Ritual Pati Nyawa Adat Dayak, Sesaji-sesaji Itu...

Sabtu, 14 Mei 2016 – 00:09 WIB
MENGGELAR ADAT: Warga Desa Korek,Kecamatan Sungai Ambawang,Kubu Raya mengelar adat pati nyawa,Kamis(12/5). Ritual tersebut merupakan salah satu ritual adat atas setiap peristiwa yang merenggut nyawa seseorang. Foto: HARYADI /PONTIANAK POST/Jawa Pos Group

jpnn.com - MASYARAKAT Dayak dikenal sangat menghargai tradisi-tradisi peninggalan leluhur. Begitu pun masyarakat Adat Dayak di Desa Korek Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Salah satunya ritual pati nyawa, yang tetap mereka lakukan hingga sekarang.

Ashri Isnaini, Sungai Ambawang     

BACA JUGA: Anggap Mayat sebagai Teman, Pernah Dengar Suara Lonceng...Horor

Suasana duka tampak masih menyelimuti rumah Aho, korban kecelakaan lalulintas awal April lalu di Dusun Jaya Paraya, Desa Korek Kecamatan Sungai Ambawang.

Menurut pengakuan warga, Aho yang kala itu memboncengi sang istri itu tewas saat sepeda motor yang dikendarai secara tak sengaja menabrak tronton yang sedang melintas. 

BACA JUGA: Salut, ini Cara Kreatif Pak Kasatlantas Lahirkan Generasi Ancita

Untuk memberikan ketenangan terhadap roh Aho dan sang istri dilakukanlah sejumlah ritual adat termasuk ritual pati nyawa. 

Adapun perlengkapan adat yang harus disediakan, seperti peti jenazah, kain putih serta perlengkapan lain sebagaimana layaknya menguburkan seseorang yang meninggal.

BACA JUGA: Yani Sakit tak Ada Dokter, Ridwan Kamil Menitikkan Air Mata

“Kisah detail lakalantas itu saya kurang tahu. Namun menurut adat warga di sini setiap kejadian yang merenggut nyawa seseorang, pihak terkait atau yang bertanggung jawab harus melakukan atau mengikuti serangkaian ritual adat sesuai dengan tradisi desa setempat,” kata Ketua Adat Dayak Kecamatan Sungai Ambawang, Nasution. 

Setelah melakukan adat basubur atau pemakaman, pihak keluarga melakukan adat Niga Ari, Adat Ngampar Bide atau musywarah internal keluarga dan tetua adat untuk menentukan langkah apa yang selanjutnya dilakukan.

Juga adat nyimah tanah, adat tempung tawar, adat basaru sumangat dengan tujuan agar pihak keluarga korban dijauhkan dari kesedihan, kekhawatiran dan keresahan terhadap kejadian yang telah menimpa. Selain itu, adat sanangan tubuh hingga pati nyawa. 

Biaya untuk pelaksaan ritual adat itu diserahkan kepada pihak yang dinilai bertanggung jawab atas meninggalnya keluarga korban dalam hal ini pihak perusahaan pemilik tronton. 

“Di luar ritual sebelumnya, untuk ritual pati nyawa ini besarannya biaya yang diperlukan untuk acara adatnya sekitar Rp 112.350.000,” katanya. 

Selain internal keluarga, ritual pati nyawa itu juga dihadiri pada tetua adat, tumenggung, ketua adat hingga pihak yang bertanggung jawab. 

Dalam ritual itu, sejumlah sesaji disuguhkan untuk kemudian dibacakan sejumlah doa dengan tujuan agar kejadian serupa tidak kembali terulang. Sekaligus menandakan pertikaian kedua belah pihak telah tuntas, sehingga tidak ada lagi dendam dan keluhan dan sejenisnya di kemudian hari. 

Menurut Nasution ritual yang digelar ini tidak hanya sekadar menjadi penanda tuntasnya kasus atau pertikaian atas kejadian yang menelan nyawa pasangan suami istri di desa tersebut. 

“Tapi juga sebagai salah satu upaya untuk melestarikan adat. Kami harap kedepan semua pihak bisa lebih berhati-hati menjalan aktivitas sehari-hari sehingga tidak ada lagi kejadian atau peristiwa yang menelan korban,” pungkasnya. (*/sam/jpnn) 

BACA ARTIKEL LAINNYA... KEREN! Para Sarjana ini Memilih Jadi Petugas Kebersihan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler