jpnn.com - JAKARTA - Pemerintah harus memperhatikan nasib warga negara Indonesia (WNI) yang bekerja di Arab Saudi yang izin tinggalnya habis (overstayer). Sebab, WNI yang juga menyumbang devisa ke negara itu mendapat perlakuan yang tidak layak di penjara imigrasi Saudi.
Berdasar pantauan Kementerian Luar Negeri, pemerintah Saudi lamban dalam mengurus makanan dan minuman para overstayer di Tarhil (penjara imigrasi Saudi). Akibatnya, banyak WNI di sana yang kelaparan.
BACA JUGA: Rekening 4 Pejabat Kemendikbud Bermasalah
Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri Tatang B. Razak membenarkan bahwa para WNI yang didata pihak imigrasi sempat mengalami kelaparan. "Memang sempat terjadi kelaparan saat mereka masih di luar dan didata," ujarnya di Jakarta, Kamis (7/11).
Sebab, lanjut dia, pihak imigrasi baru memberikan makan saat pendataan selesai dan para WNI sudah berada di dalam. Padahal, pendataan itu berjalan lamban.
BACA JUGA: Krisis Buku Nikah Selesai Pekan Depan
Mengetahui hal tersebut, petugas dari pemerintah Indonesia mengirimkan sejumlah makanan dan minuman. Menurut pengakuan Tatang, KJRI memberikan bantuan logistik berupa tiga ribu nasi kotak, seribu roti, 6 ribu botol air minum, serta beberapa keperluan anak balita seperti susu, makanan bayi, dan popok sekali pakai.
"Makanan yang disediakan otoritas setempat diberikan di kamar-kamar overstayers yang telah selesai didata. Karena itu, banyak yang mengalami kelaparan saat pendataan," tutur Tatang.
BACA JUGA: Korban Polisi Koboi Menuntut Ganti Rugi
Menanggapi banyaknya keluhan dan laporan terkait dengan keadaan WNI di Tarhil, Tatang menyatakan seharusnya mereka juga sadar akan posisinya saat ini yang sedang menjalani hukuman. "Bukan sedang check in ke hotel sehingga semua akan serba dilayani dan mewah," tegasnya.
Kendati demikian, ujar dia, tidak berarti mereka akan dibiarkan menderita atau kelaparan. Tatang berharap mereka sedikit bersabar dan memahami kondisi saat ini. Hingga kini, sekitar 8 ribu WNI telah berada di penjara-penjara imigrasi di Tarhil, Shumaisi, dan Jeddah.
Mengenai pemulangan ke tanah air, Tatang menyatakan dalam waktu 1-2 hari ke depan mereka mulai dipulangkan. Pihaknya telah bertemu otoritas Saudi dan disepakati bahwa kelompok rentan seperti lansia, ibu hamil, anak balita, serta mereka yang sakit akan dipulangkan lebih dulu.
Kesepakatan tersebut dicapai dalam pertemuan pada 5 November 2013 pukul 22.30 waktu Jeddah. Selain itu, satu jenazah WNI akan dipulangkan. Yakni, jenazah seorang WNI asal Sukabumi, Didin Jaenudin Sahroji, 61, yang meninggal pada Rabu (6/11) karena sakit. Didin meninggal di penampungan Shumaisi. Saat ini jenazahnya ditangani KJRI dan diperiksa di rumah sakit di Jeddah.
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri telah menugaskan staf untuk bertemu pihak keluarga dalam mengurus jenazah. Saat ini cukup sulit mendapat kursi penumpang penerbangan dari Saudi ke luar negeri. Mengingat, proses pemulangan jamaah haji masih berlangsung hingga akhir November 2013. Meski demikian, pemerintah Indonesia dan Saudi sedang mengupayakan untuk bisa memulangkan para WNI, khususnya kelompok rentan, dalam beberapa hari ke depan.
"Saat ini saya sedang rapat koordinasi dengan Garuda di Saudi. Di Indonesia pun saat ini sama, sedang ada perundingan mengenai pemulangan para WNI kita. Kira-kira 1-2 hari mendatang mulai ada pemulangan," ungkapnya kemarin.
Sementara itu, Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) terus memantau perkembangan penangan TKI overstayer di Saudi. Kepala BNP2TKI Jumhur Hidayat menuturkan, berdasar hasil pendataan hingga 6 November waktu setempat, jumlah TKI overstayer yang dikarantina di penjara imigrasi mencapai 7.885 orang. Dengan jumlah tersebut, hanya ada 32 petugas jaga yang ditempatkan KJRI di Jeddah.
Sementara itu, data yang lebih lengkap tentang WNI di Arab Saudi dibeber Migrant Care. Lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang sering melakukan aksi advokasi kasus TKI tersebut menilai pemerintah lamban dalam menangani TKI overstayer di Arab Saudi.
Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah memaparkan, di antara total 101.067 TKI di Arab Saudi, ada 77.061 buruh migran Indonesia yang tidak berdokumen. Mereka terancam dideportasi karena tidak bisa menyelesaikan pembaruan dokumen hingga tenggat amnesti.
Tercatat hanya 17.306 orang yang berhasil mendapatkan dokumen ketenagakerjaan baru dan 6.700 orang yang memperoleh exit permit untuk pulang ke Indonesia. "Itu disebabkan oleh kelambanan pihak perwakilan Indonesia dalam memproses pembaruan dokumen," tuding Anis di Jakarta kemarin.
Akibat sikap lamban pemerintah Indonesia, pemerintah Saudi pun merazia para TKI yang tidak memiliki dokumen resmi. Mereka lantas ditempatkan di Penjara Imigrasi Sumaisyi, Jeddah. Berdasar pantauan Migrant Care, kondisi penjara (tarhil) jauh dari memadai. Pada hari pertama tarhil sudah dipenuhi 7.500 buruh migran tak berdokumen dalam kondisi tanpa pasokan logistik yang memadai.
Mereka hanya bertahan dengan minum air keran toilet. Di antara ribuan orang itu terdapat ratusan perempuan bersama anak-anak, bahkan ada bayi dan balita. Satu kamar tahanan diisi 64 orang dan barang bawaan disita oleh petugas, termasuk alat komunikasi.
Anis menuturkan, di samping disebabkan kelambanan pemerintah dalam pengurusan dokumen, hal tersebut bersumber dari masih berlakunya sistem kaffalah. Sistem tersebut menjerat buruh migran dalam perangkat perbudakan modern. Sistem kaffalah mengharuskan para pekerja asing di Arab Saudi menyerahkan paspornya kepada majikan dan saat akan keluar dari Arab Saudi harus mendapatkan izin dari majikan untuk legalisasi exit permit.
Karena itu, Migrant Care mendesak pemerintah untuk segera menyiapkan langkah-langkah perlindungan selama razia dan deportasi berlangsung. Dengan begitu, TKI tetap diperlakukan secara manusiawi selama proses razia dan deportasi. Kemudian, pemerintah harus segera berdiplomasi agar pihak Arab Saudi tidak bersikap diskriminatif dalam penegakan hukum.
Menurut dia, pemerintah juga harus melakukan diplomasi secara bersama-sama dengan negara-negara pengirim buruh migran seperti India dan Filipina untuk mendesak Arab Saudi mengakhiri sistem kaffalah. (mia/wan/ken/c5/c11/kim)
Kondisi Perantau RI di Arab Saudi
Jumlah total (2012) : 101.067 orang
Dapat amnesti (izin tinggal) : 29.591 orang
Izin kerja : 17.259 orang
Izin pergi (exit permit) : 6.257 orang
Tidak dapat amnesti : 71.476 orang
Kena razia dan masuk penjara imigrasi : 7.885 orang
BACA ARTIKEL LAINNYA... Perketat Aturan Senpi
Redaktur : Tim Redaksi