jpnn.com - JAKARTA - Langkah Menteri BUMN Rini Soemarno memboyong tiga perbankan pelat merah untuk berutang ke Tiongkok, dikritik habis-habisan oleh Ketua Komisi VI DPR, Ahmad Hafisz Tohir.
Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu yakin langkah Rini diketahui Presiden Joko Widodo.
BACA JUGA: Hakim Kabulkan Permohonan Praperadilan VSI
Bahkan, komisi yang menjadi mitra BUMN di DPR ini terkesan kecolongan karena belum mendapat laporan dari Menteri Rini soal kebijakan tersebut.
"Sampai hari ini Komisi VI DPR RI belum mendapatkan laporan dari Rini Soemarno terkait kebijakannya berutang pada China Depelopment Bank (CDB) sebesar 3 miliar US dolar untuk 3 bank pelat merah yaitu, BRI, BNI dan Mandiri," kata Hafisz di gedung DPR Jakarta pada Selasa (29/9).
BACA JUGA: Aktivis di Lumajang Dibunuh, Masyarakat Jangan Takut Bersaksi
Karenanya, Hafisz akan meminta keterangan Rini soal kebijakan utang setara Rp43,28 triliun tersebut. Karena bila melihat pergerakan US dollar yang punya tren naik terus sejak dua tahun terakhir, maka dapat diprediksi pinjaman dalam bentuk USD suatu saat nanti pasti akan menjadi beban neraca pembayaran negara.
"Untuk itu sebaiknya saat ini kita tidak melakukan pinjaman luar negeri dalam bentuk US dolar," tegas Hafisz, sembari menyebut alternatif terbaik untuk kondisi ekonomi RI yang lemah saat ini adalah counter trade dengan negara-negara tujuan export Indonesia.
BACA JUGA: Tidak Asal Angkat CPNS, Honorer K2 Harus Jalani Ini Dulu
Pihaknya memastikan pinjaman dalam USD terlalu beresiko. Pinjaman luar negeri sebaiknya yang pergerakannya mata uangnya tidak terlalu progresif seperti USD, misalnya Yen yang cenderung stabil.
Selain itu, sikap pemerintah yang mencari pinjaman di luar negeri menunjukkan bahwa likuiditas di dalam negeri sedang sulit, karena pasar modal mengalami capital fight yang terus menerus di bursa saham. Kalau pemerintah tidak menutup krisis likuiditas ini dari hutang maka solusinya adalah memakai cadangan devisa.
Namun menurut pandangannya, pemerintah masih malu untuk menggunakan cadangan devisa yang kini kian menipis. Sehingga pemerintah masih mencoba berutang dengan menjadikan mesin BUMN yang masih kuat sebagai tameng karena masa keemasan Jokowi menurutnya telah berakhir.
Hafisz yakin tindakan Rini melakukan kebijakan utang pasti atas sepengetahuan Presiden Jokowi. Tetapi tindakan tersebut menurutnya kurang tepat cenderung blunder. Seharusnya, pemerintahan membuat kebijakan-kebijakan yang bisa merangsang reaksi positif dari pasar, karena masa keemasan Jokowi sendiri telah habis.
"Yang paling penting adalah pemerintah harus membuat kebijakan yang pro poor, pro job dan pro growth sehingga tidak akan ditolak pasar. Saat ini masa keemasan Jokowi telah berakhir, dia sudah ditolak pasar. Maka apa saja kebijakan Jokowi saat ini pasar bereaksi negatif," pungkasnya. (fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Serbu Kedutaan Saudi, PMII Gelar Shalat Ghaib untuk Tragedi Mina
Redaktur : Tim Redaksi