jpnn.com - MESKI dilarang, bisnis berbau esek-esek di Kota Bengkulu tetap berjalan secara terselubung.
Banyak panti pijat yang terapisnya menawarkan layanan plus-plus. Begitu juga bisnis karaoke yang banyak ditongkrongi wanita-wanita pemandu lagu. Meski banyak juga terapis dan pemandu lagu yang tidak mau dilecehkan oleh pelanggan yang datang.
BACA JUGA: Bule Cantik Ternyata Lebih Suka Martabak Lho...
ADE HARYANTO, Kota Bengkulu
Belakangan bisnis prostitusi terselubung ini mulai merambah ke dunia salon. Salah satu salon yang menghuni ruko dua tingkat yang berada di tengah pemukiman warga di Kelurahan Padang Jati menawarkan jasa esek-esek bagi pelanggan yang datang. Salon tersebut berada di tengah pemukiman penduduk di wilayah itu.
BACA JUGA: Masa Kecil di Tepi Sungai, Kini Komandan Kapal Perang TNI AL
Saat pelanggan tiba dan masuk di ruko dua tingkat itu, di bagian depan ruangan ada bangku tamu yang terbuat dari rotan. Kemudian di dinding samping ada lemari yang berisikan beragam peralatan salon.
Antara ruang depan dan ruang belakang hanya dibatasi dinding triplek saja. Saat tamu tiba, pengelola salon akan menyuruh pelanggannya masuk dan duduk di ruang belakang salon. Sudah disediakan kursi plastik dan meja di ruang itu.
BACA JUGA: Usai Wisuda, Masih Pakai Toga Datang ke Makam Ayahnya...Menangis
Ruangan ini cukup luas. Ada televisi untuk menonton dan kulkas yang berisikan minuman dingin. Juga ada tangga untuk nai ke lantai atas. Di mana di bawah tangga tersebut ada kamar kecil.
“Minum bang,” kata pengelola salon berambut panjang, berkulit putih, sembari menawarkan teh botol.
Di ruangan ini pengunjung yang datang diajak mengobrol dengan santai. Saat mengobrol itu lah pengelola salon tersebut menawarkan pelayanan yang bisa diberikan pada pengunjungnya.
“Mau potong rambut yang mana bang? Di sini bisa apa saja,” kata wanita genit yang minta dipanggil Bunda tersebut.
Ia menjelaskan, bisnis yang baru 5 bulan di jalannya ini juga menawarkan jasa pijat. Bukan hanya pijat saja, juga bisa making love. Untuk jasa pijat dia hanya mematok harga Rp 100 ribu.
Jika ingin layanan lebih dari karyawannya cukup membayar Rp 250 ribu saja. Pelayan yang pandai menawar dan pemijatnya setuju bisa saja cukup Rp 200 ribu, siap eksekusi.
“Ya sekali main lah bang. Anak-anak di sini kalau “main” tidak ada yang di bawah Rp 250 ribu. Itu gambarannya,” katanya.
Setelah berbincang, tak berapa lama kemudian keluar 2 orang karyawannya menggunakan tank top. Satu karyawannya berambut panjang berbadan padat. Satu lagi juga berambut panjang dengan body lebih berisi. Kedua-duanya berkulit putih.
Karyawannya tak segan menawarkan untuk langsung ke lantai atas untuk memberikan layanan.
“Potong rambut mana saja bisa bang. Yang lebih juga bisa ayolah ke atas,” ajak salah seorang karyawan bernama Eva (24) yang mengaku berasal dari Pagar Alam dengan nada manja.
Wajah Eva terlihat manis, dengan mukanya yang oval. Setelah berbincang sejenak, karyawan salon yang lain ikut datang dan menyalami pengunjung yang datang. Mereka menyebut nama masing-masing dengan nama pasaran supaya mudah dikenal. Setelah cocok berbincang dengan Eva, Eva mengajak naik ke lantai atas.
Ada sekitar 20 anak tangga berbentuk leter L untuk sampai ke lantai atas yang biasa disebut lantai “eksekusi”. Di lantai atas tersebut, ruangan ruko itu sudah disekat dengan triplek. Ada sekitar tujuh kamar yang dibuat. Di enam kamar ukuran kecil sekitar 1,5 x 2 meter. Dan satu kamar lagi ukuran besar sekitar 2,5 meter x 3 meter.
Di enam kamar itu, setiap kamarnya sudah disiapkan satu kasur busa di atas lantai keramik bewarna putih. Sedangkan di kamar ukuran besar itu disediakan tempat tidur springbed. Di pojok belakang bangunan itu juga ada kamar mandi untuk para pelanggan.
Namun anehnya tidak ada satupun meja kaca dan peralatan lainnya di lantai atas itu untuk aktivitas memotong rambut. Eva kemudian mengajak tamunya masuk ke salah satu kamar ukuran kecil di pojok dinding ruangan kamar tersebut. Di kamar itu kemudian Eva mulai bercerita tentang usaha yang saat ini tengah digelutinya.
“Kalau main bang hanya Rp 200 ribu saja. Untuk apa mahal-mahal bang kalau sepi,” kata Eva.
Ruangan terasa pengap karena kipas angin di ruangan itu tidak berfungsi. Siang itu listrik tengah padam.
Eva mengatakan "Bundanya" mulai beberapa pekan ini memilih untuk menurunkan tarif layanan dari Rp 300 ribu menjadi Rp 200 ribu untuk layanan plus-plus. Penurunan tarif ini untuk menghadapi Ramadan.
Sebab selama Ramadan diprediksi jumlah pelanggan bakal menurun. “Jadi kalau dulu Rp 300 ribu untuk layanan short time. Tapi dengan tarif segitu banyak yang kabur tidak mau karena kemahalan,” katanya.
Eva menceritakan kebanyakan yang datang itu usia 40 – 50 tahunan atau Om-Om. Namun ada juga usia muda sekitar 30 tahunan. Yang mengejutkan dari pengakuan Eva bahkan ada anak usia sekolah yang ikut menjadi pelanggan di sana.
“Ada bang anak SMP atau SMA itu, dia masih kecil sekali. Saya tanya ngakunya anak SMA. Banyak anak sekolah yang main ke sini,” kata Eva.
Eva mengaku sudah beberapa kali dia melayani tamu dari kalangan anak usia sekolah itu. Melayani anak usia sekolah untuk Making Love menurutnya lebih repot dibandingkan melayani orang dewasa. Sebab anak sekolah banyak sekali permintaannya.
“Gayanya juga minta yang aneh-aneh. Jadi lebih baik sama yang usianya 30 tahunan kan. Apalagi yang ganteng,” katanya.
Eva mengakui kalau usaha mereka di tengah komplek pemukiman penduduk. Namun menurut Eva selama usaha itu beroperasi, tidak pernah dirazia. Selain itu juga warga sekitar tidak mempedulikan keberadaan mereka.
“Ya orang komplek ini tahu kalau tempat ini untuk gituan. Tapi mereka cuek saja. Kalau di sini sifat orangnya elo elo gue gue,” katanya.
Memang dulunya pernah ada pemilik bengkel tak jauh dari tempat usahanya itu yang resek dengan usaha itu. “Kalau sekarang tidak lagi. Dia cemburu mungkin karena di sini ramai. Jadi dianggapnya banyak uang,” kata Eva.
Eva menceritakan kalau dia sebelum bekerja di lokasi itu, dia bekerja sebagai penjaga toko baju. Dia tinggal di Perumahan Damri (Perumdam). Saat jenuh ada temannya yang mengajak bekerja menjadi pemijat. Karena upahnya cukup menggiurkan Eva menyetujuinya.
Dia juga awalnya merasa aneh, karena di ruangan pijat itu tidak ada lotion disediakan untuk memijat. Selain itu juga tidak ada handuk yang digunakan oleh pelanggan selesai mandi. “Saya juga awalnya aneh kok tidak ada alat untuk mijat,” katanya.
Hari pertama dia bekerja sekitar 1,5 bulan yang lalu, ada tamu yang datang meminta jasa pijatnya. Setelah tiba di kamar “eksekusi” malah tamu itu minta dilayani tidur. “Ya saya ditidurin jadinya,” katanya sambil tertawa.
Eva menceritakan teman-temannya yang bekerja di salon itu rata-rata usia 20-25 tahun. Ada yang dari Kepahiang, Curup, Pagar Alam dan ada juga dari Lampung. Mereka juga sama dengan Eva siap diajak untuk berkencan. “Ya teman-teman di sini yang abang lihat di bawah tadi,” katanya. (**)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kisah Pilu Adam Alis, Kini Semua Berubah, Wow!
Redaktur : Tim Redaksi