Polisi telah menahan lebih dari dua ribu orang pengunjuk rasa antiperang yang dilakukan di berbagai kota di Rusia hari Minggu (27/02) menentang invasi Rusia ke Ukraina.

Lebih dari 5.800 orang sudah ditahan dari berbagai protes antiperang sejak invasi dilakukan hari Kamis pekan lalu, menurut kelompok sipil OVD-Info  yang memantau penindasan Rusia terhadap kelompok oposisi selama bertahun-tahun.

BACA JUGA: Model Panas Ini Siap Tidur Bareng Tentara Rusia Penentang Putin

Hari Minggu malam, OVO-Info mengatakan sedikitnya 2.667 orang ditahan dari protes yang dilangsungkan di 67 kota.

Di Moskow,. polisi anti huru-hara kadang lebih banyak dari para pengunjuk rasa yang turun ke jalan membawa selebaran tulisan tangan simbol perdamaian, dan slogan antiperang dalam bahasa Rusia dan Ukraina.

BACA JUGA: Vladimir Putin Perintahkan Kekuatan Nuklir Siaga Penuh, Waduh!

Beberapa mengenakan masker wajah dengan tulisan "Enough (Cukup}".

Seorang reporter yang bekerja untuk saluran televisi independen, Dozhd, ditahan di tengah protes meski sudah menunjukkan tanda pengenal kepada polisi dan mengenakan rompi pers.

BACA JUGA: Sindir Twit Jokowi soal Perang, Ujang Komarudin Pakai Kata Ambyar

Di luar sebuah mal mewah Gostiny Dvor di kota St Petersburg ratusan pengunjuk rasa berdiri dan saling berpegangan tangan sambil meneriakkan yel-yel antiperang. Warga AS diminta meninggalkan Rusia

Kedutaan Amerika Serikat di Moskow mendesak warga AS di Rusia untuk segera meninggalkan negara tersebut karena sekarang beberapa penerbangan sudah dihentikan dan beberapa negara menutup wilayah udara mereka untuk penerbangan pesawat Rusia.

"Warga AS harus mempertimbangkan untuk meninggalkan Rusia segera lewat opsi komersial yang tersedia," kata pernyataan kedutaan AS di situs mereka.

Uni Eropa termasuk di antara negara yang hari Minggu mengumumkan penutupan wilayah udara bagi penerbangan dari Rusia.

Ratusan ribu orang di berbagai negara Eropa juga melakukan aksi protes hari Minggu (27/02), salah satunya di ibu kota Jerman Berlin yang dihadiri 100 ribu orang.

Sementara itu, dampak ekonomi dari invasi Rusia ke Ukraina juga mulai dirasakan di Rusia, dengan nilai mata uang rubel jatuh, dan Bank Sentral Rusia menyerukan agar warga tidak panik untuk menghindari serbuan penarikan uang tunai di bank, tetapi antrean terlihat mengular di beberapa ATM.

Sudah ada laporan bahwa kartu kredit yang bukan berasal dari Rusia tidak bisa lagi digunakan di Rusia.

Amerika Serikat, Uni Eropa dan Inggris juga setuju menutup akses bagi beberapa bank Rusia menggunakan sistem SWIFT, yang mengatur pengiriman dana yang melibatkan ribuan bank dan institusi keuangan di seluruh dunia. Sanksi Australia mulai berlaku

Sementara itu sanksi Australia terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin dan beberapa pejabat senior pemerintahannya mulai berlaku setelah invasi Rusia ke Ukraina memasuki minggu kedua.

Larangan perjalanan dan sanksi keuangan telah diterapkan terhadap Presiden Putin, Menteri Luar Negeri, Menteri Pertahanan, Perdana Menteri dan Menteri Urusan Dalam Negeri.

Sanksi ini mulai berlaku setelah Perdana Menteri Scott Morrison mengatakan dia akan mengadakan pembicaraan telepon dengan Presiden Ukraina Volodymur Zelenskyy hari Senin (28/02) hari ini.

Presiden Putin mengatakan kekuatan nuklir Rusia sudah disiagakan di tengah semakin besarnya tentangan Barat atas keputusannya melakukan invasi ke Ukraina.

"Ini pernyataan yang sangat gegabah dalam situasi seperti sekarang ini," kata PM Morrison di Radio Nine hari Senin (28/02) mengenai pernyataan Putin.

"Saya kira pergerakan tentara Rusia di Ukraina tidak sesuai dengan jadwal atau rencana yang diperkirakan Rusia sendiri."

Sanksi terhadap Putin dan pemimpin senior Rusia adalah termasuk sanksi yang juga diterapkan pada perbankan Rusia dan 350 warga Rusia lainnya.

Apa yang dilakukan Australia sejalan dengan apa yang dilakukan negara lain seperti Amerika Serikat dan Inggris yang mencari sasaran penerapan sanksi terhadap individu untuk menekan Rusia.

Australia juga mengatakan akan menyediakan senjata, peralatan militer yang tidak mematikan, dan obat-obatan ke Ukraina. Seruan untuk pergi berperang ke Ukraina

Dalam perkembangan lain pernyataan Menteri Luar Negeri Inggris Liz Truss yang mendukung keinginan warga Inggris untuk berjuang melawan invasi Rusia mendapatkan kritikan dari kalangan partai pemerintah di sana.

Dan di Australia, sudah muncul peringatan dari pemerintah agar warga Australia tidak melakukan hal tersebut.

"Kami memiliki petunjuk perjalanan yang sangat jelas, jangan pergi ke daerah konflik,"kata Bendahara Negara Australia, Josh Frydenberg.

"Menurut hukum di Australia, warga Australia tidak bisa ke kawasan konflik dan ikut ambil bagian, kecuali mereka bergabung dengan pasukan Australia atau pasukan asing."

Departemen Dalam Negeri Australia dan Dinas Intelijen ASIO mengatakan mereka terus memantau perkembangan terhadap mereka yang berniat pergi ke kawasan tersebut, yang sejak tahun 2014 sudah didatangi ribuan pejuang asing termasuk sejumlah kecil warga Australia.

Dikhawatirkan invasi Rusia akan meningkatkan lagi keinginan global untuk terlibat dalam konflik di sana, dan hukum di Australia tidak akan bisa mencegah sejumlah ekstremis untuk ke sana dan kemudian kembali ke Australia.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy sendiri sudah menyerukan kepada 'seluruh warga dunia ' untuk bergabung mempertahankan Ukraina.

Di masa lalu, baik ekstremis sayap kanan maupun sayap kiri terlibat dalam konflik.

Meski prihatin dengan warga lainnya yang masih berada di Ukraina, warga Ukraina di Australia mengatakan mereka tidak ingin orang asing yang termotivasi karena ideologi untuk ambil bagian dalam konflik.

"Kalau anda punya agenda tersendiri, saya kira tidak ada gunanya sama sekali saat ini untuk ambil bagian," kata Stefan Romaniw, salah seorang ketua Organisasi Federasi Warga Ukraina di Australia kepada ABC.

 

Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari berita- berita di ABC News.

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bom Nuklir Siaga, Corong Putin: Kami Tak Butuh Dunia tanpa Rusia

Berita Terkait