warga yang ingin memiliki kapasitas listrik lebih untuk mesin jahit atau kebutuhan usaha kecil lain, sampai AC yang memerlukan total 1 Giga Watt. ’’Tapi tahapan pertama dapat penerangan normal dulu,’’ katanya.

Dirjen EBTKE Kementerian ESDM Rida Mulyana menambahkan, untuk mempercepat penerangan kawasan Indonesia Timur tidak bisa dilakukan sendiri. Sebab, uang APBN sangat terbatas.

Menurutnya, uang negara hanya bisa untuk menerangi 120 titik saja per tahun. ’’Itu berarti, kalau pakai uang APBN saja, butuh 100 tahun menerangi semua,’’ ungkapnya.

Tapi, pemerintah tidak mungkin membiarkan itu. Percepatan menjadi program yang tidak bisa dihindarkan lagi. Melalui EBT, dan penggunaan dana dari berbagai penjuru, termasuk pihak swasta disebutnya target lima tahun tidak berlebihan.

Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jarman juga optimistis proyek itu bisa selesai. Sebab, pertumbuhan elektrifikasi pada 2015 sudah mencapai 4 persen.

Dari rasio elektrifikasi 84 persen menjadi 88 persen. Angka itu lebih tinggi dari target pemerintah yang mematok pertumbuhan listrik setahun 2,5 persen. ’’Ini komitmen kami, pada 2019 rasio elektrifikasi sudah 97 persen. Kalau perlu, lebih,’’ ucapnya. (dim/sof)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Supermarket Ini Belum Terapkan Kantong Plastik Berbayar


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler