Sesak di dada, tapi tetap harus tabah. Begitulah kondisi Poniati, ibu Rita Krisdianti, 27, TKI asal Desa Gabel, Kauman, yang divonis mati di Malaysia.
AGIK NURCAHYO, Ponorogo
PEREMPUAN 55 tahun tersebut dapat sedikit tersenyum kemarin (6/5). Namun, kegalauan masih mudah terlihat dari Poniati. Sesekali dia tampak menghela napas panjang.
Dia hanya memberikan senyum kecil kala seorang pendamping dari komunitas migran Indonesia (KAMI) mengajaknya bercanda. Maklum, nasib anak keduanya yang divonis mati tersebut belum pasti bakal mendapatkan keringanan hukuman di Mahkamah Rayuan atau tidak. ''Saya yakin, anak saya tidak bersalah,'' kata Poniati lirih.
Dia tampak lebih tegar. Kondisinya jauh lebih baik jika dibandingkan dengan beberapa hari setelah vonis mati dijatuhkan Senin (30/5). Poniati tampak terguncang. Dia tidak mampu berkata-kata. Dia hanya bisa menangis. Kedua matanya sembab. Tangisnya kembali pecah saat menerima kunjungan dari staf Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) pada keesokan harinya.
Kondisi itu berlangsung hingga berhari-hari. Dia memilih mengurung diri dalam rumah hingga sepekan belakangan. Bahkan, dia mengaku tak mampu menerima kunjungan Kepala Dinsosnakertrans Ponorogo Sumani. ''Saya bingung kalau ditanya-tanya. Pikiran cuma tertuju kepada anak saya,'' tambahnya.
Poniati menuturkan, dirinya semakin tegar setelah menerima kabar dari Rita melalui sambungan telepon sekitar tiga hari pascavonis dijatuhkan. Rita memang menelepon kala itu. Poniati mengaku tidak dapat berkata-kata dan hanya bisa menangis.
Namun, suara Rita menambah semangat tersendiri baginya. Tidak banyak yang dibicarakan melalui saluran telepon. Poniati menyebutkan, Rita menyakinkan diri dengan bercerita soal peluang dan upaya yang dilakukan. ''Katanya, dia akan pulang,'' jelasnya.
Rita meminta Poniati tabah dan bersabar. Anak bungsunya itu berkali-kali mengingatkan untuk tidak khawatir. Sebab, Rita bakal pulang. Poniati mengaku lega. Apalagi, Rita menyebutkan, dirinya mendapatkan pendampingan maksimal sampai sejauh ini. Terakhir, Rita memohon doa agar diberikan kelancaran. ''Anak saya pendiam. Dia tidak mungkin terlibat narkoba,'' terangnya sembari menyebutkan tetap menunggu janji pemerintah yang bakal menerbangkannya ke Malaysia untuk menemui Rita.
Ketua komunitas migran Indonesia (KAMI) Ponorogo Sulistyaningsih mengaku, tidak banyak kabar yang didapatkan dari Malaysia. Yang pasti, tim berupaya mencari bukti dan saksi tambahan. Namun, dia mengaku, belum ada permintaan dari pihak pengacara maupun Kemenlu untuk menyiapkan data terkait Rita dari pihak keluarga. Poniati juga belum pernah diminta menjadi saksi.
Menurut dia, bukti dan saksi sebelum penangkapan Rita bukan prioritas pengadilan Malaysia. Sebaliknya, bukti dan saksi setelah penangkapan merupakan fokus pengadilan. ''Saksi dan bukti yang tengah dikumpulkan mungkin berasal dari Hongkong atau Makau, bukan dari sini (Indonesia, Red),'' ujarnya.
Sulis menjelaskan, belum ada tindak lanjut dari staf Kemenlu yang sempat menawarkan Poniati untuk ke Malaysia. Hingga saat ini, belum ada kelanjutan. Dia menambahkan, pihaknya sempat mendengar Kementerian Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan dan Anak (KPP-PA) bakal mengunjungi Poniati.
Namun, hari pastinya belum diterima. Dia menyebutkan, ada wacana bahwa Poniati bakal diantarkan ke Malaysia. ''Informasi yang beredar seperti itu. Sudah ada komunikasi dengan Migran Institute di Jakarta, tapi belum pasti,'' pungkasnya.
Seperti diberitakan, harapan Poniati untuk dapat menemui Rita di Malaysia mengambang. Upaya lobi ke Kemenlu tak kunjung mendapatkan respons hingga kini. Berangkat dengan kantong pribadi dirasa berat lantaran tak ada tabungan yang tersisa.
Padahal, keinginan Poniati untuk mendampingi anak keduanya yang tengah menghadapi sidang banding atas putusan hukuman mati tersebut tak terbendung. Rita merupakan eks TKI di Hongkong yang kedapatan membawa 4 kilogram narkotika jenis sabu-sabu dalam koper.
Rita tertangkap tangan petugas Bandara Internasional Penang, Malaysia, saat pesawat yang membawanya dari New Delhi (India) ke Thailand transit di Negeri Jiran itu sekitar Juni 2013.
Rita yang hendak pulang ke tanah air tersebut bertemu temannya yang berinisial Es di Makau setelah overstay di Hongkong. Keduanya lantas tergiur berbisnis baju dari seorang kenalan. Rita dan Es diminta bertolak ke India untuk mengambil baju yang bakal dijual ke Thailand itu. Nahas, dalam lipatan baju, terdapat sabu-sabu seberat 4 kilogram. Rita ditangkap di Malaysia. Sementara itu, Es ditangkap di Bandara Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). (agi/irw/c5/ami)
BACA JUGA: Tenun Ikat NTT Bersaing Dalam Peta Seni dan Budaya Dunia
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mau Potong Rambut yang Mana Bang? Di Sini Bisa Apa Saja
Redaktur : Tim Redaksi