jpnn.com - JALAN pintas menuju kaya, pesugihan. Ada yang tergoda, mereka pun rela datang ke dukun atau paranormal. Mereka meminta penglaris. Tujuannya bermacam-macam, tetapi kebanyakan agar usahanya sukses dan cepat kaya.
ASRIADI-ILHAM WASI - Soppeng
BACA JUGA: Elly Sugigi Berdoa agar Mendapat Jodoh Pria Kaya Raya danâ¦
Praktik itu ternyata banyak ditemukan Batu-batu, Kecamatan Marioriawa, Kabupaten Soppeng, Provinsi Sulsel. Bukan lagi desas-desus, tetapi sudah dikenal banyak orang.
Di wilayah itu sudah terkenal dengan jasa pesugihan “panther”. Orang sekitar menyebutnya kaya dengan cepat, melaju secepat mobil Panther.
BACA JUGA: Kisah Pria Dalami Pesugihan, Harus Begituan dengan 3 Perawan
Sebenarnya, istilah “panther” muncul sekitar tahun 1990-an. Bersamaan dengan booming-nya salah satu merek mobil diesel. Mereka percaya datang ke orang pintar, hanya dalam waktu singkat, bisa kaya raya.
Sebelumnya jasa pesugihan ini dikenal dengan nama “Mattiro Deceng” (membuka pintu kebaikan/rezeki).
BACA JUGA: Perkosa Gadis di Kebun Karet, Demi Ilmu Pesugihan
Seiring berjalannya waktu dan paranormalnya meninggal, istilah itu hilang dan berganti “panther”. Pengikutnya yakin bisa kaya dalam waktu singkat dan uang akan mengalir tanpa perlu kerja keras.
MU, salah satu calon pengikut ajaran panther membeberkannya. Dia mengaku pernah ke Batu-batu. Niatnya menjadi pengikut. Ia mendatangi salah satu penganut ajaran itu medio 2016 lalu.
Sayangnya, MU lupa nama dukun yang didatanginya. Yang jelas rumah tersebut tampak megah dibanding rumah penduduk di sekitarnya. Ia ditawari untuk jadi pengikut. Syaratnya, harus membayar mahar Rp6 juta.
Menurut MU, ada dua pilihan jika ingin cepat kaya dengan jalan pintas, yakni “dunia” dan “dunia akhirat”. Hanya saja jika memilih pilihan dunia. Ada syarat yang harus dilakukan yakni ritual khusus malam Jumat, salat menghadap ke timur dan salam menghadap kiri.
“Beda pilihan dunia akhirat. Kita hanya diminta menyiapkan pisang dan kelapa dalam wajan ditempatkan di pusar rumah,” akunya.
Jika sudah sukses, harus kembali melakukan syukuran. Yakni dengan penyembelihan binatang, sesuai tingkatan, mulai dari kambing hingga sapi. Nilai hewan yang bakal disembelih pun bisa diuangkan.
Setiap pengikut akan dituliskan namanya. Agar bisa diritualkan. “Bila tidak balik syukuran, usaha bisa bangkrut. Kembali jadi miskin lagi,” tuturnya.
Namun, Ia urung menjadi pengikut, ada syarat yang tak biasa. Yaitu, bila ingin lebih dahsyat dan kaya cepat, harus memilih dunia saja. Namun, konsekuensi harus siap-siap kehilangan orang terdekat sebagai tumbal.
“Saya tidak jadi masuk. Ngeri mendengar harus siap kehilangan orang disayangi. Selain maharnya cukup tinggi,” ungkap MU.
Tim FAJAR (Jawa Pos Group) melakukan penelusuran. Senin, 10 Juli lalu, penulis berangkat ke Batu-batu ditemani seorang kawan.
Batu-batu merupakan ibu kota Kecamatan Marioriawa. Letaknya di wilayah utara Kabupaten Soppeng yang berbatasan Kabupaten Sidrap. Jarak dari Watansoppeng sekira 30 kilometer.
Jalan bisa ditempuh dengan kendaraan roda dua dan roda empat dalam waktu sekitar 45 menit. Akses jalan poros Soppeng-Sidrap ini sebagian besar sudah berlubang. Meski berstatus jalan provinsi, namun kurang mendapat perhatian pemerintah.
Idealnya jika jalan mulus, perjalanan bisa ditempuh dengan waktu 30 menit. Namun karena akses jalan rusak pengendara harus ekstra hati-hati. Lubang di jalan bisa menjebak kendaraan. Yang bisa saja membuat pengendara terjatuh.
Setelah melalui perjalanan, tiba juga di sekitar Batu-batu. Penulis mencoba bertanya tentang jasa Panther. Benar, warga sudah tidak asing lagi dengan istilah itu.
Warga pun menyambut dan menunjukkan sejumlah nama yang cukup familiar menggeluti ajaran panther. Di antaranya, HH, HD, HR, HA, dan AM. Aktivitasnya sudah menjadi rahasia umum masyarakat setempat.
Saya pun mencoba menelusuri keberadaan nama yang disebut warga. Tempat tinggalnya mudah ditemui. Tampak dari rumah mereka mencolok dibanding dengan rumah warga lainnya.
Rata-rata rumah mereka megah. Ada rumah panggung yang berbahan dasar kayu ulin, sedang yang rumah tembok permanen berlantai dua. Plus sejumlah mobil yang parkir di garasi. Rumah tersebut oleh masyarakat setempat diyakini sebagai hadiah dari para pengikut.
Untuk menggali informasi lebih dalam, FAJAR berpura-pura sebagai calon pengikut, dengan bertandang ke rumah salah satu paranormal yang biasa didatangi pengikutnya.
Namanya HR. Rumah batu permanen itu berada di lorong. Jaraknya sekitar 400 meter dari jalan poros Soppeng-Sidrap. Dindingnya bercat pink, plus beberapa mobil terparkir di garasi.
Kedatangan saya disambut istri pemilik rumah. Tak lama berselang, pemilik rumah HR muncul dengan kaus oblong putih kombinasi biru. Kopiah putih menghiasi kepalanya.
Perbincangan dimulai dari usaha yang dikembangkan HR. HR begitu semangat menceritakan usaha sarang burung walet dan empang yang baru digelutinya.
Bagi HR, awalnya Ia hanya membuka pengobatan tradisional. Lama kelamaan pengobatan itu beralih ke jasa pesugihan. Surat izin praktik pengobatan tradisional dalam bingkai kaca terpajang di dinding ruang tamu rumahnya.
Untuk menjadi anggota, kata HR, calon pengikut harus menyiapkan biaya atau uang mahar. Uang mahar sesuai tingkatan. Ia membagi tiga tingkatan.
Tingkat pertama diibaratkan SD, maharnya Rp5,75 juta, tingkat dua SMP, maharnya Rp6,75 juta, dan tingkat tiga SMA dengan mahar Rp8,75 juta.
“Dahulu, ada sekitar 10-an orang menggeluti jasa ini. Namun yang bertahan kini sudah dihitung jari,” begitu kata HR.
HR mengistilahkan pengikutnya dengan sebutan “silessureng” (saudara) . HR menggaransi pengikutnya bisa cepat kaya. Ia menyebut uang mahar sebagai biaya keperluan ritual.
Pengikut tidak perlu lagi melakukan ritual. Nama pengikut akan dicatat satu per satu dan diritualkan sesuai tingkatannya.
Untuk tingkat SD ada ritual khusus 12 kali setiap malam Senin dan Jumat. Tingkat SMP ritualnya 17 kali malam Senin dan Jumat, serta tingkat SMA ritualnya 27 kali setiap malam Senin dan Jumat.
Bukan hanya HR, FAJAR juga mendatangi AM, paranormal lainnya di Batu-batu. AM juga demikian. Ia malah memasang tarif lebih tinggi dan tidak ada tingkatan. Maharnya Rp21 juta.
Mahar itu untuk biaya ritual selama tiga kali. AM menyebut pengikutnya dengan “binaan”. Ia menggaransi binaanya bisa kaya dalam tempo singkat asalkan mengikuti semua petunjuk.
“Awalnya cuma pengobatan tradisional. Setelah mendapat “pammase’ (limpahan rahmat, red) banyak warga yang datang minta dibantu agar rezekinya lancar. Dengan ritual kami bisa membuka kunci rezeki yang penting bersih hati, bersih niat, dan bersih perbuatan,” tambahnya.
Syarat lain bagi pengikutnya harus kembali syukuran dengan penyembelihan hewan. Hewan ini bisa dinilai dengan uang. Sayangnya, baik AM maupun HR, tidak bersedia menyebut syarat selanjutnya.
Syarat khusus hanya diberikan bagi pengikut, termasuk sejumlah ritual dan pantangan yang harus dilakukan jika sudah masuk pengikut ajarannya.
Disinggung desas-desus yang berkembang di masyarakat, jika sudah menjadi pengikut harus salat menghadap ke timur dan salam menghadap kiri, manusia jadi-jadian, tumbal orang disayangi, dan tidak lagi mendapatkan kebaikan di akhirat, keduanya membantah. Menurut AM dan HR, pengikutnya tetap menjalankan syariat agamanya.
Sosiolog Unhas, Prof Tahir Kasnawi, menjelaskan, adanya praktik pesugihan dalam artian ingin kaya raya dengan menempuh jalan pintas adalah gejala dari dampak pertemuan budaya tradisional, kepercayaan tradisional, serta dunia yang berorientasi kapitalisme. "Semua berorientasi materi," ucapnya.
Dampak itu juga dari tingkat keimanan seseorang yang melenceng dari kepercayaan yang benar pada agama yang dianut. Meskipun sebenarnya kata Prof Tahir, pengaruh orientasi ekonomi lebih kuat.
"Ini yang digunakan pihak-pihak tertentu sehingga ada motivasinya soal ekonominya. Padahal sebenarnya, dengan sistem-sistem mahar, orang yang menerima mahar itu sudah mendapatkan keuntungan lebih dulu," paparnya.
Selain itu, penyebabnya lainnya, masyarakat didorong oleh kebutuhan dan semangat kapitalisme. "Sehingga bersifat materialistis dan mendorong orang mendapatkan jalan pintas. Kadang-kadang tidak rasional," ujarnya.
Meskipun tak rasional, namun tetap banyak yang percaya. Hal itu disebabkan orientasi ekonomi, sehingga mencari jalan pintas.
"Dan juga dipengaruhi isu-isu atau informasi. Orang-orang yang merasa berhasil dengan itu," ungkapnya. Sehingga, semuanya harus dikembalikan kepada keimanan seseorang agar kembali ke jalan yang benar.
"Menjadikanya kadar tauhid, dan keimanan yang dangkal. Karena digerus semangat kapitalisme ini," katanya. (*/)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Oh...Ibu Rahayu, Tarik Uang Rp 11 Miliar Pakai Apel Jin
Redaktur & Reporter : Soetomo