jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing menilai hasil pemilihan Gubernur Jawa Barat atau Pilgub Jabar 2018 akan sulit diprediksi.
Menurut dia, di daerah tersebut ada empat pasangan kandidat yang memiliki kekuatan yang seimbang. ”Ridwan Kamil dari hasil survei menempati posisi teratas, tapi itu kan survei sebelum para kandidat mendaftar ke KPU,” kata Emrus kepada Indopos, Selasa (6/2).
BACA JUGA: PPP Bidik Tiga Provinsi di Jawa
Figur tiga pasang kandidat yang lain kini juga bersaing ketat. Tidak ada pasangan yang dominan. Ini akan menuntut mesin politik harus ekstra keras untuk memperkenalkan kandidat kepada masyarakat. ”Sosok Dedi Mulyadi, Ridwal Kamil dan Deddy Mizwar sama-sama kuat. Mereka dikenal masyarakat Jawa Barat. Jadi figur tidak dominan untuk Jawa Barat,” ungkapnya.
Tetapi munculnya pasangan TB Hasanuddin-Anton Charliyan dari PDIP, dikatakan dia patut dipertimbangkan. Karena figur TB Hasanuddin sudah beberapa kali menang dan menjabat di DPR RI dari Dapil Jawa Barat. ”Kalau bicara figur, keempat kandidasi ini sama-sama putera daerah,” ucapnya.
BACA JUGA: Nih, Hasil Survei Terbaru Elektabilitas Cagub Jabar, Wow!
Awalnya, Emrus menganggap karakteristik pemilih Jabar masih mempertimbangkan figur yang populer. Karena pada pemilihan sebelumnya figur artis yang terpilih. ”Saat ini berbeda, karena empat pasangan dikenal masyarakat,” ujarnya.
Dia mengatakan, empat kandidat tersebut harus menjual program kepada masyarakat. Yakni, program yang terukur dan mampu menjawab masalah-masalah di Jabar. Karena, masyarakat di Jawa Barat, seperti Bekasi, Depok dan Bogor sudah sangat pluralisme. ”Jadi program yang rasional menjadi kunci kemenangan para kandidasi,” tegasnya.
BACA JUGA: Relawan Hasanah Jaring Simpati Lewat Aksi Bedah Rumah
Lebih jauh dia mengatakan, mesin politik pengusung empat pasangan calon di Pilkada Jawa Barat memiliki pendukung yang militansi. Seperti pendukung PDIP dan PKS. Oleh karena itu, keempat pasangan memiliki kekuatan yang seimbang. ”Untuk merebut Jawa Barat harus dengan program yang terukur, tidak hanya konsep-konsep abstrak saja,” tandasnya.
Sementara itu, Tokoh Masyarakat Jawa Barat Mayjen Tatang Zaenuddin mengatakan, sosok pemimpin yang diidam-idamkan masyarakat Jawa Barat adalah pemimpin yang pro rakyat. Yakni, pemimpin yang melaksanakan tugas pembangunan dan mensejahterakan rakyat. ”Jadi rakyat dianggap seperti anak-anaknya yang harus disejahterakan bukan disengsarakan,” ujarnya.
Karena tidak sedikit, menurut dia banyak pemimpin yang terpilih hanya mencari keuntungan saja. Mereka hanya ingin mengembalikan semua biaya politik dengan melakukan tindak pidana korupsi. ”Belakangan banyak pemimpin daerah yang ditangkap KPK. Ini karena mereka ingin mengembalikan biaya politik saat Pilkada,” katanya.
Sementara, Partai Amanat Nasional (PAN) menerapkan strategi untuk merebut simpati rakyat lewat cara silaturahmi. ”Sebenarnya seruan Politik Silaturahmi adalah untuk internal PAN. Namun karena ada media yang membocorkan, ya terpaksa saya jelaskan bahwa itu memang sebuah strategi agar bisa meraih suara di Pilkada dan Pemilu 2019,” kata Sekjen PAN Eddy Soeparno kepada wartawan di Jakarta, Selasa (6/2).
Eddy mengungkapkan, Politik Silaturahmi diucapkan oleh Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan saat acara pembekalan mesin partai di Malang, Senin (5/2).
”Saat itu, Pak Zulkifli menjelaskan bahwa seluruh kader harus sering salat berjamaah di masjid dan pengajian. Lalu mendatangi warga yang berduka atau takziah atau orang yang sedang sakit. Jadi itulah bagian politik silaturahmi yang dianggap dapat mendekatkan diri bagi kader yang ikut Pilkada ataupun yang nyaleg untuk 2019,” tukasnya. (dil)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Survei Cyrus: Pilkada Jabar Duel RK Versus Demiz
Redaktur : Tim Redaksi