Rindu Ade, Penggagas Writing Heroes Daerah-Daerah Konflik dan Bencana

Bantu Move On, Sakit dan Patah Hati Jadi Awal Keberhasilan

Senin, 20 April 2015 – 15:28 WIB
KREATIF: Rindu Ade (kiri) bersama Mayang. Rindu aktivis sosial yang menyembuhkan trauma (trauma healing) dengan menulis. Foto: ACT for Jawa Pos

jpnn.com - Rindu Ade bisa dibilang sebagai aktivis luar biasa. Selain dia sangat aktif, selalu saja ada kegiatan sosial yang digagasnya. Yang terkini, Rindu tengah menjadi mentor sekaligus penggagas program Writing Heroes yang dikhususkan pada penulisan kisah-kisah di wilayah konflik dan bencana.

Laporan Sekaring Ratri, Jakarta

BACA JUGA: Ketika Polda Sumsel Merekrut Enam Penghafal Alquran Menjadi Polisi

DARI segi penampilan, mungkin tidak sulit mendeskripsikan perempuan yang satu ini. Sosoknya mungil dan berjilbab. Namun, di balik tubuh mungilnya, Rindu Ade, perempuan itu, punya seabrek aktivitas, khususnya aktivitas kemanusiaan. Saking begitu banyaknya, cukup susah mendeskripsikan apa saja kegiatan kemanusiaan yang dilakukan perempuan asal Aceh tersebut.

Gampang mengenal Rindu. Sebab, dia adalah relawan Aksi Cepat Tanggap (ACT) yang mengkhususkan diri pada bidang trauma healing. Dia juga menjadi mentor para penulis yang tergabung dalam Komunitas Penulis Muda (KPM) dan Perempuan Pencari Tuhan. Perempuan lincah itu juga pakar hypnowriting yang mengajar di komunitas hypnowriting. Dia juga merupakan professional trainer dalam bidang penulisan.

BACA JUGA: Kisah Nurika, Bidan Desa Terpencil yang Diikuti Buaya saat Melayani Pasien

”Kalau ditanya apa aktivitas sosial saya, jawabannya banyak. Yang pasti, saya penulis yang juga aktivis sosial,” ujarnya, lantas terbahak.

Dalam seminggu, jadwal Rindu sudah penuh untuk melakukan segala aktivitas sosial. Yang menarik, Rindu tidak mendirikan yayasan atau komunitas untuk menjalankan kegiatan-kegiatan kemanusiaan itu.

BACA JUGA: Nora, Terlalu Menikmati menjadi Tentara

Dia lebih suka bergabung di berbagai komunitas atau yayasan untuk berbagi. ”Kalau biasanya kan orang punya komunitas atau yayasan untuk melakukan kegiatan sosial, tapi komunitas itu biasanya umurnya nggak lama. Karena biasanya pada buyar satu per satu anggotanya. Makanya, saya lebih seneng gabung di banyak komunitas dan yayasan untuk kegiatan-kegiatan sosial,” urai Rindu saat ditemui di Mall Pejaten Village Jumat malam lalu (17/4).

Perempuan kelahiran 7 Mei itu menyatakan saat ini disibukkan dengan proyek Writing Heroes bersama dengan ACT. Proyek tersebut akan menelurkan 100 buku bertema kemanusiaan. Buku-buku itu berisi kisah-kisah dari berbagai daerah bencana yang pernah ditangani ACT, baik di Indonesia maupun dunia.

”Ceritanya, aku dipanggil sama direkturnya ACT. Beliau minta bantuan untuk menuliskan kisah-kisah bencana yang pernah ditangani ACT. Kan selama ini yang nulis soal bencana itu media, ya. Nah, dari sini, kami menggagas Writing Heroes ini,” urainya.

Proyek Writing Heroes, terang Rindu, mirip dengan ajang pencarian bakat di beberapa televisi yang lagi ngetren. Bedanya, yang dicari adalah para penulis pilihan. Proyek tersebut dibagi menjadi tiga batch. Batch pertama terdiri atas 35 buku yang mengulas kisah-kisah bencana di tanah air. Pada batch berikutnya, juga terdapat 35 buku tentang cerita di beberapa wilayah konflik di dunia seperti Somalia, Yaman, Syria, hingga Palestina.

Batch yang terakhir kami namakan Titian Pulau. Jadi, nanti yang ditulis adalah kisah-kisah di daerah-daerah perbatasan di Indonesia. Khususnya pulau-pulau yang selama ini belum pernah terpublikasikan,” papar penulis seri buku Perempuan Pencari Tuhan itu.

Ajang pencarian penulis tersebut bisa dibilang cukup ngebut. Dibuka Januari lalu, ratusan naskah terkumpul dari seluruh Indonesia. Pada Februari, pihaknya sudah harus menentukan pemenang. ”Jadi, lumayan juga, aku lembur tiap hari. Setelah diseleksi, akhirnya ada 25 pemenang terpilih. Sisanya, yang 10 orang itu, para penulis lepas yang sudah punya nama kayak Dee Lestari. Jadi, para penulis muda ini di-mentoring sama penulis-penulis senior ini,” urainya.

Meski begitu, tugas Rindu tetap berjibun. Sebagai penggagas dan penanggung jawab proyek tersebut, dia harus memastikan ke-35 buku siap dirilis dalam waktu dekat. Alumnus Jurusan Financial Planner Geneva Business School, Swiss, itu juga memberikan pelatihan kepada para penulis tersebut dua kali seminggu selama sebulan. Dia pun menargetkan buku itu selesai dalam waktu satu bulan.

”Saya minta dalam waktu satu bulan itu sudah jadi buku. Alhamdulillah berhasil. Pada 31 Maret kemarin, 35 buku itu sudah selesai semua. Proses edit April ini. Jadi, insya Allah akhir April bisa launching,” ujarnya.

Namun, tugas Rindu belum selesai. Masih ada batch kedua dan ketiga. ”Rencananya, yang batch kedua pada Mei, sebelum puasa. Saya bakal ajak teman-teman penulis ini ke negara-negara konflik yang pernah ditangani ACT,” lanjut alumnus program master di Geneva Business School itu.

Rindu menuturkan, 100 buku tersebut adalah salah satu upaya ACT untuk melakukan penggalangan dana. Karena itu, dia menyelenggarakan ajang Writing Heroes secara cuma-cuma. ”Nggak ada (bayaran) sama sekali. Ini pure proyek kemanusiaan,” terang dia.

Di luar Writing Heroes, Rindu masih memiliki proyek-proyek kemanusiaan lainnya. Di antaranya, dia mendirikan Komunitas Penulis Muda (KPM) yang terus eksis hingga saat ini. Dalam komunitas tersebut, dia mengajari sekaligus memotivasi orang lain untuk menulis. Bahkan, komunitas itu telah menelurkan sekitar 70 buku fiksi dan nonfiksi. Dia juga menggagas komunitas hypnowriting dan Perempuan Pencari Tuhan.

Yang menarik, komunitas Perempuan Pencari Tuhan ternyata beranggota para perempuan yang pernah patah hati. Rindu menceritakan, komunitas tersebut berawal dari blog miliknya, rinduku.wordpress.com. Dalam blog tersebut, dia menuliskan segala hal tentang upaya move on dari patah hati. Sebab, dia sendiri pernah mengalami pahitnya patah hati.

Kisah Rindu cukup memilukan. Datang dari keluarga berada, Rindu, yang sempat menimba ilmu di luar negeri, memutuskan untuk kembali ke tanah air pada 2009. Saat itu dia menjalin hubungan serius dengan seorang pria yang juga memiliki latar belakang keluarga yang tidak jauh berbeda dengan dirinya. Namun, tidak lama setelah kembali ke Indonesia, Rindu terserang penyakit.

”Saya punya penyakit bawaan, semacam kelainan darah. Kok ya pas banget, saya sudah mau nikah, penyakit itu kambuh dan kali ini parah banget. Separo tubuh saya dari perut ke bawah tidak bisa bergerak. Gara-gara itu, calon mertua saya langsung menolak saya. Bagi dia, putranya bisa mendapatkan perempuan yang sehat,” kenangnya.

Dunia Rindu seolah hancur. Sebab, tutur dia, segalanya telah siap. Gedung sudah disewa, undangan pernikahan pun siap disebar. Selain itu, dia harus menjalani perawatan di Singapura gara-gara penyakit tersebut. Bahkan, dokter telah memvonis hidupnya tidak akan lebih dari dua tahun. ”Ya, bisa dibayangkan gimana rasanya. Jadi, dia akhirnya menikah dengan orang lain dan yang dilakukan tinggal mengganti nama mempelai perempuan di undangan karena semuanya sudah disiapkan. Di sisi lain, saya sedang berjuang dengan hidup saya,” paparnya.

Namun, Tuhan tampaknya berencana lain. Prediksi dokter tentang kondisi Rindu benar-benar meleset. Setelah memutuskan untuk menjalani pengobatan alternatif, dia bisa melalui penyembuhan dengan mulus. Meski begitu, tidak berarti Rindu sembuh total. ”Kalau kecapekan, saya pasti mimisan. Mimisannya bukan yang keluar darah kental, tapi darah segar. Dan keluarnya bisa dari hidung dan mulut,” katanya.

Kisah cinta Rindu memang tragis. Tapi, dengan harapan kesembuhan itu, dia tidak kehilangan semangat. Saat menjalani pengobatan pun, dia bisa bekerja. Bahkan dengan karir yang mulus. Dia sempat bekerja di sebuah perusahaan multinasional bergengsi di Jakarta. Begitu masuk, Rindu langsung menjabat manajer. Enam bulan kemudian dia sudah mengisi jabatan prestisius, yakni finance director. Di sela-sela kesibukannya sebagai perempuan karir, Rindu menyempatkan diri menulis blog untuk memberikan motivasi kepada perempuan-perempuan yang patah hati.

Ternyata blognya disukai banyak orang. Bahkan, blog Rindu telah dikunjungi lebih dari dua juta orang. Dari situ, lantas terbentuk komunitas Perempuan Pencari Tuhan. ”Awalnya, anggotanya cuma lima orang, terus nambah-nambah, sekarang ada 25 orang. Mayoritas anak kuliah dan perempuan karir. Tapi, ada juga yang anak-anak SMA,” katanya.

Yang menarik, tidak sedikit anggota yang mengalami patah hati hingga depresi. Bahkan, tidak jarang Rindu menerima telepon tengah malam dari anggota komunitasnya. Mereka mengaku ingin bunuh diri karena ditinggal pergi kekasih. Kalau sudah begitu, dia akan meminta perempuan tersebut menenangkan diri dengan menjalankan salat Tahajud. ”Saya bilang, ’Tenang, jangan bunuh diri dulu. Ayo, coba salat dulu.’ Besoknya dia saya ajak ketemuan, terus saya beri healing by writing. Saya suruh dia nulis apa aja untuk menyembuhkan depresinya. Pokoknya, jargon kami patah hati jadi royalti,” katanya, lantas tersenyum.

Di samping aktif menghibur para perempuan yang patah hati, Rindu menyempatkan diri memberikan trauma healing kepada anak-anak penderita kanker di Rumah Sakit Kanker Dharmais. Begitu juga ketika ada bencana, dia akan berada di barisan paling depan untuk menyembuhkan trauma anak-anak. ”Karena mereka itu belum bisa curhat. Kalau sudah remaja, kan biasanya mereka bisa curhat ke temannya. Anak kecil kan nggak bisa,” ujar dia.

Rindu mengatakan selalu meminta anak-anak korban bencana untuk menggambar. Dari gambar tersebut, si anak bisa mengungkapkan kesedihan. Karena semuanya terlihat jelas dalam gambar itu. Dia menceritakan bahwa salah satu gambar anak korban bencana cukup menyentuhnya. Anak korban bencana tanah longsor Banjarnegara itu menggambar sebuah piala.

”Ketika saya tanya, kok piala. Kata dia, piala itu adalah piala bergilir yang menandakan kematian. Karena dia melihat temannya meninggal, dia berpikir besok pasti ada lagi yang meninggal, termasuk dia. Di situlah saya membantu menyembuhkan trauma mereka,” ujar perempuan yang fasih tiga bahasa asing itu.

Menurut Rindu, menolong orang lain melewati trauma, baik melalui tulisan maupun gambar, membuatnya ikut bahagia. Dia pun tidak lagi meratapi penyakit bawaan yang setiap saat bisa menyerangnya tersebut. ”Dengan melihat mereka bahagia, saya jadi ikut bahagia dan bersyukur dengan apa yang sudah saya punya sekarang. Kalau mau bahagia, kita harus menggunakan standar atau aturan yang ditentukan dan diberikan oleh Tuhan,” imbuhnya. (ken/c11/end)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kisah Bidan Menjemput Ibu Hamil, Terbiasa Melintasi Deretan Buaya


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler