jpnn.com, MOSUL - Pasukan gabungan Iraq yang didukung militer Amerika Serikat (AS) belum berhenti menggempur sarang-sarang militan ISIS di Mosul, ibu kota Provinsi Nineveh.
Sedikitnya 180 ribu warga sipil telah mengungsi dari sisi barat Mosul.
BACA JUGA: Tak Ada Ampun, Iraq Gempur Basis Deklarasi ISIS
Ambisi Iraq untuk merebut kembali kota yang menjadi pusat komando ISIS itu berdampak buruk terhadap para penduduk.
Demi menghindari pertempuran yang kian hari kian sengit, mereka terpaksa mengungsi.
BACA JUGA: Anggota ISIS Nyamar Jadi Dokter, Tembak 38 Orang
Berbekal makanan dan pakaian seadanya, para suami membawa anak dan istri ke tempat aman.
Tujuan pertama mereka adalah kamp penampungan sementara.
Sayang, 17 kamp di sekitar Mosul mulai kelebihan penghuni. Padahal, penduduk Mosul masih terus mengungsi.
"Sebanyak 111 ribu warga Mosul tertampung di 17 kamp penampungan sementara. Puluhan ribu orang lainnya mengungsi ke rumah sanak saudara masing-masing," terang salah seorang jubir Kementerian Migrasi dan Pengungsian Iraq.
Dalam pernyataan resminya, pemerintah Iraq mengaku bisa mengupayakan tempat penampungan bagi sekitar 100 ribu warga lagi.
Karena itu, pemerintah mengimbau kamp-kamp penampungan sementara tetap menerima kedatangan warga sipil dari Mosul.
Nanti, pemerintah mencari tempat bagi mereka yang tidak tertampung di kamp.
Kemarin, Mohammed Ali dan keluarga terpaksa menghabiskan waktu 18 jam demi mencari tempat penampungan.
Namun, dia beserta sekitar 20 anggota keluarga dan kerabatnya tak kunjung memperoleh tempat.
''Kami sudah pergi ke kamp Hammam Al Alil. Tapi, tempat itu penuh,'' ujar pria 50 tahun tersebut. Padahal, jarak dari kediaman Ali di sisi barat Mosul ke kamp itu mencapai 35 kilometer.
Menumpang bus, Ali bersama anak, cucu, dan keponakannya berupaya mendatangi kamp penampungan lain di sisi timur Mosul.
Mereka pergi ke kamp Khazer dan kamp Hasan Sham, tapi tetap tidak mendapat tempat.
''Kami sepertinya harus melintasi pos pemeriksaan,'' katanya. Pos pemeriksaan di dekat kamp Khazer yang dijaga peshmerga (paramiliter Kurdi) tersebut menandai wilayah terluar Mosul.
Apa yang dialami Ali juga dirasakan ratusan ribu warga lainnya.
Demi menghindari perang, mereka nekat meninggalkan Mosul.
Ancaman dan intimidasi ISIS tak mampu lagi membendung hasrat untuk menyelamatkan diri.
Namun, begitu berhasil meninggalkan kampung halaman, mereka dihadapkan pada masalah baru.
Yakni, telantar karena tak punya tempat tinggal.
OCHA (Office for the Coordination of Humanitarian Affairs), badan PBB yang mengurusi bantuan kemanusiaan, memperingatkan pemerintah bahwa tempat untuk 100 ribu orang tak akan cukup.
Sebab, jumlah warga sipil yang melarikan diri dari perang di Mosul jauh lebih banyak.
''Kami memperkirakan 300-320 ribu warga masih akan mengungsi dari Mosul bulan ini,'' ujar Lise Grande.
Grande yang menjabat koordinator OCHA di Iraq menegaskan bahwa pemerintah Iraq membutuhkan langkah antisipasi yang lebih baik.
Sebab, OCHA yang sudah berbulan-bulan mempersiapkan diri untuk mengurusi dampak sosial operasi militer di Mosul mulai kewalahan.
Padahal, OCHA telah bersiap sebelum pertempuran sengit terbaru pecah di Mosul pada 19 Februari lalu.
''Faktanya, krisis ini membuat kami harus benar-benar mengerahkan seluruh daya dan upaya. (Krisis kemanusiaan di wilayah barat Mosul, Red) Ini jauh lebih besar dan kompleks ketimbang yang terjadi di sisi timur,'' tutur Grande.
Menurut dia, sebagian besar warga sipil di sisi timur tetap bisa tinggal di rumah tanpa khawatir.
Namun, di sisi barat, mayoritas warga memilih mengungsi.
''Jika jumlah penduduk yang meninggalkan Mosul berlipat ganda lebih cepat daripada kemampuan kami untuk menyediakan kamp penampungan, krisis kemanusiaan ini akan memburuk dalam waktu yang sangat cepat,'' jelas Grande.
Aksi militer di kota tersebut belum menunjukkan tanda-tanda akan berhenti.
Apalagi, Masjid Al Nuri yang menjadi simbol kekuatan ISIS belum berhasil direbut kembali.
Sementara itu, militan ISIS yang kian tersudut mulai ngawur. Mereka memaksa para pemuda Mosul bergabung untuk memerangi pasukan Iraq dan AS.
Para pemuda tersebut bakal menjadi tameng hidup bagi ISIS. Militan pasti menempatkan pemuda-pemuda rekrutan baru itu di garis depan. (AFP/Reuters/hep/c18/any/jpnn)
Redaktur & Reporter : Natalia