jpnn.com, JAKARTA - Ekonom senior Rizal Ramli angkat bicara ihwal langkah Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi membuka kembali seluruh moda transportasi, dengan kriteria khusus dan tetap memenuhi protokol kesehatan di tengah Covid-19.
Rizal mengatakan bahwa pengoperasian kembali moda transportasi umum di tengah pandemi Covid-19 ini justru berpotensi meningkatkan penyebaran virus corona dan memperlambat recovery ekonomi.
BACA JUGA: Soal Usulan Cetak Uang Hingga Rp 600 Triliun, Rizal Ramli: Rontok!
Menurut Rizal, warga negara terbagi menjadi dua kelas, yakni, kelas pejabat dan bisnis, dan yang lain adalah rakyat biasa.
Sementara, kata Rizal, untuk rakyat biasa ada larangan mudik atau travelling. Namun, lanjut dia, untuk kalangan pejabat dan bisnis berlaku pengecualian sesuai keputusan yang berlaku saat ini.
BACA JUGA: Antrean Penumpang di Bandara Soetta, Kemenhub Minta AP II dan KKP Lebih Siap
Hanya saja, Rizal menegaskan bahwa yang perlu diingat carrier Covid-19 bisa dari mana saja, mulai rakyat biasa hingga kalangan elite pejabat dan bisnis.
"Bahkan, kalangan elite faktanya lebih sering bertemu dengan orang-orang, risikonya juga lebih tinggi," kata Rizal, Jumat (8/5).
BACA JUGA: DPR Ogah Dikatikan dengan Keputusan Kemenhub Buka Transportasi Udara
Rizal menilai pemerintah belum saatnya memberikan lampu hijau atau melonggarkan kebijakan sebelum mencapai puncak pandemi. Dia menyarankan Menhub Budi agar lebih baik menunggu saat corona melewati masa puncak.
“Saya sendiri tidak mengerti alasan kenapa harus dilonggarkan secepat ini?” tuturnya.
Mantan anggota Tim Panel Bidang Ekonomi PBB itu pun mengingatkan pemerintah untuk tidak terlalu gegabah dalam mengambil kebijakan. Menurutnya, alih-alih mengekor langkah pemerintah Presiden Donald Trump yang sudah melakukan gradual reopening untuk sejumlah negara bagian, justru pembukaan akses ini tak sebanding dengan risiko yang lebih besar.
"Kalau kita gegabah maka kurvanya tidak akan seperti V yang anjlok kemudian naik. Namun akan cembung ke bawah recovery-nya," kata Rizal.
"Selama ini kita selalu terlambat, self denial dan responsnya sering gegabah sehingga kemungkinan yang terjadi kurva merah (cembung ke bawah secara dalam)," sambungnya.
Menurut Rizal, bila ini terjadi maka perbaikan ekonomi membutuhkan waktu lebih panjang sekitar 1 tahun hingga 1,5 tahun.
"Kalau kita cepat responsnya dan tindakannya pas, maka dampaknya hanya 3 bulan - 6 bulan saja. Kami khawatir, kecerobohan ini akan mengakibatkan recovery kita akan lebih lambat," pungkas Rizal.(boy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Boy