Ridwan Kamil Meminta dengan Hormat kepada Anies Baswedan Soal Ini

Sabtu, 09 Mei 2020 – 13:05 WIB
Ridwan Kamil dan Anies Baswedan. Foto: Jabar Ekspresanie

jpnn.com, JAKARTA - Gubernur Jawa Barat M Ridwan Kamil meminta kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan bupati/wali kota Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Bodetabek) serta Sekretaris Daerah Banten, untuk segera mengusulkan penghentian operasional Kereta Rel Listrik (KRL) Commuter Line.

"Sekarang mengemuka lagi (penghentian KRL), saya juga sangat mendukung. Karena problem-nya adalah OTG (Orang Tanpa Gejala). Jadi, walau sudah ada protokol kesehatan (di KRL), OTG ini tidak ketahuan padahal ada virus. Yang menjadi fundamental juga adalah yang mencari nafkah di Jakarta, selama kantornya memang masih buka, maka alasan dia untuk bepergian itu tidak bisa dihindari,” ujar Kang Emil dalam siaran pers, Sabtu.

BACA JUGA: Ridwan Kamil Kutuk Youtuber Sampah Ferdian Paleka

Ia mengatakan, Pemprov Jabar, DKI Jakarta, dan Banten sepakat mengusulkan pengendalian penyebaran COVID-19 di Kereta Rel Listrik (KRL) Commuter Line ke pemerintah pusat usai ditemukannya penumpang positif COVID-19 di KRL.

Kang Emil sapaan akrabnya, menilai KRL yang merupakan tempat berkerumunnya warga itu, identik dengan sifat virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 yang menyebar melalui kerumunan orang.

BACA JUGA: Anies Baswedan Sudah Bagikan Bansos Sebelum PSBB, Pemerintah Pusat Belakangan

“Kita tahu COVID-19 ini penyakit kerumunan. Di mana ada kerumunan, di situ ada COVID-19. Nah, salah satu kelompok kerumunan adalah KRL,” kata Kang Emil.

Oleh karena itu, Kang Emil mengusulkan agar penyebaran COVID-19 di layanan transportasi publik khususnya KRL Jabodetabek bisa dikendalikan.

BACA JUGA: Tegas! Maklumat MUI untuk Jokowi: Setop Akses Masuk TKA Tiongkok

Dia meminta agar Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bersama pemda Bodetabek mengusulkan kembali penghentian operasional KRL berdasarkan data dan fakta penyebaran COVID-19 di layanan transportasi publik.

"Pertama, aspirasi awal dari Pemda Provinsi DKI Jakarta, yang akan diperkuat oleh para bupati/wali kota (Bodetabek) sebagai penyangga Ibu Kota,” ujarnya.

Kedua, Kang Emil meminta agar Pemprov DKI Jakarta membuat kebijakan untuk perusahaan yang masih beroperasi di masa PSBB, mendata karyawannya yang tinggal di luar Jakarta, sehingga didapat data jumlah penumpang KRL sekaligus mempermudah aturan yang dibuat.

Selain itu, dengan penerapan PSBB di Jabodetabek, Kang Emil mengusulkan dua opsi bagi perusahaan yang masih ingin beroperasi saat PSBB. Pertama, perusahaan menyediakan kendaraan antar jemput karyawan.

Kedua, perusahaan menggelar tes metode Polymerase Chain Reaction (PCR) secara mandiri. Hasil tes tersebut bisa menjadi dasar keputusan dibuka atau ditutupnya perusahaan.

Apabila hasilnya menunjukkan perusahaan bebas COVID-19, maka perusahaan tersebut bisa dibuka. Sebaliknya, apabila ada karyawan yang positif COVID-19, maka perusahaan itu harus berhenti beroperasi.

“Opsinya ada dua, menyediakan kendaraan oleh perusahaan. Saya kira itu konsekuensi, Anda mau buka di saat PSBB, Anda juga bertanggung jawab terhadap karyawan-karyawan yang tidak semuanya tinggal di Jakarta,” ujar Kang Emil.

“Atau (opsi kedua), seperti yang saya lakukan di Jawa Barat. Perusahaan yang buka (beroperasi) harus melakukan tes COVID-19 dengan biaya sendiri. Mungkin ini bisa jadi solusi juga, sehingga kasarnya orang yang berpergian itu bebas COVID-19 dengan bukti tes PCR,” pungkas Kang Emil. (antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Rasyid Ridha

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler