Pemungutan suara Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 akan digelar lebih awal di Australia, yakni hari Sabtu besok, 10 Februari.
Kantor Kedutaan Besar RI dan kantor Konsulat Jenderal RI di sejumlah negara bagian di Australia akan menjadi tempat pencoblosan.
BACA JUGA: Orang Tua Korban Kanjuruhan Curhat di Slepet Imin, Harapkan Perubahan
Namun, 2.000 warga negara Indonesia terancam untuk tidak bisa mencoblos, seperti dikatakan Wildan Ali, Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia di Australia (PPIA).
Ia mengaku khawatir dengan jumlah surat suara tambahan yang hanya dialokasikan dua persen dari total surat suara keseluruhan.
BACA JUGA: PLN UID S2JB Pastikan Pasokan Listrik Aman Selama Pemilu 2024
Menurutnya diaspora Indonesia, seperti pelajar, juga ingin selalu berkontribusi kepada Tanah Air, sehingga disayangkan jika tidak bisa memilih.
"Jujur, ada kekhawatiran. Soalnya yang banyak digaung-gaungkan itu tolong buat diaspora atau pelajar begitu selesai menimba ilmu pulang lagi ke Indonesia untuk menyalurkan ilmunya, tetapi ketika sendiri masih WNI dan berada di luar negeri enggak bisa milih, gimana ya?" katanya.
BACA JUGA: Sukarelawan Genderang Siap Bantu Pemenangan Prabowo-Gibran
"Banyak banget temen-temen [mahasiswa] yang excited banget untuk mau ikut pemilu," ujar Wildan.
Data yang disebutkan Wildan dibenarkan oleh David Silalahi, Ketua Panitia Pemilu Luar Negeri (PPLN) Canberra.
"Daftar Pemilih Tambahan itu lebih dari 2.000, kira-kira 2.700 lah," katanya.
"Untuk di Australia, Daftar Pemilih Tetap itu kira-kira 35.000. Dua persen dari 35.000 itu kan ... 700-an juga kan? Berarti kalau DPTB 2.700, cadangan surat suara 700, berarti kan ada 2.000-an yang unallocated, lah bahasanya.
"Mereka hanya dapat surat suara kalau orang-orang di DPTB ini enggak tinggi partisipasinya."
Mengenai warga yang tidak bisa memilih, David mengingatkan bahwa PPLN sudah melakukan pengecekan data pemilih sejak Februari hingga Juni, di mana panitia telah meminta warga untuk mengecek apabila ada data yang salah atau bila sudah terdaftar.
Ia juga mengatakan dari bulan Agustus hingga Januari 2024, PPLN melayani pemilih yang pindah domisili.
Menurut David, daripada saling menyalahkan, ada 'treatment' yang bisa dilakukan untuk mengakomodasi masalah ini.
"Kalau saya boleh usul, perlu ada perbaikan aturan KPU untuk alokasi surat suara ... jadi kita enggak bicara dua persen ini dinaikkan jadi tiga persen atau empat persen," katanya.
"Tapi kita bicara DPT dan DPTB ini kan rohnya sama, sama-sama sudah ada kertas suaranya, tinggal dipindahkan.
"Ibaratnya kalau orang Jakarta mau nyoblos di Canberra bawa dong surat suaramu."Undangan mencoblos di Australia
Sementara itu, Patricia, bukan nama sebenarnya, mengatakan terkejut saat mendapatkan undangan untuk mencoblos di Melbourne.
Padahal, Patricia sudah meninggalkan Melbourne pada Desember 2019 dan kini tinggal di Jakarta.
"Saya reaksinya kaget, karena sudah lama tidak ke Melbourne," kata Patricia.
"[Saya] diminta bawa KTP atau paspor dan cek DPT yang terdaftar di situs Cek DPT online."
Patricia yang sempat menjadi mahasiswi memutuskan untuk pulang ke Indonesia demi keluarga dan belum ada rencana untuk ke Melbourne lagi.
Ia pun mengatakan akan mencoblos di Jakarta.
Ketua PPLN Canberra, David mengatakan seharusnya data pemilih dalam hal ini tidak ganda, karena memakai NIK.
"NIK itu kan single, kecuali ada orang punya NIK dua, setahu saya NIK itu hanya satu masing-masing orang," katanya.
David mengatakan warga Indonesia yang sudah 'for good' atau meninggalkan Australia tetap mendapatkan pemberitahuan mencoblos karena mereka tidak melaporkan diri saat hendak kembali ke Indonesia.
"Banyak sekali masyarakat Indonesia yang tidak paham bahwa kalau dia meninggalkan suatu negara, itu harus lapor," kata David.
"Data ini kan dipakai juga sebagai basis data KPU. 'Oh si A terdata di Australia', dia [database] enggak punya pengetahuan lain bahwa orang ini sudah pulang."
Menurut data PPLN, sebanyak 35.000 warga Indonesia sudah terdaftar untuk memilih di Australia, dengan jumlah pemilih terbanyak di Sydney.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Prabowo Disebut Terima Suap, Yusril: Berita Hoaks Terbesar